Lantas Sonia menggeleng pelan. "Belum tahu Bang, besok aja aku kasih tahu kalau sudah jelas," sahutnya Sonia sembari membalikan lagi badan dan masuk ke dalam rumah.
"Oke," Zay pun melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Sonia telah melintasi pintu, dan bertemu Ibunya. "Dari mana Nia? jam segini baru pulang?" tanya bu Melani. Memandangi Sonia dari ujung kaki sampai kepala.
"He ha ha ... iya Bu sudah pukul sepuluh malam, maafkan Nia Bu? tadi aku jalan sebentar sama Zay." ucap Sonia sembari ngeloyor ke kamarnya.
Bu melani menghela nafas nya dalam-dalam.
Usai menyimpan tasnya, Sonia mengganti bajunya. Bersiap tidur, sebelumnya berwudhu dulu menunaikan sholat isya, kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur. Malam pun terlintas dengan tidur yang begitu pulas.
Pukul empat pagi Sonia sudah terbangun, selesai sholat subuh Sonia membantu Ibunya di dapur. Setelah sarapan Sonia balik ke kamarnya, berkemas. Menyiapkan pakaian yang mesti di bawa.
Tepat pukul 10 pagi, Hera datang membawa tas kopernya. Di sambut Sonia dengan sumringah. "Masuk Her." lalu mereka duduk di ruang tengah.
"Bibi, Paman mana?" tanya Hera menanyakan paman Amin.
"Oh, Paman sedang narik. Kenapa ada perlu Hera?" ucap bu Malina menatap Hera yang tengah duduk di depannya.
"Ach, mau pamit aja Bi," kata Hera. "Dan kamu, sudah pamit belum sama Paman dan Bibi. Kalau kita akan berangkat?" bisik Hera pada Sonia yang sibuk dengan handphone nya.
"Eh ... Aku ... belum," Sonia menggeleng.
"Tuh. Paman mu sudah datang," kata bu Melani menunjuk sang Suami.
Hera bersalaman. "Apa kabar Paman?" sapa Hera dan duduk kembali di tempat semula.
Pak Amin mengawasi beberapa tas, milik Hera dan juga Sonia. "Mau pada kemana nih? sudah berkemas begitu?" mengerenyitkan kening.
"Hera Mau berangkat lagi Paman." sahut Hera menatap Pamannya.
"Oh, semoga selamat sampai tujuan, lancar Rejeki. Sehat, jauh dari marabahaya." Kata pak Amin membuka topi menyimpan di samping ia duduk.
"Aamiin ... Paman, makasih atas doanya, oya Paman Sonia mau ikut Hera ke luar Negeri. Tolong di ijinkan Paman." Hera menatap wajah lesu pria tua di depannya itu.
Pak Amin sejenak terdiam, semua mata tertuju padanya. Sampai Pak Amin membuka suara. "Emang kau yakin akan pergi Nia? di sini juga kau sedang bekerja, tidak nganggur?" kata pak Amin memandang ke arah Sonia.
"Nia yakin Pak, lagian ... surat-surat sudah di urus semua, iya, kan Her?" sahut Sonia sembari melirik Hera. "Nia tinggal berangkat aja Pak," sambung Sonia.
Bu Melani hanya diam membisu sesekali menyeka air mata di pipi. Pak Amin melirik istrinya yang menyeka air mata, mungkin dia tak rela kalau Sonia sebagai anak sulung mereka harus pergi jauh.
"Baiklah, kalau sudah jadi keputusanmu Nia. Bapak tidak bisa mencegah. Karena Bapak juga gak bisa mencukupi kebutuhan kamu selama ini," ujar pak Amin dengan mata berkaca-kaca.
"Makasih Pak doakan Nia ya?" mencium tangan Bapaknya.
Bu Melina mendekati Sonia lalu memeluk erat dan tangis haru, begitu pilu ia rasakan harus berpisah dengan anak sulungnya. Apa lagi dia seorang gadis, yang belum berpengalaman.
"Hati-hati ya Nia, jangan macam-macam di Negeri orang. Cepat pulang lagi ya biar berkumpul dengan kami kembali," tutur Bu Melani semakin erat memeluk Sonia yang membalas pelukan Ibunya.
Adik-adik Sonia yang bernama, Santy. Sindi, iman. Luki dan Rendi, mereka riuh ramai saling bersahutan. Emang kak Sonia mau kemana? kata mereka bergantian. Kemudian Sonia mendekati mereka.
"Adek-adik kakak semuanya, jadi anak yang baik ya, yang rajin belajar. Sekolah, jangan membangkang juga pada orang tua. Kakak mau pergi jauh, kalian jaga Ibu dan Bapak ya?" pesan Sonia sambil mencium kepala mereka bergantian.
"Iya kak?" jawabnya bergantian pula.
"Dan kamu Santy juga Sindi, bantu Ibu ya kasian beliau, jangan macam-macam. Jangan buat beliau susah?" Sonia khusus memberi peringatan pada kedua adik ceweknya. Mereka hanya mengangguk pelan.
"Ya sudah, kita berangkat aja sekarang Nia. Mendingan nunggu di bandara aja," ajak Hera menyoren tas di bahunya.
"Iya Her, siap. Eh sebentar, aku ke dalam dulu bentar ya? ada yang ketinggalan, bentar ya. Bentar kok." Sonia sedikit berlari masuk kamar, tak lama kemudian ia balik lagi.
"Apa kami harus mengantar kalian?" tanya pak Amin berdiri ingin membawakan tas Sonia.
"Jangan Pak, gak usah," sahut Sonia mengambil tas yang tadi mau di ambil pak Amin.
"Iya, kami antar ke bandara ya Nia, Hera, Bibi ikut." Lirih Bu Melani menatap kedua gadis itu.
"Tidak usah. Bi, biar kami aja berdua, jangan repot-repot. Ongkosnya mendingan buat anak-anak jajan." Kata Hera sambil memberikan beberapa uang lembaran merah ke bu Melani.
"Apa nih Hera?" tanya Bu Melani dengan tatapan heran.
"Ambil aja Bi, buat beli makanan atau jajan Anak-anak." Hera melirik adik-adik Sonia, yang pada bengong.
"Oh, makasih ya Hera ... semoga kebaikan kamu di gantikan dengan yang lebih banyak." Bu Melani lirih matanya berkaca-kaca.
"Aamiin, Bi." jawab Hera sambil berjalan ke teras.
"Sudah Bu, jangan sedih ya. Mudah-mudahan kami dapat berkumpul lagi." Sonia mengusap air mata Ibunya yang berusaha tersenyum getir. Mereka pun berpelukan untuk terakhir kalinya.
"Sonia berangkat ya, Bu ... Assalamu'alaikum?" Sonia mencium punggung tangan bu Melani, ia segera menyusul Hera yang sudah menunggu di depan.
"Kita naik taxi online aja, bentar lagi datang," ucap Hera. Gadis manis berambut sebahu, mengenakan dress selutut. Tas soren yang kecil mungkin hanya cukup untuk menyimpan uang, handphone dan kartu-kartu.
Sonia sendiri mengenakan tas Selempang biru dangan kemeja panjang biru langit, celana jeans hitam. Rambut di kuncir di atas kepala biar simpel.
Taxi online pun datang mereka masuk dan sebelumnya menyimpan tas pakaian kedalam bagasi. "Jalan Pak, Bandara Soekarno." Pinta Hera, memandang lurus ke depan.
Sonia pun menyandarkan punggung ke bahu kursi wajah menghadap keluar jendela,
Cuaca memang cerah nan indah, namun gerimis menghiasi. Indahnya cuaca kali ini.
Sonia melirik pak supir. "Hati-hati Pak takut licin, jangan ngebut juga?" ucap Sonia pada supir, yang di balas dengan anggukan.
Sedangkan Hera, dia sibuk dengan ponsel canggihnya.
Sonia baru ingat ia belum ngasih kabar pada sang kekasih bahwa ia tengah perjalanan menuju Bandara.
Ting, suara pesan masuk. "Tunggu Abang di Bandara ya Nia?" kata Zay dalam pesan singkatnya. Tanpa membalas Sonia memasukan ponsel ke dalam tas miliknya.
Sepanjang perjalanan tak ada obrolan apapun dalam mobil. Tak selang lama taxi sudah sampai di bandara, kedua gadis itu turun dan mengambil barangnya masing-masing. Taxi langsung meninggalkan tempat tersebut ....
...🌼---🌼...
Yang belum subscribe, subscribe dulu ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Bzaa
semoga sukses di rantauny Sonia....
2023-05-20
1
Kurniaty
Moga selamat sampai tujuan Sonia/Hera.
Sukses thoor & lanjut
2023-04-08
1