Satu Atap Dengan Madu Pilihan Mertua
"Saya terima nikah dan kawinnya Nafisa binti Amrullah dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," ucap Abidzar dalam satu tarikan nafas.
"Bagaimana para saksi. Sah?" tanya seorang penghulu.
"Sah!"
"Sah!"
Seulas senyum merekah di bibir Nafisa. Wajahnya tersipu ketika mencium punggung tangan Abidzar yang kini resmi menjadi suaminya. Detak jantungnya berdetak kencang, terlebih saat Abidzar akan mencium keningnya. Dinikahi pria yang sangat dicintainya, siapa yang tidak bahagia?
Ya, itulah yang dirasakan Nafisa. Sedikit berbeda dengan Abidzar. Pria muda berparas rupawan, kaya dan mapan yang duduk di sebelahnya itu tidak menunjukkan banyak reaksi. Daripada disebut berbahagia, sepertinya kata dilema lebih pantas disematkan untuknya. Bagaimana tidak, karena pernikahan ini disaksikan langsung oleh Dzakiyya yang saat ini duduk beberapa syaf di belakangnya.
Dzakiyya, wanita yang berusaha tegar itu bukan hanya pemilik hati Abidzar, tapi juga istri pertama Abidzar. Istri pertama yang senyumnya belum muncul lagi semenjak Abidzar mengutarakan niatnya untuk menikahi Nafisa.
Abidzar menarik nafasnya dalam-dalam. Menyempatkan diri melirik ke arah Dzakiyya untuk melihat bagaimana reaksinya. Tatapan mereka bertemu. Abidzar tersenyum tipis, seolah berterimakasih atas restu yang Dzakiyya berikan. Berterimakasih karena Dzakiyya telah berbesar hati dan bersedia tinggal satu atap dengan madu pilihan ibunya.
Disisi lain, Dzakiyya membalas senyuman Abidzar meskipun dipaksakan. Sebuah senyum palsu seolah menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Abid," bisik Diana ketika Abidzar tak kunjung mencium kening Nafisa.
Wanita paruh baya yang tak lain ibu tiri Abidzar itu mulai jengkel. Jelas-jelas Nafisa duduk di samping Abidzar. Tapi mata Abidzar masih saja mencari sosok Dzakiyya. Diana menatap Abidzar tajam, memberikan sebuah kode lewat tatapan mata agar Abidzar segera melakukan apa yang harus dia lakukan.
Meskipun canggung, Abidzar tidak menolak. Dia langsung mencium Nafisa dan menyudahi prosesi akadnya. Doa-doa mulai dipanjatkan oleh tamu undangan. Pun dengan Dzakiyya yang langsung menunduk setelah melihat Abidzar mencium Nafisa. Tatapan matanya kosong, nyawanya seolah lepas dari tubuhnya. Tapi meskipun begitu mulutnya masih komat-kamit memberikan doa terbaik untuk suaminya.
Tentang Abidzar yang menikah lagi, sebenarnya Dzakiyya tidak rela. Wanita mana yang rela suaminya menikah lagi. Tapi apa yang bisa Dzakiyya lakukan. Bisakah dia egois dan menolak permintaan suaminya untuk menikah lagi sementara dirinya tidak bisa memberikan keturunan untuk Abidzar? Bolehkah Dzakiyya mengatakan jangan sementara jauh hari sebelumnya dokter sudah memberikannya hadiah dengan vonis kemandulan?
"Semoga istri keduamu bisa memberikan seorang anak yang tidak pernah bisa kuberikan padamu, Mas!" gumam Dzakiyya.
Dzakiyya menggigit bibirnya, air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya tumpah juga. Dzakiyya menghapus dengan satu tangannya, sementara tangan yang lain menyentuh perut yang selamanya tidak akan pernah membesar. Selanjutnya yang Dzakiyya lakukan adalah mengutuk dirinya sendiri sebagai penyebab utama adanya madu di rumah tangganya.
"Kenapa Tuhan. Kenapa Engkau tidak mengijinkan satu janin pun tumbuh rahimku?" jerit hati Dzakiyya.
Tahap ini Dzakiyya sudah mencapai batasnya. Peluh di keningnya mulai membanjir. Penglihatannya kabur dan nafasnya tersengal. Mendengar Abidzar mengucapkan janji suci jelas mematahkan hatinya. Melihat Abidzar mencium Nafisa meremukkan tulang-tulangnya. Sebelum Dzakiyya tumbang, sebelum Dzakiyya menghancurkan pernikahan suaminya yang sakral. Dia pun memutuskan untuk kembali ke kamar untuk beristirahat.
Sementara itu, Diana. Ibu mertua kejam itu menoleh. Tidak ada yang dia lakukan selain memasang ekspresi tanpa arti. Tapi jujur saja, pemandangan seperti inilah yang selalu ingin dia lihat selama ini. Dzakiyya yang malang, Dzakiyya yang menyedihkan.
"Menantuku yang mandul, ini belum seberapa. Masih ada banyak kejutan yang sudah ku siapkan untukmu. Jangan salahkan aku berbuat kejam. Salahkan dirimu sendiri yang tidak berguna untukku. Dan salahkan dirimu kenapa harus lahir dari pria dan wanita sialan itu," gumam Diana sebelum kembali melihat kedepan dan menahan Abidzar agar tak lari mengejar Dzakiyya.
.
.
.
Dzakiyya masuk ke kamar dengan lesu. Melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil wudhu. Selanjutnya, Dzakiyya hanya menghabiskan waktu dengan beribadah dan membaca ayat suci.
Mengabaikan serangkaian acara pernikahan suaminya yang telah usai. Abidzar bahkan sudah masuk ke kamar dan menunggunya beberapa menit yang lalu. Hanya saja Abidzar tidak ingin mengganggu Dzakiyya. Memilih duduk di belakang dan menunggu Dzakiyya selesai dengan ibadahnya. Barulah ketika Dzakiyya menutup dan mencium kitabnya, Abidzar bangkit memeluknya.
"Mas Abid?" kata Dzakiyya ketika tahu siapa pelakunya. Dzakiyya berbalik arah. Mendapati suaminya yang memeluknya dengan wajah kusut.
"Maafkan Mas, Dza!" bisik Abidzar.
"Maaf untuk apa. Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membahas ini lagi?" kata Dzakiyya.
Abidzar semakin merasa bersalah. Pernikahan ini bukanlah pernikahan yang Abidzar inginkan. Tapi belum lama ini mamanya sempat kritis dan satu-satunya permintaannya adalah menimang cucu darinya. Dzakiyya tidak bisa memberikannya anak. Jadi inilah yang terjadi.
Dengan terpaksa Abidzar menikahi wanita lain demi baktinya pada Diana. Ibu sambung yang merawat Abidzar sejak masih kecil. Menyenangkan ibunya tanpa tahu rencana busuk yang tertutup sempurna oleh sikap manis yang selalu ibunya tunjukkan di hadapan Abidzar.
"Mas janji akan bersikap adil. Mas janji pernikahan ini tidak akan merusak hubungan baik diantara kita. Jadi jangan seperti ini," bisik Abidzar.
Dzakiyya meresapi kalimat Abidzar lalu mengangguk tanda mengerti. Sementara Abidzar semakin mengeratkan pelukannya untuk menenangkan Dzakiyya.
"Abidzar, kamu di dalam?" teriak Diana dari balik pintu.
Suara lantang itu jelas di dengar Abidzar dan Dzakiyya. Baru saja Dzakiyya merasa baikan. Tapi hatinya kembali layu ketika mendengar mertuanya memanggil suaminya. Padahal Dzakiyya ingin sedikit lebih lama menghabiskan waktu bersama suaminya.
"Iya, Ma!" jawab Abidzar.
"Apa yang kamu lakukan. Nafisa sudah menunggumu," teriak Diana lagi.
Sekali lagi Abidzar harus canggung. Hampir menolak permintaan Diana dan memilih tinggal bersama Dzakiyya. Tapi Dzakiyya lagi-lagi berbesar hati dan memintanya pergi. "Pergilah, Mas!" kata Dzakiyya.
"Dza?" kata Abidzar.
Dzakiyya tidak menjawab apapun. Tapi menganggukkan kepala sebagai gantinya. Dengan langkah berat Abidzar akhirnya pergi ke kamar Nafisa. Meninggalkan Dzakiyya yang langsung di hampiri ibu mertuanya dengan wajah tidak ramah.
"Heh, mandul! Apa yang kamu lakukan barusan. Memohon Abidzar untuk tinggal?" bentak Diana sambil menarik telinga Dzakiyya.
"Enggak, Ma! Bukan seperti itu," jawab Dzakiyya.
Tapi jawaban Dzakiyya tidak membuat Diana puas. "Lain kali mama tidak mau melihat hal seperti ini lagi. Ingat, Dza! Tujuan mereka menikah adalah untuk melahirkan anak yang tak bisa kau lahirkan. Jadi jangan berani menahan Abidzar lagi!" bentak Diana memperingatkan.
"Ma?" ratap Dzakiyya.
"Sudahlah. Mama nggak mau tahu. Mama nggak mau melihat hal seperti ini lagi lain kali. Satu lagi, cepat siapkan barang yang akan mereka bawa untuk bulan madu besok!" potong Diana sambil berlalu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-12-10
0
Yunerty Blessa
mama mertua yang jahat
2023-07-06
1
£rvina
Pagi yg dingin, biar jadi anget baca novel dapet judul yg bikin panas pas awal baca dah bikin kepanasan uaaah ada ya mertua cam ini ibu tiri juga, yg cowok nya oon... tapi penasaran ...lnjut.. 😠😡
2023-07-04
1