Tinggal Selamanya

Hari terus berganti. Banyak hal telah berubah. Dzakiyya yang biasanya terima beres kini harus mengerjakan tugas rumah sendiri. Tidak ada lagi Dzakiyya yang berdandan rapi dan pergi ke kantor karena semua rutinitas itu telah digantikan oleh Nafisa. Tapi itu tidak membuat Dzakiyya marah karena dia tahu tujuan Abidzar melarangnya ke kantor adalah untuk melindunginya.

Dalam kurun waktu itu, Dzakiyya membiasakan diri tinggal seatap dengan madunya. Tapi sepertinya Dzakiyya harus membiasakan diri lagi karena ibu mertuanya memutuskan untuk tinggal selamanya di rumah yang sama.

"Ini apa, Ma?" tanya Abidzar ketika melihat Diana berdiri di depan pintu dengan membawa banyak barang.

Dzakiyya yang berdiri di belakang Abidzar langsung mencubit pinggang suaminya. Melarang suaminya menanyakan pertanyaan tak sopan seperti itu. "Mari masuk, Ma!" kata Dzakiyya mengalihkan pembicaraan.

Abidzar yang mendapatkan cubitan di pinggang hanya bisa meringis. Lalu segera mengikuti istrinya dengan membawa barang-barang milik Diana. Setelah mempersilahkan Diana duduk, Dzakiyya pergi ke dapur. Sementara Abidzar mulai membuka obrolan.

"Banyak banget barangnya, Ma!" kata Abidzar basa basi.

Diana melihat barang-barangnya sekilas. Lalu kembali melihat Abidzar. "Bid, mama boleh tinggal disini?" tanya Diana meminta ijin.

Abidzar batuk tanpa alasan. Ingin menolak tapi Diana adalah ibunya. Meskipun hanya ibu tiri tapi tetap saja orang inilah yang membesarkannya.

"Mama sudah semakin tua. Mama juga tidak sehat lagi. Jadi mama pikir ingin tinggal disini. Ingin melihat anak dan menantu mama lebih lama sebelum mama mati," lanjut Diana.

"Ma, jangan ngomong seperti itu!" kata Abidzar.

Abidzar menghela nafas panjang. Galau harus memberikan keputusan seperti apa. Satu sisi ingin menolak tapi takut dianggap sebagai anak durhaka. Abidzar semakin bimbang mengingat kondisi Diana yang kurang sehat. Itu membuat Abidzar sedih. Lebih sedih lagi karena bukan hanya Diana saja yang sakit. Tapi Santi, ibu Dzakiyya juga sakit. Wanita itu bahkan sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Dan demi kesehatannya, Abidzar dan Dzakiyya masih merahasiakan soal pernikahan kedua Abidzar.

"Boleh kan, Bid?" tanya Diana dengan memasang wajah memelas.

"Boleh kok, Ma!" jawab Dzakiyya yang tiba-tiba muncul dengan membawa nampan berisikan dua gelas teh.

"Dza?" kata Abidzar. Sedikit kaget karena istrinya memutuskan sesuatu tanpa berdiskusi dengannya dulu.

"Mas, apa yang harus dipikirkan. Bukannya rumah kita rumah mama juga?" tanya Dzakiyya.

Abidzar mengelus kepala Dzakiyya. Abidzar tahu rumah mereka bisa ditinggali anggota keluarga mereka. Tapi untuk tinggal selamanya sebenarnya Abidzar masih ragu. Terlebih mengingat hubungan antara Dzakiyya dan Diana yang kurang baik.

Selain itu sekarang kondisinya tidak sama. Ada Nafisa di rumah ini. Ada banyak hal yang harus diatur ulang. Misalnya pembagian kamar dan bagaimana solusinya.

"Mas?" panggil Dzakiyya ketika Abidzar tak kunjung memberi jawaban.

"Baiklah, mulai sekarang mama tinggal disini. Tapi untuk sementara mama tidur dengan Nafisa, ya?" kata Abidzar.

"Tidak mau!" tolak Diana.

"Ma, kamar tamu terlalu kecil. Abid akan menyewa tukang untuk renovasi. Setelah itu mama bisa pindah ke kamar yang baru," jelas Abidzar.

Tapi yang di bujuk tidak tahu diri. Jangankan menerima, dia malah meminta tinggal di kamar Dzakiyya. "Kan ada kamar Dzakiyya," ketus Diana.

Abidzar melirik Dzakiyya. Di rumah ini sebenarnya Diana sempat memiliki kamar sendiri. Tapi sekarang kamar itu ditempati Nafisa. Karena Diana meminta tinggal di kamar Dzakiyya, bukankah itu berarti Dzakiyya harus terusir ke kamar tamu. Membiarkan istri tersayangnya tersisih di rumahnya sendiri, siapa juga yang rela.

"Ma, Dzakiyya suka kamar itu. Mama mengalah ya?" pinta Abidzar.

Tapi permintaan Abidzar membuat raut wajah Diana berubah. Tentu ini membuat Abidzar serba salah. Dzakiyya yang mengerti situasi suaminya akhirnya mengalah. Tidak ingin hubungan suami dan mertuanya renggang hanya karena sebuah kamar.

"Mas, Dzakiyya bisa pindah!" kata Dzakiyya.

"Tapi, Dza,-" kata Abidzar.

"Sudahlah, Mas! Sekarang lebih baik Mas bantu Dza menyiapkan kamar agar mama bisa segera istirahat. Mama pasti lelah," potong Dzakiyya.

"Oke!" Abidzar mengikuti Dzakiyya dengan malas. Meninggalkan Diana yang merasa menang karena berhasil mengusir Dzakiyya dari kamarnya sendiri.

"Sayang, bukannya kamu terlalu cepat mengiyakan permintaan mama barusan?" protes Abidzar.

"Enggak kok," jawab Dzakiyya.

"Tapi,-"

Abidzar tidak sanggup lagi melanjutkan kalimatnya. Mulai pusing setelah mengingat bagaimana susahnya mendapatkan waktu untuk dihabiskan berdua dengan Dzakiyya jika ibunya ada. Sementara Dzakiyya yang tahu apa yang dipikirkan Abidzar hanya tersenyum.

"Kenapa?" tanya Dzakiyya.

"Bukan apa-apa," jawab Abidzar lesu.

Abidzar dengan cekatan membantu Dzakiyya mengganti sprei. Melirik istrinya sekilas. Lalu menghela nafas setelah memutuskan sesuatu. "Mas akan tetap menyiapkan kamar baru untukmu," kata Abidzar sedikit kesal.

"Iya," kata Dzakiyya menanggapi ocehan Abidzar.

"Sayang, maaf selalu membuatmu begini!" kata Abidzar lagi.

"Tidak apa-apa," jawab Dzakiyya.

Dzakiyya memegang pipi Abidzar untuk memperbaiki moodnya. Selanjutnya mengingatkan Abidzar bahwa malam ini dia harus ke rumah sakit karena besok mamanya akan operasi.

"Mas, malam ini Dza ingin menemani Mama Santi dirumah sakit. Mas Abid tolong ngomong ke Mama Diana ya?" pinta Dzakiyya.

Abidzar mengangguk. Mencium pipi Dzakiyya dan menjawab, "Mas juga mau menemani Mama Shanti malam ini."

Malam harinya.

Abidzar dan Dzakiyya siap pergi. Sudah naik ke mobil untuk berangkat. Tapi rencana mereka menemani Santi harus gagal karena Nafisa keluar dan mengatakan bahwa Diana sakit.

"Mas, mama pingsan!" teriak Nafisa panik.

Dzakiyya dan Abidzar saling pandang kemudian bergegas turun melihat keadaan Diana. Di dalam kamar, Abidzar mendapati Diana menggigil. Entah Dzakiyya, Abidzar ataupun Nafisa sekalipun. Ketiganya tidak tahu bahwa Diana hanya berpura-pura agar Abidzar tidak pergi.

"Bagaimana ini, Mas?" tanya Nafisa.

"Mau bagaimana lagi. Cepat bawa mama ke rumah sakit!" jawab Abidzar.

Abidzar segera mengangkat ibunya diikuti Nafisa dari belakang. Sementara Dzakiyya melenggang lebih dulu untuk membuka pintu. "Sayang, kita antar Mama Diana ke rumah sakit dulu. Setelah itu baru menemani Mama Santi ya?" kata Abidzar.

Rumah sakit tujuan mereka berbeda. Tidak ada pilihan lain bagi Abidzar selain mengantar Diana terlebih dulu. Toh ibunda Dzakiyya sudah ditangani dokter dan kondisinya stabil. Sementara ibunya sendiri belum mendapatkan penanganan. Tapi karena hari sudah semakin malam Dzakiyya memilih pergi sendiri dan membiarkan Abidzar mengantar Diana bersama Nafisa.

"Mas, Dza bisa pergi sendiri. Mas Abid cepat antar mama ke rumah sakit!" kata Dzakiyya.

"Tapi Dza?" tolak Abidzar.

Dzakiyya tidak memikirkan banyak hal. Karena yang penting adalah membawa mertuanya ke rumah sakit. Dzakiyya melihat Nafisa, menarik dan mendorongnya naik ke mobil. "Nafisa akan pergi denganmu, Mas!"

Begitulah akhirnya. Abidzar pergi mengantar Diana sementara Dzakiyya pergi menemui ibunya.

.

.

.

"Ma?" panggil Dzakiyya ketika sampai di ruangan ibunya.

Santi, wanita paruh baya yang terbaring lemah langsung menoleh. Tubuh ringkihnya bangkit untuk menyambut Dzakiyya.

"Sayang, kamu datang?" sambut Santi dengan senyum hangat.

"Ma, jangan terlalu banyak gerak!" larang Dzakiyya.

Dzakiyya membantu ibunya berbaring kembali. Sementara Santi yang mendapatkan omelan hanya bisa tersenyum. Dia tahu Dzakiyya akan mengomelinya. Tapi mau bagaimana lagi, Santi tidak bisa menahan diri untuk segera memeluk anak semata wayang kesayangannya ini. "Mama baik-baik saja. Jangan cemas!" kata Santi.

"Oh, iya. Mana Abidzar?" tanya Santi sembari melirik ke pintu.

"Mama Diana pingsan. Jadi Mas Abid membawanya ke dokter," jawab Dzakiyya.

Dahi Santi mengkerut. Lalu memegang tangan Dzakiyya untuk menasehatinya. "Mertuamu sakit. Bukannya merawatnya, kamu malah kesini?" protes Santi.

"Ma, mama juga sakit. Lagipula,-"

Dzakiyya tidak melanjutkan kalimatnya. Hampir saja dia keceplosan perihal Nafisa yang masih Dzakiyya rahasiakan.

"Lagipula apa?" tanya Santi penasaran.

"Lagipula sudah ada Mas Abid," jawab Dzakiyya.

"Ya sudah. Tapi besok cepat lihat mertuamu!" kata Santi.

"Besok kan mama operasi," kilah Dzakiyya.

"Kalau begitu setelah mama operasi," kata Santi tak mau kalah.

...***...

Terpopuler

Comments

Evy

Evy

mertua nya pasti pura2 sakit...

2024-07-27

0

Soraya

Soraya

kok bisa orang kaya punya perusahaan meributkan kmr, anehnya diana minta kmr Zakiya bukannya itu kmr utama nya Zakiya sama Abizar kok bsa diminta diana, aneh

2023-12-10

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

mertua yang menjengkelkan

2023-07-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!