"Mau kemana, Bid?" tanya Diana ketika melihat Abidzar sudah rapi padahal belum waktunya pergi ke kantor.
"Ke rumah sakit," jawab Abidzar.
Abidzar dan Diana sudah pulang sejak semalam. Tapi karena terlalu larut Abidzar memutuskan menyusul Dzakiyya pagi ini.
"Tapi, Bid. Mama takut!"
Diana mencoba menahan Abidzar lagi. Tapi Abidzar tidak membiarkan itu terjadi karena hari ini sangat penting. "Ma, tapi Abidzar harus pergi!"
"Bagaimana kalau tiba-tiba mama pingsan seperti kemarin?" tanya Diana.
"Abid sudah meminta Joshua datang. Selagi Abid tidak di rumah, dia yang akan menjaga mama. Lagipula ada Nafisa juga," jawab Abidzar.
"J-Joshua?" tanya Diana. Sedikit terkejut karena tiba-tiba Abidzar menyebut nama itu.
"Mama tidak perlu takut. Dia salah satu staff Abid di kantor. Yang sering membantu Dzakiyya selama ini. Orangnya bertanggungjawab mama pasti akan aman," jelas Abidzar.
"O-oh," kata Diana lega. Sebelumnya Diana takut Abidzar mengetahuinya rencana busuknya tempo hari.
"Kalau begitu Abidzar pamit!"
Abidzar mencium punggung tangan Diana. Lalu menghampiri Nafisa yang sedang menyiapkan sarapan. Meskipun tidak mencintai istri keduanya ini tapi Abidzar tetap memperlakukannya dengan baik. "Nitip mama ya, Naf?" pamit Abidzar.
"Mas nggak sarapan dulu?" tanya Nafisa.
"Enggak," jawab Abidzar.
Pria itu pergi tanpa memberikan ciuman seperti yang Nafisa harapkan. Membuat Nafisa membanting kain lap yang ada di tangannya. Sudah harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan, merawat mertuanya yang sakit. Lalu suaminya pergi begitu saja tanpa menyentuhnya sedikitpun.
"Apa sih Mas hebatnya Dzakiyya itu. Bukankah dia hanya wanita mandul. Kenapa Mas lebih perhatian dengannya?" batin Nafisa.
Dengan malas Nafisa melanjutkan tugas yang biasanya dilakukan Dzakiyya. Sementara Abidzar, setelah beberapa kali mampir membeli sesuatu akhirnya sampai di rumah sakit.
Abidzar mengintip Dzakiyya dari balik kaca. Melihat Dzakiyya sangat telaten merawat ibunya. Saat Diana sakit tempo hari, Dzakiyya juga memperlakukannya sama seperti ini. Tidak ada perbedaan saat Dzakiyya merawat ibu kandung atau ibu mertua. Sayangnya balasan yang Dzakiyya dapatkan tidaklah sama. Santi begitu lembut, sementara Diana sering komplain dan marah tanpa alasan. Sangat miris, padahal seingat Abidzar Diana sangat menyukai Dzakiyya saat mereka masih berpacaran. Dan sampai sekarang Abidzar tidak tahu apa yang membuat Diana berubah.
"Semoga suatu hari mamaku bisa menyayangimu seperti dulu lagi, Dza!" harap Abidzar.
Abidzar menghela nafas panjang. Memperbaiki ekspresi kemudian menghampiri istri serta mertuanya dengan wajah ceria. "Selamat pagi, Sayang! Selamat pagi, Ma!"
Dzakiyya dan Santi menoleh. Melihat Abidzar masuk dengan membawa beberapa barang.
"Mas Abid?" kata Dzakiyya.
Dzakiyya menyambut Abidzar. Mencium punggung tangannya sementara Abidzar membalasnya dengan hujan ciuman tanpa malu dilihat mertuanya. Bahkan Santi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah menantunya.
"Bid, ini rumah sakit!" tegur Santi.
"Abid tahu kok, Ma!" jawab Abidzar sembari menyerahkan barang bawaannya kepada Dzakiyya. Sementara Abidzar langsung mendekati mertuanya dan memeluknya.
"Maaf, semalam tiba-tiba Mama Diana pingsan. Jadi Abid tidak bisa mengantar anak cantiknya mama ini kemari," kata Abidzar.
Santi mengangguk mendengar penjelasan Abidzar. Tidak marah ataupun kecewa. Malah merasa senang karena Abidzar masih menyempatkan diri untuk melihatnya meskipun sangat sibuk. "Nggak apa-apa. Oh iya, bagaimana keadaan ibumu?" tanya Santi.
"Mama baik," jawab Abidzar.
"Syukurlah kalau begitu," kata Santi.
Setelah kedatangan Abidzar, tidak ada hal khusus yang mereka lakukan. Abidzar hanya memaksa menyuapi Dzakiyya makan. Sementara Santi tak henti-hentinya mengucap syukur melihat hubungan manis antara anak dan menantunya. Untuk makan, Santi tidak bisa makan lagi karena sudah harus puasa menjelang operasi. Ketika Abidzar selesai menyuapi Dzakiyya, barulah dia menemui dokter untuk berkonsultasi tentang kondisi Santi.
Beberapa jam kemudian tibalah waktunya operasi. Dua orang suster mendorong ranjang menuju ruang tindakan. Sementara Abidzar dan Dzakiyya mengikuti di belakangnya. Tepat sebelum masuk ke ruangan, Santi memanggil Abidzar. Menarik Abidzar dan membisikkan sesuatu yang membuat Abidzar berkaca-kaca.
"Mama titip Dzakiyya ya Bid. Kalau terjadi sesuatu dengan mama dan mama nggak bangun lagi, tolong hibur dia!" bisik Santi sembari memegang tangan Abidzar.
Raut Abidzar berubah. Baru kemarin ibunya mengatakan kata-kata seolah hampir meninggal. Dan sekarang mertuanya mengatakan hal serupa. Apa memang secepat ini mereka akan pergi?
"Ma, operasinya pasti lancar. Jadi jangan berpikiran yang aneh-aneh. Mama akan sembuh dan bangun dalam keadaan sehat," hibur Abidzar.
Shanti mengangguk, lalu ganti memanggil Dzakiyya. Abidzar tidak tahu apa yang mertuanya bisikkan. Tapi melihat ekspresi yang ditunjukkan Dzakiyya padanya, Abidzar tahu itu bukan hal yang bagus. "Mereka tidak membicarakan hal buruk tentangku kan?" batin Abidzar.
"Baiklah, kami harus membawa pasien masuk karena operasinya akan segera dimulai. Ibu dan bapak silahkan menunggu di luar," kata suster.
Abidzar dan Dzakiyya mundur. Sementara suster kembali mendorong ranjang Santi. Melihat ibunya akan dioperasi membuat Dzakiyya gugup. Bahkan meskipun Dzakiyya sudah merapal doa dan bertasbih sekalipun.
"Jangan takut. Semuanya akan baik-baik saja!" hibur Abidzar.
Abidzar memegang tangan Dzakiyya. Menciumnya beberapa kali dan mengedipkan satu matanya sehingga membuat Dzakiyya mencubit Abidzar. "Sejak kapan kamu genit begini, Mas?" tanya Dzakiyya.
"Sejak aku kenal dan menikah denganmu," jawab Abidzar.
Mau tidak mau Dzakiyya tertawa dengan jawaban Abidzar. Dan kesempatan itu digunakan Abidzar untuk mencari tahu apa yang mertuanya bisikkan. "Apa yang mama katakan barusan?"
"Mama bilang Dza harus menurut sama Mas Abid. Tidak boleh melawan, membantah apalagi membuat Mas Abid marah. Patuh, mencintai dan melayani Mas Abid selamanya. Apa kamu senang mendengarnya, Mas?" sindir Dzakiyya.
"Tentu saja senang," jawab Abidzar
Abidzar serasa diatas awan. Senyuman lebar menghiasi wajahnya yang tampan. Tidak hanya mendapatkan istri yang cantik dan baik. Mertuanya pun juga sangat pengertian. "Sayang, sepertinya mama lebih sayang denganku daripada denganmu," goda Abidzar.
"Eh, kenapa Mas Abid bilang begitu?" tanya Dzakiyya.
"Karena mama tadi bilang. Kalau kamu nakal, Mas Abid boleh memberikan hukuman untukmu. Misalnya menghukummu di ranjang," jawab Abidzar.
Abidzar sengaja berbohong. Bukan hanya untuk menggoda Dzakiyya tapi juga merahasiakan apa yang mertuanya katakan agar Dzakiyya tidak sedih.
"Kamu pasti bohong, Mas! Mama nggak mungkin ngomong gitu," protes Dzakiyya.
Wajah Dzakiyya memerah. Masa iya mamanya membahas urusan ranjang. Lagipula sejak kapan mamanya ikut campur dalam urusan pribadinya.
"Enggak, kok! Tanya saja pada mama setelah mama bangun nanti," tantang Abidzar dengan senyum lebar.
Dzakiyya cemberut. Jika dia bertanya, yang ada dia ditertawakan ibunya nanti. Dan wajah cemberut yang Dza perlihatkan membuat Abidzar ingin menggigitnya. Tapi karena ini di rumah sakit Abidzar hanya bisa mencubit pipinya saja.
"Ayo, sampai kapan kita akan berdiri!"
Abidzar membawa Dzakiyya duduk di ruang tunggu sampai operasi selesai. Abidzar, Dzakiyya dan Santi memang menunjukkan hubungan yang manis. Tapi situasi berbeda justru menimpa Nafisa dan Diana di rumah.
Pura-pura sakit dan dirawat Nafisa seolah menjadi mimpi buruk bagi Diana. Tidak hanya malas-malasan, memasak pun Nafisa tidak bisa. Dari sarapan hingga makan malam semuanya terasa hambar.
"Mau nambah, Ma?" tanya Nafisa.
"Gak!" jawab Diana sewot.
Jangankan nambah. Menelan sesendok pun susah. Nasi di piringnya juga tidak banyak berkurang. Hari ini sepertinya menjadi satu-satunya hari dimana Diana menyesal karena telah memecat semua pembantunya saat Dzakiyya tidak ada.
Ting
Sebuah pesan masuk di masing-masing ponsel mereka. Diana yang dari awal sudah marah semakin emosi melihat isi pesan Abidzar yang mengatakan tidak pulang malam ini. Dengan wajah ditekuk dia berdiri. Meninggalkan meja makan tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Awas saja kamu, Dza!" umpat Diana dalam hati.
Ekspresi yang ditunjukkan Nafisa tidak jauh lebih baik. Hari ini dia sudah capek memasak. Jangankan mendapatkan pujian, dimakan pun tidak. Dan sekarang suaminya mengatakan tidak akan pulang. Tentu saja hal ini membuatnya menaruh kebencian pada Dzakiyya.
"Lihat saja, Mas! Suatu hari nanti aku akan membuatmu hanya akan melihatku. Bukan wanita mandul itu," gumam Nafisa.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sunarmi Narmi
Abid disini kmu sdh tau letak kesalahanmu kan..kamu tdkntegas dgn ibu tirimu itu....istri terzholimi ibu tiri diratukan pdhal iblis
2025-01-05
0
Yunerty Blessa
mertua dan Nafisa pun jahat.. cepat terbongkar kejahatan mama Diana..
2023-07-06
0
kembang kopi
selamatt Diana 🥳🥳🥳,,,kamuterjebak dalam dramamu sendiri 🤪
2023-04-11
0