Tirta Jayakusuma: Sak Dumuk Batuk Sak Nyari Bumi
Siang yang panas dan terik.
Matahari tepat berada di atas kepala ketika tiga orang pemuda berjalan melintasi jalan berbatu disebuah padukuhan yang terlihat sepi karena sebagian penduduknya yang tengah bekerja di sawah dan pategalan.
Ketika kemudian dari arah belakang ketiga pemuda ini telah terdengar beberapa ekor kuda yang berjalan cepat menuju ke arah mereka.
Setelah dekat, ternyata ada tiga ekor kuda yang tengah melintasi jalanan utama padukuhan ini.
Sesaat ketika kuda ini yang ternyata di atasnya terdapat tiga orang yang nampaknya adalah prajurit-prajurit kadipaten yang tengah kembali dari tugas mereka.
Begitu mereka melewati ketiga orang pemuda ini tiba-tiba mereka telah menarik kekang-kekang kuda mereka sehingga secara serentak ketiga kuda ini telah meringkik dan mengangkat kaki depannya dan berhenti seketika itu juga.
Seorang pria yang nampaknya adalah pemimpin di antara ketiga orang ini segera menolehkan kepalanya dan memandang ke arah ketiga orang pemuda yang sedang berjalan dengan santai.
"Hei....!"
"Siapa kalian!" Seru pemimpin diantara ketiga orang ini.
"Nampaknya kalian bukanlah warga dari padukuhan ini.
kami telah mengenal hampir semua pemuda dari padukuhan ini akan tetapi kami belum pernah melihat keberadaan kalian di tempat ini," tanya pemimpin dari tiga orang prajurit ini.
"Dan lagi pakaian kalian itu sungguh aneh, belum pernah aku melihat pakaian seperti yang kalian kenakan itu!" Seru pemimpin prajurit ini dari atas kudanya.
Ketiga anak muda yang disapa demikian nampaknya juga segera menyadari bahwa penampilan mereka akan menarik perhatian jadi orang-orang di daerah ini jika mereka bertemu dengan orang-orang yang lainnya lagi.
Seorang anak muda yang bertubuh gemuk dengan wajah penuh senyum Dan ceria nampak memandang seorang pemuda yang lain dengan tersenyum dan seperti memperingatkan bahwa nampaknya mereka berada pada tempat yang salah untuk memakai pakaian yang mereka kenakan.
"Kakang Lowo Ijo, nampaknya kita harus segera berganti dengan pakaian yang sesuai dengan keadaan di zaman ini," kata pemuda tinggi besar seperti anak gajah ini.
Pemuda yang dipanggil sebagai "Kakang Lowo Ijo" ini adalah seorang pemuda yang tinggi kurus dengan pandangan mata yang sangat tajam dan alis yang cukup tebal menunjukkan bahwa pemuda ini adalah seorang anak muda yang mempunyai kekuatan batin yang tidak dapat diukur kedalamannya.
Sementara pemuda ketiga adalah seorang pemuda yang bertubuh tidak terlalu besar dan tidak kecil akan tetapi cukup berisi.
"Heh Lowo Gemblung, yang menimbulkan kecurigaan mereka itu karena perutmu yang Jemblung seperti anakan gajah itu, bukan karena pakaian kita!" Sahut pemuda ketiga.
"Sudahlah lowo cilik, memang penampilan kita nampaknya terlalu mencolok dan menarik perhatian bagi orang-orang yang hidup di jaman ini," kata Pemuda jangkung dan mempunyai pandangan sangat tajam ini.
Sementara itu mendengar pembicaraan diantara ketiga orang anak muda ini nampaknya para prajurit ini tidak memahami apa yang telah mereka bicarakan.
"Sudahlah, kalian adalah para pemuda yang mencurigakan, kalian akan aku bawa ke banjar padukuhan ini untuk kami tanyakan pada Ki buyut Dukuh dan Ki Jagabaya ," kata Sang Pemimpin prajurit.
"Baik Pak prajurit, kami akan mengikuti kalian kami akan menghadap kepada Ki buyut dukuh ini jawab pemuda tinggi besar dengan perut sebesar gentong ini dengan wajahnya yang penuh ceria dan penuh senyum sambil membungkukkan tubuhnya.
"kalian ikut dbelakang kami," kata sang pemimpin prajurit ini.
"Sastro Direjo! Kamu berada di belakang sendiri untuk menjaga ketiga pemuda ini," kata Sang pemimpin prajurit lagi.
Ketiga prajurit ini kemudian telah mulai bergerak dengan menepuk kuda kuda mereka dan mengiringi ketiga pemuda asing ini untuk menuju ke Banjar padukuhan.
Akan tetapi nampaknya setelah beberapa saat, prajurit yang menunggangi kuda paling belakang yang mengawal ketiga pemuda ini menjadi bersungut-sungut.
"Kang Branjang! Pelan sedikit!" Seru prajurit yang dipanggil dengan nama Sastro Direjo ini.
Ya, ternyata salah satu dari tiga pemuda ini telah berjalan dengan santai dan seenaknya sehingga telah tertinggal dari dua rekannya yang berjalan lebih cepat mengikuti dua prajurit yang menunggang kuda didepannya.
Pemimpin prajurit itu kemudian telah menoleh ke belakang dan melihat jarak yang cukup jauh antara dirinya dan dua orang pemuda yang mengikuti di belakangnya dengan seorang pemuda lagi yang ternyata berjalan begitu lambatnya dengan Sastro Direjo yang nampak merasa jengkel dengan lambatnya pemuda besar yang sedang dikawalnya ini.
Sementara itu Lowo Ijo dan juga Lowo Cilik nampak menahan senyum di wajah mereka melihat tingkah laku Lowo Gemblung yang mungkin sengaja memperlambat perjalanan mereka ini.
Dan Sastro Direjo nampaknya tidak mempunyai kesabaran menghadapi Lowo Gemblung ini.
Dan tiba-tiba saja dia telah mengayunkan kaki kanannya ketika kudanya telah menjajari jalan dari Lowo Gemblung.
Tendangan yang dilakukan dengan kaki kanan dari seorang prajurit cukup keras.
Akan tetapi sepertinya Lowo Gemblung tidak mengetahui bahwa si prajurit yang mengawalnya dari belakangnya Ini yang kemudian telah menjajarinya ini telah mengayunkan kaki kanannya menendang ke arahnya.
Dan...!
"Dug..!"
Tendangan telah membentur bahu kiri dari pemuda besar ini.
Bukannya kesakitan ataupun jatuh pemuda ini nampak tenang-tenang saja menerima tendangan kaki kanan dari sang prajurit dari atas kudanya.
Justru kaki kanan dari sang prajurit lah yang nampaknya tergetar akibat membentur bahu kiri dari Lowo Gemblung yang terlihat sangat besar dan penuh dengan daging seperti punuk yang ada di punggung sapi.
Sang prajurit nampak terkejut mendapati kenyataan bahwa tendangannya yang cukup keras sepertinya tidak dirasakan oleh pemuda besar seperti anak gajah ini.
Kembali dia telah mengayunkan kaki kanannya kembali.
Akan tetapi kali ini si pemuda besar ini nampaknya sengaja menundukkan tubuhnya sehingga tendangan itu kemudian lewat di atas tubuh besarnya yang sedang menunduk.
Dan pemuda besar dengan perut sebesar gentong ini tiba-tiba telah membuat satu gerakan menepuk bokong kuda yang ditunggangi Sastro Direjo sang prajurit.
Tepukan dari pemuda sebesar anak gajah ini hanyalah tepukan biasa akan tetapi begitu tepukan itu telah mengenai bokong kuda seketika kuda ini telah meringkik keras.
Kaki depannya terangkat tinggi sehingga hal ini telah mengagetkan diri Sastro Direjo yang sedang menunggangi kuda ini.
Sastro Direjo tidak melihat gerakan dari pemuda besar ini.
Dan begitu kuda yang ditungganginya mriki keras dan mengangkat kakinya seketika itu juga sastradirejo yang tidak bersiap sedia pun terlempar dari punggung kuda yang sedang berdiri dengan kaki terangkat tinggi.
Dan kuda tersebut telah lepas tali kekangnya dari pegangan Sastro Direjo.
Seketika udah tersebut telah berlari ke depan dengan kencangnya.
Seorang prajurit yang kehilangan kuda adalah seorang prajurit yang pecundang maka ketika itu Sastro Diredjo telah berlari pula mengejar ke arah larinya sang kuda yang menuju ke arah padukuhan yang ada di depan mereka.
Sementara itu pemuda besar sebesar anak gajah yang dipanggil oleh kawan-kawannya sebagai Lowo Gemblung ini nampak tertawa terbahak menyaksikan kejadian ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Alan Bumi
udah = kuda
2023-11-10
1
Idaayu Diastuti
asiiiikkkk....mas tirta dah kembali...😍
2023-09-12
2
𝑨𝒔𝒘𝒊𝒏
semangat
2023-09-11
2