Semakin lama nampaknya perhelatan ini semakin ramai saja sehingga beberapa kali pemuda yang mengawal Tirta Jaya Kusuma, Bayu dan Adnan telah mengintip untuk melihat keramaian dan melihat pertunjukan yang ada di tempat tersebut.
Hingga suatu kali Bayu telah menyampaikan kepada kawan kawannya dan juga pemuda-pemuda yang menjaga mereka supaya mereka ikut menyaksikan pertunjukan itu lebih dekat daripada mereka hanya melihat dari kejauhan saja.
"Kami tidak akan melarikan diri, kami tetap akan berada di tempat ini. Jangan khawatir!" Kata Bayu dengan wajahnya yang penuh senyum sehingga tidak menimbulkan rasa curiga dari ketiga pemuda yang sedang menjaga mereka ini.
Dan sesaat nampaknya ketiganya menjadi bimbang dengan tawaran dari Bayu ini akan tetapi seorang yang nampaknya paling tua di antara ketiganya telah menyatakan persetujuannya.
"Baik kami setuju dengan usulanmu itu bocah gendut," kata pemuda tertua di antara ketiga orang yang menjaga Tirta, Bayu dan Adnan ini.
Demikianlah akhirnya mereka pun telah mendekat ke arah pertunjukan yang terlihat mulai ramai.
Setelah mendekat dan berada di sisi kiri panggung yang ada di depan rumah Ki Demang ini maka segeralah mereka mengetahui bahwa ini adalah pertunjukan Tayub yang memang sering diadakan oleh warga di sekitar daerah Pucakwangi ini untuk berbagai acara.
Beberapa ledek (penari tayub) nampak sudah turun ke bawah.
Tadinya para penari ledek ini hanya menari di atas panggung, tapi kemudian beberapa diantaranya telah turun ke bawah sehingga telah menambah riuh suasana.
Para penari ini nampak cantik dengan balutan pakaian yang cukup indah untuk ukuran pada masa itu.
Akan tetapi bagi Tirta, Bayu dan Adnan, bagian seperti ini adalah pakaian yang hanya bisa dijumpai dalam pertunjukan pertunjukan ketoprak.
Akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa para penari ini cukup cantik dengan pakaian yang hanya berupa kemben yang menutupi tubuh bagian atas sebatas dada mereka sehingga menonjolkan sebagian pangkal bukit mereka sehingga telah membangkitkan gairah para laki laki baik tua maupun muda.
Dari empat orang penari ledek ini terlihat salah seorang di antaranya adalah seorang yang masih sangat muda yang kemungkinan berusia belasan tahun akan tetapi terlihat lebih cantik dan lebih menarik dibandingkan tiga orang kawannya.
Dan nampaknya gadis ini lah yang merupakan idola dari kaum muda yang ada di tempat ini.
Pada masanya, Tayub adalah pertunjukan rakyat yang sangat digemari yang telah berkembang di zaman jauh sebelum kerajaan Mataram maupun kadipaten Pati berkembang sedemikian rupa seperti saat ini.
Tayub sudah ada sejak zaman Singosari dan terus berkembang hingga jaman modern.
pada zaman-zaman orde Baru di awal tahun 80-an tayub ini telah berkembang di daerah Pati, Blora dan juga Grobogan serta Rembang serta di daerah-daerah lain.
Akan tetapi seiring kemajuan zaman maka tayub semakin hilang.
Pada masanya Tayub merupakan sebuah seni pertunjukan yang sangat di gemari oleh masyarakat Jawa di masa lalu.
Namun ada pertunjukan-pertunjukan tari tayub yang dianggap mengundang syahwat dan menimbulkan hal-hal negatif.
Banyak bangsawan dan juga pembesar kerajaan yang telah terpikat oleh kecantikan para penari Tayub dan salah satu Pemimpin yang terkenal karena tertarik oleh penari-penari ini adalah kisah Ki Ageng Mangir yang bernama Bagus Wanabaya yang harus menyerahkan nyawanya akibat tertarik oleh putri dari Panembahan Senopati yang bernama Retno Pembayun.
Panembahan Senopati telah sengaja mengirimkan serombongan penari ke daerah Mangir (berada di wilayah Bantul). karena mangir tidak mau tunduk kepada Mataram.
Ki Ageng Mangir merasa bahwa tanah perdikan Mangir merupakan tanah yang bebas yang tidak terikat kepada Mataram.
Dan salah satu penari (ledek) adalah Retno Pembayun, putri Sang Panembahan Senopati sendiri.
Dan ketika kemudian Ki Ageng Mangir telah melihat kecantikan dari Roro Pembayun maka tertariklah Ki Ageng Mangir yang pada waktu itu tidak mau tunduk kepada kerajaan Mataram.
Hingga akhirnya Ki Ageng mangir pun harus menyerahkan nyawanya pada sang mertua karena cintanya yang sangat besar kepada sang istri, Retno Pembayun.
Ketika dirinya harus menghadap kepada mertuanya, maka pada saat itulah Ki Ageng Mangir yang sedang sujud di depan kaki Panembahan Senopati, sang panembahan telah menggunakan sebuah batu untuk memukul kepala Ki Ageng Mangir sehingga matilah penguasa tanah perdikan Mangir ini.
Sebuah kecintaan kepada sang istri yang berujung maut.
Namun itulah sebuah pilihan yang harus diambil oleh Bagus wanabaya demi
***
Tirta Jaya Kusuma, Bayu dan Adnan serta ketika orang pemuda yang mengawal telah duduk di pinggir agak jauh dari para penari ini.
sementara itu beberapa orang penonton nampaknya telah turun untuk menari bersama para ledek ini.
Namun nampaknya para ledek ini masih menjaga jarak dengan para penonton yang ikut menari.
Hingga akhirnya beberapa orang yang nampaknya mempunyai jabatan dan kedudukan yang telah diundang oleh Ki Demang Pucak wangi ini telah turun untuk menari mengikuti tarian dari ledek-ledek ini.
Mereka nampak bersemangat karena memang inilah hiburan pada masa-masa itu.
hiburan yang sangat meriah yang memang digemari oleh para muda dan laki-laki.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, ledek dianggap bercitra negatif karena dalam beberapa penari bisa di ajak oleh pria pria kaya dan memang dalam beberapa pertunjukan telah menjadi rahasia umum bahwa pria-pria yang menari bersama para ledek yang kemudian mendapatkan sampur dari sang penari, maka pria ini berhak untuk menemani sang penari setelah acara tarian tayub ini selesai.
***
Ketika kemudian seorang pria tinggi besar telah ikut menari di antara orang-orang ini dan mendekati gadis penari tayub, pria ini berwajah cukup seram dengan brewok menutupi wajahnya.
Rambutnya agak panjang dan tidak tertata sehingga menimbulkan kesan yang cukup sangar dan cukup menakutkan bagi gadis-gadis penari ini.
apalagi ketika kemudian pria ini dengan sedikit memaksa telah menari di hadapan gadis yang paling muda dan paling cantik diantara keempat penari ledek ini.
gadis di nampak agak takut-takut menghadapi gerakan-gerakan dari pria yang terkesan kasar dan brangasan.
Akan tetapi inilah resiko yang harus dihadapi para penari ini.
Pekerjaan ini menuntut mereka harus melayani siapapun para laki-laki yang ingin terjun dan menari bersama mereka.
Namun demikian, haknya dari para penari tayub lah untuk menentukan pria mana yang ketiban sampur atau selendang yang digunakan gadis-gadis penari ini yang menunjukkan bagi para pria yang ikut menari bahwa sang penari menghendaki seorang pria bersamanya.
Ketika kemudian seorang pria muda telah pula turun mengikuti tarian-tarian dari para penari tayub ini, maka pemuda ini nampaknya mendapatkan perhatian lebih dari para penari.
Namun nampaknya pemuda ini harus menahan diri karena gerakan-gerakan dari pria brewok dan terlihat kasar ini telah sengaja menghalangi pergerakan dari sang pria muda yang berwajah cukup tampan di antara orang-orang yang ada di tempat ini.
Nampaknya pemuda ini adalah anak seorang yang mempunyai kedudukan di wilayah ini.
namun demikian nampaknya pria ini pun agak tidak senang dengan pria brewok ini yang nampaknya telah tergila-gila dengan gadis yang paling muda dan paling cantik di antara empat orang gadis penari tayub ini.
Untuk sesaat laki-laki brewok ini nampak dan menguasai penari yang satu ini sehingga yang lainnya pun tidak berani mendekat ke arah penari yang satu ini.
Sementara itu seorang penabuh gamelan yang nampaknya adalah pemimpin dari rombongan tayub ini nampak sangat khawatir dengan para ledek, terutama dia mengkhawatirkan penari yang paling muda.
Matanya tak henti-hentinya memandang ke arah bawah panggung walaupun kedua tangannya tetap menggerakkan pemukul ke kenong-kenong yang ada di depannya. (kenong; alat musik berbentuk gong kecil yang tersusun sejajar).
Jika orang memperhatikan dengan seksama pria tua yang menjadi pemimpin dari rombongan kelompok tayub ini pastilah akan mengetahui bahwa pandangan pria ini terlihat sangat tajam.
Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu dalam diri laki-laki tua ini.
Ketika kemudian semakin larut akan tetapi ternyata pria brewok dan kasar ini terus saja ingin menguasai gadis ini maka pria muda yang beberapa kali berusaha mendekati gadis ini pun nampaknya mulai merasa bahwa laki-laki brewok ini mulai keterlaluan.
Apalagi gadis muda ini pun belum juga memberikan sampur atau selendang yang ada pada dirinya pada pria brewok ini.
Justru penari Tayub ini nampaknya agak ketakutan dengan solah tingkah dari pria brewok dan terlihat kasar ini.
Sementara itu penari-penari lain pun sudah mulai memberikan sampurnya kepada pria-pria yang telah dikehendaki oleh gadis-gadis ledek ini.
Seorang gadis penari yang berpakaian biru telah memberikan sampurnya yang berwarna biru pula kepada seorang pria yang nampaknya terlihat cukup gagah walaupun sudah agak sedikit tua.
Sementara itu gadis penari tayub yang lain telah memberikan selendangnya pula kepada seorang pria muda sehingga mereka pun telah menarik bersama tanpa bisa diganggu lagi oleh pria-pria lainnya yang mengikuti irama gamelan.
Sementara seorang lagi gadis yang mengenakan pakaian berwarna emas pun nampaknya telah bersiap memberikan selendangnya yang berwarna keemasan kepada seorang pria yang sejak tadi telah mengiringi tariannya.
"Ragil, kita nampaknya akan mendapatkan kesulitan dengan laki laki brewok itu," kata sang pemimpin yang menghadapi seperangkat kenong di depannya kepada seorang pria lain yang memegang slenthem (alat musik gamelan yang berupa lempengan lempengan besi yang disusun sejajar diatas kotak kayu).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Bimo
Seneng rasanya seni budaya Jawa diceritakan dengan gamblang, semoga kebudayaan Jawa tetap lestari.
2024-10-08
0
Alan Bumi
demi apa?
2023-11-11
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
penari tayub ama penari sintreng sama gk y
2023-07-10
9