💕
💕
"Hey, kura-kura! Kenapa lambat banget sih? Jalannya bisa cepet nggak?" Seorang pria dengan almamater biru tua berteriak kepada Nania.
Dia yang tengah berjalan di antara teman-tema satu angkatannya terperangah karena sebutan kura-kura itu memang tertulis di papan nama yang menggantung di lehernya.
Perempuan itu tak menjawab, namun dia berusaha untuk mempercepat langkahnya.
"Cepat-cepat!"
"Huh, ini apa sih? Aku kan kuliah jurusan fashion kenapa malah kayak anak pramuka gini?" Nania bergumam pelan.
"Apa kamu bilang?" Pria itu mensejajarkan langkahnya.
"Eee … nggak Kak." Nania menggelengkan kepala.
"Ulangi apa yang kamu katakan!" Dia berteriak.
"Maaf, Kak."
"Bukan itu!"
Nania terdiam.
"Tugas kalian hanya menuruti apa yang saya katakan. Tidak protes apalagi mengeluh. Semua calon mahasiswa dari jurusan apapun tetap harus mengikuti kegiatan yang panitia adakan selama satu minggu ini. Tidak peduli kamu jurusan fakultas seni, desain, fashion atau apa pun. Kegiatan harus tetap dilakukan. Mengerti?"
"Mengerti Kak." Para calon mahasiswa itu menjawab serentak.
"Cepat berbaris dan perhatikan atribut kalian. Jangan sampai ada yang kurang!" teriak yang lainnya, dan segera saja ratusan mahasiswa baru itu melakukan perintahnya.
"Udah aku bilang kan, jangan misuh-misuh. Jadinya kamu kena omel senior." Satu teman yang Nania kenal saat awal masuk tadi pagi berbisik.
"Habisnya aneh, masa jurusan fashion disuruh-suruh gini?" Nania membenahi penampilannya dan memastikan semuanya dia kenakan.
"Ya namanya juga senior. Suka-suka mereka lah mau nyuruh kita."
"Yang aku tahu kan beda-beda."
"Nggak tahu, mungkin sekarang aturannya gitu."
"Jangan ngobrol!" Lagi-lagi pria yang sejak tadi berteriak-teriak itu berhenti di dekat Nania.
Huh, untung punya suami yang suka teriak-teriak. Kalau nggak, udah sawan kali. Batin Nania bergumam.
"Sekarang masuk ke barisan sesuai jurusan, dan ikuti ketua regu kalian." Pria dengan rambut ikal yang dikuncir di belakang kepalanya itu terus bicara.
"Dia siapa sih kayaknya berkuasa banget di sini?" Nania bersama teman barunya segera pindah barisan sesuai jurusan yang mereka diambil.
"Kamu nggak nyimak ya tadi? Dia itu ketua BEM tahu?"
"Aduh?"
"Makanya jangan macem-macem."
"Nggak kok. Aku cuma nggak terlalu nyimak doang." Nania membela diri.
"Sama aja."
Kemudian mereka berdua tertawa pelan.
"Namanya Mahendra Devanandra." Gadis dengan name tagg Mahira itu berbisik.
"Terus?"
"Aku udah stalking semua medsosnya, dan dia memang cukup berpengaruh."
"Pantesan songong." Nania melirik ke arah pria yang tengah berbicara di depan semua orang itu.
"Nggak lho, dia aslinya baik." Mahira menyela.
Eh, masih songongan suami aku deh. Batin Nania lagi kemudian dia tertawa.
"Ngetawain apa? Emang ada yang lucu ya?" Dan hal itu membuat Mahira bertanya.
"Heh, kura-kura sama jerapah!" Pria bernama Mahendra itu memiringkan tubuhnya.
"Dari tadi saya lihat kalian ngobrol terus?"
Nania dan Mahira terdiam.
"Maju kalian!" ucap Mahendra.
"Eee …."
"Maju!"
Mereka saling pandang, namun akhirnya menurut juga.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Mahendra bertanya.
"Umm … nggak, Kak."
"Apa?" Pria itu bertanya lagi.
"Eee …."
Pria itu menatap jam tangannya, lalu dia tampak mendengus keras.
"Kalian beruntung sudah sudah waktunya pulang. Besok jangan terlalu banyak mengobrol atau tidak, kalian akan saya hukum." Pria itu memperingatkan.
"I-iya Kak, maaf." Nania dan Mahira mengangguk bersamaan.
"Tapi sebagai hukuman hari ini, besok kalian diwajibkan membawa lakban warna-warni." ujar Mahendra mebelum dua perempuan itu kembali ke barisan.
"Lakban warna-warni?" Nania menggumam.
"Ya. Semua warna harus ada, tidak terkecuali." Pria itu kembali mendekat.
"Sekarang kembali ke barisan!" katanya lagi, dan segera saja Nania dan Mahira menuruti ucapannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Hufftthhh!" Nania menjatuhkan tubuh lelahnya di sofa begitu dia tiba di ruang kerja Daryl. Sementara pria itu masih berada di area pembukaan foodcourt Fia's Secret House.
"Hey Baby? How is it going?" Dan setelah beberapa saat Daryl pun tiba di ruangannya.
"Capek." keluh Nania yang mengulurkan tangannya yang segera Daryl sambut.
Pria itu segera memeluknya dengan penuh kerinduan seperti mereka baru pertama kali bertemu lagi setelah beberapa lama.
"Baumu seperti kain yang dibiarkan kepanasan dan kehujanan setiap hari. Ada aroma debu dan matahari." Daryl tertawa, namun dia tak melepaskan Nania.
"Namanya juga habis ospek, masih untung aku nggak bau ketek." Sedangkan Nania mengendusi dirinya sendiri.
Tawa pria itu menjadi lebih keras dan dia mengusap pipi Nania dengan punggung tangannya.
"Mau mandi? Disini juga ada kamar mandi. Bahkan kalau mau tidur juga bisa. Mereka membuatkan kamar khusus juga untukku." Pria itu berbisik di telinganya.
"Kalau sudah mandi bakal segeran nggak ya?" Nania menatap wajah Daryl dengan sebelah alisnya yang terangkat ke atas.
"Pastinya. Semua debu itu akan hilang, keringat, dan lagi …."
"Kalau begitu, ayo?"
Nania bangkit seraya menarik tangan pria itu kemudian mereka melangkah beriringan ke ruangan di ujung kantor.
***
"Pak?" Dinna menyembulkan kepalanya dari celah pintu. Dia mencari keberadaan atasannya yang diketahui baru masuk ke dalam ruangannya di lantai empat gedung utama Fia's Secret House itu. Tapi pria itu tak ada.
Hanya terlihat tas, sepatu, dan kemeja putih yang berserakan di lantai.
"Duh, ada bencana apa ya?" Perempuan itu bergumam sambil melihat sekeliling. Lalu dia memutuskan untuk keluar.
"Ada, Din?" Sofia datang menghampirinya setelah dia juga mencari keberadaan anaknya.
"Tidak ada, Bu. Hanya …."
"Ke mana ya anak itu?" Sofia kemudian melakukan panggilan ke nomornya. "Tidak di angkat lagi."
"Mungkin Pak Daryl sudah pulang duluan, Bu?" ujar Dinna.
"Ya, mungkin. Tapi kenapa tidak memberi tahu ya?"
"Atau mungkin juga menjemput Nania dulu?"
"Ah, tidak tahu. Sebaiknya saya juga pulang." Lalu dua perempuan itu kembali ke lantai bawah.
***
"Daddy, aku lapar." Nania merangkak di tempat tidur kemudian mendekati Daryl yang sedang berpakaian.
Dia membantunya mengancingkan kemeja setelah menuntaskan kegiatan panas mereka di kamar mandi, yang kemudian diulangi di tempat tidur.
"Mau aku suruh orang membawakan makanan ke sini?" tawar Daryl yang membiarkan Nania menyelesaikan tugasnya.
"Boleh." Perempuan itu mengangguk.
"Mau makan apa?" Daryl mengecup bibirnya yang Nania dekatkan, namun kemudian dia menyesap belahan lembut kemerahan itu dengan perasaan gemas.
"Apa aja boleh."
"Ayam mau?"
"Mau."
"Salad?"
"Boleh."
"Kalau aku?"
"Mau banget!" Nania merangkul tubuh kekar pria itu sambil tertawa.
"Ah, iya. Nanti akan aku berikan lagi, tapi sekarang makan dulu, oke Baby?" Daryl pun tertawa sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya.
"Oke." Nania mengangguk namun dia belum melepaskan tubuh suaminya.
"Baiklah, ayo keluar? Setelah makan kita langsung pulang." Kemudian Daryl menariknya turun dari tempat tidur.
Dan setelah berada diluar kamar dia memungut kemeja Nania yang teronggok di lantai kemudian memakaikannya.
"Sepertinya kita harus menyediakan pakaian ganti untukmu di sini ya?" Mereka duduk di sofa setelah yakin semuanya rapi seperti semula.
"Untuk apa?"
"Untuk saat-saat seperti ini."
"Uuuh, maunya."
"Ya memang." Daryl tertawa seraya meremat paha Nania dengan gemas.
Lalu interaksi itu terjeda ketika terdengar ketukan di pintu.
"Masuk." Daryl menjawab.
"Makanannya, Pak?" Dan Dinna masuk sambil membawa nampan berisi makanan yang dipesan atasannya dari foodcourt di bawah.
"Ya, terima kasih Dinna." ucap Daryl setelah sekretarisnya itu meletakkan nampan di meja.
"Sama-sama, Pak. Apa Bapak baru saja kembali? Tapi kenapa saya tidak melihat Bapak masuk ya?" Perempuan itu berhenti sejenak.
"Dari tadi, memangnya kenapa?" Sementara Daryl menggeser nampan berisi makanan kendekat Nania. Yang segera perempuan itu cicipi isinya.
"Tadi Bu Sofia mencari Bapak, mungkin mau pamit pulang?"
"Benarkah? Dari tadi saya di sini."
"Di sini?"
"Ya."
"Saya sudah cari ke sini Bapak tidak ada?" Dan ucapan Dinna membuat Nania tersedak. Dia terbatuk dan hampir menyemburkan makanan yang sedang dikunyahnya.
"Eee …
"Oh iya, tadi memang keluar sebentar. Aku lupa memberitahumu." Namun Daryl segera meralat ucapannya setelah menyadari apa yang telah mereka lakukan di ruangan itu sebelum ini.
"Begitu …." Dinna pun mengangguk-anggukkan kepala.
"Baiklah. Terima kasih makanannya, Din." ucap Daryl, dan setelahnya sektetarisnya itu pergi.
Dan dua orang itu tertegun untuk beberapa saat sebelum akhirnya mereka sama-sama tertawa.
"Dasar mes*m!" Nania bergumam.
"Kamu yang mengajakku?"
"Tapi kamu yang mancing-mancing."
"Sudah, diamlah! Sebaiknya cepat habiskan makananmu lalu pulang. Kita lanjutkan yang tadi itu! Katanya kamu mau aku?" Daryl merebut sendok dari tangan Nania kemudian menyuapinya makanan tersebut dengan cepat.
💕
💕
💕
Bersambung ....
**Uhuk, like konmen dan hadiahnya dong gaess, biar novelnya muncul lagi.
Alopyu sekebon😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
yetiku86
kalau cepat bukan kura2 kak tapi kelinci 😄
2025-04-20
0
Kustri
melebihi obat lambung, yg setiap x terasa melilit hrs ngunyah obat😂
2023-08-08
2
May Keisya
pasangan somplak🤣🤣🤣
2023-06-13
1