Dan kedua prajurit yang berada di paling depan tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka hanya melihat bahwa kuda yang ditunggangi oleh prajurit ketiga yang berada di paling belakang telah meringkik keras dan mengangkat kakinya, kemudian membedal lari tanpa bisa dikendalikan lagi oleh sang pemilik.
Untunglah setelah beberapa saat kuda tersebut berhasil dihentikan oleh beberapa orang pemuda yang berada di tengah-tengah padukuhan yang nampaknya sedang berkumpul di banjar padukuhan kecil ini.
Sesaat kemudian mereka pun telah mencapai di pusat padukuhan ini.
Ketika mereka telah bertemu dengan sekelompok anak muda, seorang anak muda kemudian telah menyapa Ki Sindurejo dan dua orang kawannya ini.
"Oh ternyata Ki Sindurejo! Mari silakan Ki," sapa salah seorang anak anak muda ini yang nampaknya telah mengenal baik dengan pemimpin dari ketiga prajurit ini yang bernama Ki Sindurejo.
Ki Sindurejo dan seorang kawannya kemudian turun dari kuda-kuda mereka sementara Sastro Direjo juga telah menambatkan kudanya di depan banjar padukuhan ini setelah anak-anak muda ini menyerahkan tali kekang kuda yang mereka tangkap kepada Sastro Direjo.
Dan begitu telah turun dari punggung kuda, Ki Sindurejo kemudian telah berkata kepada beberapa orang anak muda ini.
"Apakah kalian mengenal anak-anak muda ini?" Tanya Ki Sindurejo seraya menunjuk ke arah tiga orang anak muda yang nampaknya berpakaian aneh.
Beberapa orang anak muda yang merupakan pemuda-pemuda dari padukuhan kecil ini pun segera memandang dengan pandangan yang aneh pula ke arah tiga orang pemuda yang telah dibawa oleh tiga orang prajurit ini.
"Mereka bukan warga kami Ki Sindurejo! Mereka bukan penduduk padukuhan ini, kami tidak mengenali mereka," kata seorang pemuda yang nampaknya menjadi pemimpin diantara beberapa orang pemuda yang ada di depan banjar padukuhan ini.
Sementara itu mendapati di depan banjar padukuhan nampaknya telah datang tiga orang prajurit dan tiga orang asing, beberapa orang sesepuh yang berada di dalam banjar pun segera melangkah keluar.
Mereka adalah Ki Buyut yang merupakan pemimpin padukuhan ini dan juga beberapa sesepuh padukuhan lainnya.
Begitu para sesepuh ini keluar, mereka pun telah melihat bahwa ada tiga orang prajurit yang telah mereka kenal dengan baik.
Ketiga orang prajurit ini memang sering melintasi paduan kecil mereka.
"Oh Ki sindurejo! Monggo, monggo pinarak Ki Sindurejo," kata Ki Buyut yang kemudian telah mempersilahkan ketiga prajurit ini untuk naik ke atas teras banjar.
Ya Banjar Ini adalah sebuah rumah panggung yang didirikan untuk melakukan pertemuan dan aktivitas lainnya dari para warga padukuhan ini.
Banjar padukuhan ini terbuat dari kayu jati yang memang banyak terdapat di daerah ini dan berbentuk Joglo dengan lantai panggung.
Kemudian Ki Sindurejo telah memerintahkan ketiga orang anak muda ini untuk naik ke banjar lebih dulu barulah setelah ketiganya berada di teras banjar. Ki Sindurejo dan kedua kawannya pun mengikuti naik ke teras banjar dan duduk bersama dengan para sesepuh padukuhan dan Ki Buyut padukuhan ini.
"Apakah Ki Buyut pernah melihat ketiga pemuda ini?" Tanya Ki Sindurejo kepada Ki Buyut.
Dan sejak tadi pun sebenarnyalah Ki Buyut telah memperhatikan ketiga anak muda ini yang nampak asing, yang telah dibawa oleh prajurit-prajurit ini.
Demikian pula dengan beberapa orang sesepuh ini yang nampak memandang dengan heran ketika tiga orang pemuda ini telah duduk bersila dengan sopan di hadapan mereka.
Apalagi ditambah dengan pakaian-pakaian yang mereka yang nampaknya berbeda dengan pakaian-pakaian yang mereka kenakan.
Pada jaman itu, banyak dari para pemuda di tempat ini yang masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain sarung dan celana sebatas lutut untuk menutupi tubuh bagian bawah mereka.
Bahkan anak anak kecil sampai usia tujuh atau delapan tahun pun banyak yang tidak berpakaian karena memang sandang yang masih sangat mahal di jaman tersebut.
Hanya para pejabat dan juga para sodagar yang mengenakan pakaian yang bagus, sedangkan rakyat kecil hanya mengenakan pakaian ala kadarnya saja.
###
Wajah ketiga pemuda ini bukanlah wajah wajah pemuda desa dan ini telah menarik perhatian dari Ki Buyut dan para sesepuh yang sedang berkumpul di banjar padukuhan ini.
Mereka lebih terlihat seperti wajah wajah bangsawan yang beberapa kali mereka saksikan ketika para bangsawan itu mengunjungi dukuh dukuh dan desa-desa yang ada di sekitar kadipaten ini.
"Sebenarnya kalian ini siapa dari mana dan mau ke mana!?" Akhirnya Ki Sindurejo menanyakan hal ini langsung kepada ketiga pemuda ini setelah tidak mendapatkan jawaban yang pasti dari beberapa orang di padukuhan ini.
Dan seorang pemuda jangkung yang mempunyai tatapan mata yang sangat tajam namun teduh lah kemudian yang menjawabnya.
Dia yang lebih dikenal atau dipanggil oleh dua kawannya ini sebagai Lowo Ijo telah tersenyum dan kemudian berkata;
"Kami bertiga adalah para perantau yang ingin mencari pengalaman hidup Ki Sindurejo dan juga Ki Buyut serta poro sesepuh," kata Lowo Ijo dengan lembut dan sabar.
"kami telah melakukan satu perjalanan yang sangat jauh melewati berbagai rintangan dan kami tadi telah melewati pegunungan yang ada di sana kata Lowo Ijo sambil menunjukkan ibu jarinya nya ke arah dari mana dia datang dimana terlihat sebuah sebuah pegunungan yang memanjang dari timur ke barat, ini adalah Pegunungan Kendeng yang membentang di sepanjang Pulau Jawa bagian utara yang melintasi Sragen Salatiga Grobogan Pati Blora dan Rembang serta menembus sampai ke Jawa Timur.
Pegunungan ini dikenal oleh warga sekitar sebagai Gunung Gamping yang berarti Gunung Kapur.
Akan tetapi nampaknya sang prajurit ini cukup teliti sehingga kemudian dia pun telah berkata;
"Jika kalian melakukan perjalanan yang jauh maka tubuh kalian pastilah tidak terawat dan akan menjadi kotor serta berdebu, tapi aku lihat kalian masih cukup bersih dan kulit kalian nampak begitu terawat tidak seperti para perantau yang lain," Kata sang pimpinan prajurit ini dengan nada yang masih bercuriga.
"Kami terbiasa menjaga kebersihan badan kami Ki Sindurejo." Jawab Lowo Idjo tersenyum.
Dan kemudian Lowo Cilik lah yang telah mengambil alih pembicaraan dan menceritakan tentang apapun sehingga tidak menarik perhatian berlebihan dari Ki sindurejo dan orang-orang paduan kecil ini.
"Baiklah untuk sementara kami mempercayai keterangan kalian.
Dan selanjutnya kalian akan ke arah mana dan apa tujuan dari perjalanan kalian ini." Tanya Ki Sindurejo.
"Sebenarnya kami ingin menuju ke kota kadipaten Pati Pesantenan. Kami ingin melihat Kota Kadipaten Pati!" Jawab Lowo Gemblung sambil tersenyum.
"Lalu apa tujuanmu menuju kota kadipaten Pati ini?" Tanya Ki Sindurejo.
Sebagai seorang prajurit dari Kadipaten Pati, Ki Sindurejo mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi semua yang mencurigakan baik itu orang asing yang datang ke wilayahnya maupun para penduduk asli dari padukuhan dan desa-desa yang ada di kadipaten ini.
"Kami hanya ingin mencari pengalaman saja Ki Sindurejo," jawab Lowo Idjo.
"Baiklah kalau begitu, kami akan melanjutkan perjalanan kami." kata Ki Sindurejo.
"Ki Buyut aku serahkan tiga pemuda ini kepada kalian nampaknya mereka bukanlah orang-orang yang berbahaya akan tetapi aku harap kalian bisa menjaga padukuhan ini dengan baik karena keadaan semakin gawat dan genting."
"Adipati Pragola telah memerintahkan kepada kita semua untuk berjaga-jaga dari orang-orang asing yang mencari tahu dan merupakan mata-mata dan telik sandi dari Mataram," kata Ki Sindurejo seraya bangkit dari duduknya.
"Dan engkau Lowo Ijo, aku harap kalian bisa menjaga diri dan berhati-hati ketika memasuki tlatah Kadipaten Pati ini karena keadaan dari kadipaten ini yang sedang genting," kata Ki Sindurejo yang kemudian telah turun dari banjar dan telah mengajak kedua kawannya untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju ke arah utara.
Setelah kepergian dari ketiga prajurit tersebut ke arah utara yang nampaknya akan menuju ke desa induk dari dukuh ini yakni desa Pucakwangi, Ki Buyut kemudian telah mengeluarkan kendi untuk menghilangkan dahaga.
Ya siang ini udara terasa sangat panas dan sangat terik, sehingga beberapa sesepuh dari padukuhan ini memang sedang berada di banjar ini setelah pagi sampai siang hari mereka bekerja di sawah-sawah mereka yang ada di lereng-lereng pegunungan kapur yang membentang di perbatasan antara Pati dan juga Grobogan dan Blora.
Dan mereka memang sedang membicarakan akan perintah dari sang Adipati Pragolo yang memerintahkan kepada segenap warga Pati pesantren untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan.
"Silakan anak mas, silakan diminum. Kami hanya bisa menyediakan kendi ini saja untuk kalian menghilangkan dahaga," kata Ki Buyut yang nampaknya telah menjadi lebih ramah setelah berbincang beberapa saat dengan ketiga pemuda ini.
Sebagai seorang tua yang penuh pengalaman hidup, Ki Buyut dapat menilai akan sifat-sifat dan kejujuran dari ketiga orang pemuda asing ini.
"Sebenarnya ketiga anakmas ini berasal dari mana? Anakmas ini seperti para bangsawan yang sedang melakukan perjalanan jauh dan menyamar? Apakah benar tebakanku ini Anakmas!?" tanya Ki Buyut.
"Sebenarnya Kami memang sedang melakukan perjalanan Ki Buyut. kami bukanlah bangsawan yang sedang melakukan perjalanan Ki Buyut, apa lagi sedang melakukan penyamaran."
"Kami hanya lah tiga orang pemuda biasa yang ingin menambah pengalaman hidup dan kalau mungkin ingin mengabdi kan tenaga kami di kadipaten Pati." Kata Lowo Idjo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Pragola Pati
jos kang
2023-07-04
9
Indang Hartatik
tambah wawasan dan pengetahuan y Thor, good job and lucky
2023-07-03
8
Nastiti
cerita sejarah nusantara.. banyak orang yg tidak tahu
2023-07-01
6