Dua

Dyah menapaki pelataran paving depan studio Pesona FM. Ada sedikit tanya di benaknya. Tidak seperti biasa, parkiran studio terlihat penuh. Dyah melihat arloji berwarna ungu di pergelangan tangan kiri.

"Tepat waktu," gumam Dyah lirih. Sejujurnya dia khawatir jika telat dan ketahuan penyiar senior. Pasti bakal dijadikan rujak atau perkedel.

Sedikit ragu, Dyah mendorong pintu kaca bagian belakang studio. Bangunan belakang berupa lorong dengan cahaya lampu berwarna kuning temaram. Selera pemilik gedung memang terasa aneh dan nyentrik. Sayangnya bagi Dyah, lorong itu terasa menyeramkan. Apalagi jika selesai siar jam malam. Rasanya seperti ada yang membuntuti. Karena sempit, langkah kaki pun terdengar bergema.

Dyah Alfah Antariksa sudah cukup lama bekerja di radio Pesona FM. Waktu dia masih kuliah, sekitar awal semester 6 dia mengikuti seleksi penyiar part time di radio paling populer di kota itu. Meskipun sempat ditentang oleh Bapaknya karena dikhawatirkan mengganggu perkuliahan, nyatanya Dyah berhasil membuktikan bahwa dia bisa fokus di pendidikan sekaligus menekuni sebuah hobi. Hobi yang menghasilkan.

Selepas lorong yang terasa panjang, meski sebenarnya tak lebih dari 5 meter, Dyah sampai di ruangan tengah kantor dari Pesona FM. Di bagian depan ruangan terdapat dua bilik yang berdinding kaca tebal. Satu digunakan sebagai studio untuk siaran dan satu lagi sebagai ruang editing. Iklan, backsound siaran, dan pemilihan lagu dikerjakan di ruang editing.

Saat ini di ruang tengah terlihat semua penyiar berkumpul ditemani alunan lagu pop Indonesia tahun 90 an. Memang program siar di antara jam 1 sampai 2 siang adalah lagu-lagu pop lawas. Defi, penyiar part time bersuara bindeng hobi naik gunung duduk di tengah sofa. Amel penyuka drakor sekaligus teman sekelas Dyah semasa di SMA dulu terlihat cantik dengan jilbabnya berwarna pink. Dan tiga penyiar laki-laki, yaitu Mas Henry yang paling senior, Dani yang selalu terlihat mengantuk, serta Krisna narasumber gosip paling update. Mereka semua duduk berjejer di sofa warna cokelat di tengah ruangan.

Kabag Siar, Mbak Dian duduk di ujung sofa. Di hadapannya ada kepala marketing Mbak Fafa, juga Music direktor, Mbak Ike berdiri sambil mengunyah permen karet. Di dalam ruang editing terlihat juga Kepala Keuangan, yang bertugas mengurus gaji, seorang perempuan bertubuh sintal yang dipanggil Mbak Dinda.

"Stt sttt." Krisna memberi kode pada Dyah agar segera duduk di sebelahnya. Dyah buru-buru menjatuhkan tubuhnya di sofa samping Krisna.

"Ada apa sih?" tanya Dyah setengah berbisik. Rasa penasaran di hatinya sudah tak tertahankan.

"Ada ati ampela goreng, tempura, sosis, nugget dan aneka sambel," jawab Krisna asal-asalan. Dyah melayangkan tinjunya ke pundak Krisna.

"Auuww atitt." Krisna meringis mengelus-elus pundaknya.

"Ehemm." Mbak Ike, sang music direktor berdehem sambil mengedarkan pandangannya yang tajam.

"Selamat siang rekan-rekan. Sebelumnya mohon maaf, karena menggangu waktu kalian pada siang ini," ucap Mbak Ike memulai pembicaraan.

"Emang ngganggu," bisik Krisna lirih. Namun Mbak Ike sepertinya mendengar ucapan Krisna, sehingga langsung melotot ke arah laki-laki manja itu. Krisna pun salah tingkah dibuatnya.

"Begini, dalam waktu dekat aku akan pindah ke luar kota. Ikut suami yang pindah tugas. Jadi per minggu ini aku mengundurkan diri dari radio Pesona FM. Sekiranya ada salah dalam bersikap, bertutur kata, ataupun tindakan yang kurang berkenan, aku sungguh minta maaf dari lubuk hati yang terdalam," jelas Mbak Ike dengan mata berkaca-kaca.

"Dan yang menggantikanku berdasarkan hasil musyawarah bersama pemilik radio, kami memutuskan Dyah Alfah Antariksa per hari ini menjadi Music director," lanjut Mbak Ike sembari tersenyum ke arah Dyah.

Dyah terlonjak kaget. Suara tepuk tangan dari rekan-rekan penyiar yang lain terdengar riuh ramai. Sedangkan Dyah sendiri sejujurnya tidak berkenan mendapatkan posisi itu. Dyah sadar jika menjadi seorang music director itu artinya dia harus full 8 jam dalam sehari berada di studio. Meskipun gajinya lebih tinggi dari UMR kota, namun dia belum siap terikat. Dyah ingin menikmati masa-masa pasca kelulusannya.

"Selamat Mbak. Baru wisuda sudah naik jabatan. Wetonmu bagus Mbak," ucap Krisna cengengesan. Dyah menghela nafas panjang. Dia tidak bisa menolak, meski hatinya ingin.

"Untuk cara kerja seorang Music director atau MD mulai besok aku akan mengajarimu Dyah," ujar Mbak Ike antusias. Dyah hanya mengangguk pelan.

"Lalu satu lagi. Sebagai kenang-kenangan perpisahan, suamiku mentraktir semua yang disini untuk jalan-jalan ke pantai, hari Minggu besok," tukas Mbak Ike yang disambut tepuk tangan semua orang.

"Ngomong-ngomong mau ke pantai mana Mbak?" tanya Krisna. Laki-laki itu memang benar-benar cerewet.

"Ke pantai mutiara Trenggalek. Aku belum pernah kesana. Katanya bagus," jawab Mbak Ike.

"Wes ta lah Krisna, manut saja. Kamu itu udah ditraktir masih aja ribet," sahut Mbak Dian sang kabag siar dengan sedikit sewot. Krisna nyengir merasa malu.

Tiba-tiba suasana berubah hening. Lagu yang dimasukkan di list putar otomatis, sudah habis. Semua orang menoleh pada Dyah. Mbak Fafa kepala marketing nampak melotot. Defi menyumpal telinganya menggunakan telunjuk, tidak ingin mendengar bentakan dari sang kepala marketing yang terkenal killer. Amel mengatupkan mulutnya rapat-rapat, Dani menguap, dan Krisna kentut tanpa disadari yang lainnya.

"Dyah, ini waktumu siaran kan? Kenapa diam saja kayak kebo disitu?!" bentak Mbak Fafa. Suaranya benar-benar menggelegar membuat Dyah gelagapan. Seperti orang yang tengah tidur pulas kemudian dibangunkan secara mendadak, Dyah malah diam melongo. Otaknya tidak memberi perintah pada tubuh agar bergerak.

"Dyah! Cepat masuk studio!" bentak Mbak Fafa sekali lagi. Bentakan kedua membuat Dyah tersadar dan langsung berlari masuk ke ruang siar.

"Kalian seharusnya profesional. Pemasang iklan bisa kecewa jika ada jeda seperti itu. Dikiranya kita radio amatir. Ingat ya, kita itu radio terbesar dan paling kondang kawentar di kota ini!" Mbak Fafa masih melanjutkan omelannya.

Semua orang terdiam dan menunduk. Memang Mbak Fafa sifatnya keras dan disiplin. Selain kepala marketing yang mengurus iklan, dia juga penyiar paling senior di radio Pesona FM. Terdengar lagu pop Indonesia yang mengalun kembali. Disusul suara Dyah yang renyah dan nyaman di telinga. Mbak Fafa tak lagi menggerutu.

Krisna beranjak dari duduknya dan berjalan masuk ke ruang siar. Kemudian disusul oleh Amel. Sementara yang lainnya membubarkan diri.

"Gimana? Mbak Fa masih ngomel-ngomel?" tanya Dyah selepas memutar sebuah lagu. Amel menghela nafas sambil memainkan handphone nya.

"Halah, udah biasa kalau Mak Lampir itu. Pekerjaannya kan memang ngomel. Hahay," jawab Krisna sambil terkekeh.

"Ngawur. Dia sih bukan Lampir, tapi Nyi Pelet." Dyah menimpali. Krisna dan Amel ikut tertawa.

"Mic mu sudah mbok matiin kan?" tanya Amel memastikan.

Dyah melihat tombol volume di depan komputer. Dan dia akhirnya menyadari sebuah kesalahan yang sangat fatal. Dyah lupa mematikan mic, percakapannya dengan Krisna masuk ke dalam radio.

"Anjrit, mic nya hidup gaes," ucap Dyah menahan tangis. Krisna ikutan panik.

Dari luar ruang siaran terdengar langkah kaki yang menghentak. Mbak Fafa mendekat dengan wajah yang memerah.

"Dyah, Krisnaaa, Amellll!" teriak Mbak Fafa sembari menunjukkan taringnya. Dyah menelan ludah. Tiba-tiba tenggorokan terasa kering. Dari balik pintu kaca terlihat Mbak Fafa berdiri berkacak pinggang dan seolah muncul dua tanduk di kepalanya.

Bersambung___

Terpopuler

Comments

Rose_Ni

Rose_Ni

dipecat gak sih

2024-02-01

0

Rose_Ni

Rose_Ni

sekalian ayam sayur

2024-02-01

0

IG: _anipri

IG: _anipri

wah, karakter novel yang satunya jga ada d stu rupanya

2023-05-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!