"Sebenarnya, kami gak ada niat membuat papah kamu di pecat. Urusan pemecatan, itu murni keputusan dari kantor papah kamu." Bu Dewi dan Yofan saling memandang.
Dan Emilia? Dia hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Meski dirinya sudah tak sabar ingin tahu kronologi masalah orang tuanya yang bertahun-tahun mereka pendam bagai harta karun Tuan Menir.
"Saat itu …, papah kamu menabrak bapak-nya Emil dan hendak melarikan diri. Namun saya berhasil mencegahnya dengan dibantu beberapa pengguna jalan raya yang ada di TKP." Bu Dewi memandang lurus ke depan.
Dia sama sekali tidak melihat wajah Yofan.
Mendengar cerita pengakuan dari ibunya, Emilia terkejut. Dia sempat merasa sedikit kecewa atas sikap keluarganya Yofan yang ternyata tidak memiliki rasa tanggung jawab.
Namun, cintanya dengan Yofan mengalahkan kekecewaannya. Dia yakin, setiap orang pasti punya masa lalu buruk dan setiap orang punya hak atas masa depannya yang lebih baik.
"Saat itu, papah kamu membawa bapak-nya Emilia ke rumah sakit dan membayar administrasinya saja. Lalu dia menghilang, hingga berminggu-minggu. Jujur, saya memang gak terima dengan sikap papah kamu. Apalagi, ibu saya juga seorang Polwan yang baru saja pensiun dua tahun, pada masa itu. Jadi, saya merasa gak dihargai."
"Tapi, semua sudah kami maafkan, Mas. Biarkan itu semua menjadi masa lalu," sambungnya.
Bu Dewi tersenyum sembari memandang wajah Yofan yang sudah semburat merah.
Dia lalu menawarkan minum kepada pemuda itu. Namun Polisi muda yang sudah ia anggap anaknya itu ... hanya diam termenung.
Bu Dewi kembali ke dapur untuk membuatkan kopi dan memasakkan nasi goreng untuk ketiga anaknya yang sedang berkumpul di rumah, hari ini.
"Mas Yofan. Kok bengong, sih. Udah, gak usah dipikirin, Mas. Biarkan itu terkubur dan jangan diingat lagi. Mending makan, yuk. Di da—" Belum selesai berbicara, Yofan sudah berlari keluar untuk memindah motornya ke teras rumah karena hujan cukup deras, tiba-tiba turun.
"Masukkan ke garasi saja, Bro!" teriak Bryan sembari membuka pintu garasinya dari dalam rumah.
"Siap, Mas!" teriak Yofan.
Yofan kembali masuk ke rumah, disambut oleh Emilia yang menyodorkan handuk biru benhur dengan variasi sulaman pita yang membentuk namanya.
"Kok ada nama saya?" Yofan tersenyum.
"Kan pacarku Yofan. Masa aku sulam namanya Gatot." Bibir tipis Emilia tertarik sedikit maju.
Yofan menerima handuknya, "Siapa itu Gatot?" tanya nya seraya mengeringkan rambutnya.
"Nah, itu ... Gatot ..." Jari telunjuk mungil Emilia menunjuk ke kandang kucing anggora miliknya.
Yofan terkekeh seraya mencubit hidung Emilia. Dia merangkul gadis kecilnya sembari berjalan menuju ruang makan. berkumpul di ruang makan untuk makan bersama.
Selesai makan, Bu Dewi menceritakan masa kecil Emilia yang super bandel, tapi selalu membuat rindu banyak orang.
"Iya, Bu. Lia ini suka susah kalau dikasih tahu. Tapi entah kenapa, saya justru semakin sayang," godanya.
"Preet ..." Mereka semua tertawa, menertawakan Emilia.
Dua menit kemudian, hujan telah reda dan Yofan berpamitan pulang. Dia memintaa maaf kepada Bu Dewi dan Bryan atas perbuatan papanya dimasa lalu, sekaligus berterima kasih.
***
"Aku benar-benar tidak menyangka, papaku setega dan sejahat itu. Apalagi Mbak Ilmi. Tega sekali mereka menyebar fitnah dan kebencian, tanpa mencari tahu kebenarannya dulu. Semua telah percaya dengan cerita papah yang penuh tipu muslihat, hingga bertahun-tahun." Yofan terus menggerutu dalam hatinya, sembari berkendara.
Ciit! Bragkh. Yofan hilang kendali dan bertabrakan dengan sebuah mobil. Badan atletisnya tersungkur–tertimpa motor yang ia kendarai.
Kaca helmnya sedikit retak dan kepalanya menjadi pusing. Suara riuh terdengar dan teriakan 'tolong!' juga samar-samar terdengar di telinganya.
"Mas, sampean gak apa-apa?" tanya seorang pemuda yang wajahnya belum terlihat jelas dimata Yofan.
"To–tolong, baw–a saya ke Rumah Sakit Bhayangkara." Yofan berusaha menguatkan dirinya untuk berdiri.
"Biar kami bantu, Mas." Kedua pemuda dengan logat Jawa medok–menuntunnya masuk ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit yang dia mau.
Selama di dalam mobil, hanya perih yang dapat ia rasakan. Bahkan untuk berbicara pun belum kuat. Tetapi, dia berusaha menguatkan diri untuk mengirim pesan ke Emilia.
Yofan : Sayang, aku kecelakaan dan sekarang sedang otw Rs.Bhayangkara. Kalau kamu ada waktu, tolong temani aku di sini. Aku butuh kamu.
Sebuah pesan WA sengaja Yofan kirimkan ke Emilia, Sore ini. Namun hingga selesai Maghrib, belum juga ada balasan pesan dari gadis yang dia cintai. Kegelisahan pun mulai melanda hatinya. Negatif thinking pun bersarang dalam pikirannya.
***
"Pak Yofan, kami pindahkan ke kamar pasien ya, Pak ..." ujar dua orang suster dan satu dokter yang sedang bertugas.
Tiba di kamar pasien, Yofan kembali membuka HP nya dan melihat ceklis di WA nya yang dia kirim ke Emilia. Ceklis dua berwarna abu-abu itu membuatnya kesal.
Ibu jarinya kini mengetik pesan untuk papanya, agar segera datang ke rumah sakit. Tetapi hal yang sama pun terjadi. Yofan mendecih kesal–merasa tidak ada yang mau peduli dengannya.
"Percuma hidup sama orang banyak, kalau pada ilang semua, disaat aku butuh," gerutunya sembari meletakkan HP nya di meja dengan kasar.
Sementara di luar kamar pasien, Puspa dan Emilia berjalan tergesa-gesa dengan wajah panik–mencari kamar Yofan.
Dahlia 3 VIP.
"Akhirnya, ketemu juga, ini kamar," ujar Emilia dan Puspa.
Cklek. Pintu kamar pasien, dia buka perlahan.
"Assalamualaikum. Mas Yofan, kamu gak papa, 'kan?" Emilia berjalan cepat–mendekati Yofan dan cek keadaannya.
"Loh. Kok kamu disini? Bukannya pesan saya belum kamu baca, ya?" Yofan terlihat kebingungan.
Emilia menjelaskan padanya kalau ceklis biru dia matikan. Mendengar kata itu, Yofan menghela nafas berat sembari menggerutu lirih. Namun Emilia tidak menghiraukannya sama sekali.
"Saya tidak apa-apa, kok. Hanya pusing dan luka ringan sedikit. Sebentar lagi juga pasti sembuh," ujarnya.
"Kok bisa kecelakaan, sih. Bagaimana ceritanya, Pak?" tanya Puspa–seorang gadis yang pernah mengidolakannya dan berharap menjadi kekasihnya.
Yofan menceritakan kronologi kejadian yang menimpanya dari awal. Namun sayangnya, cerita itu harus terputus karena ada telepon dari papanya.
Yofan meminta tolong papanya untuk melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polisi. Sebab, pelaku yang menabraknya telah melarikan diri menggunakan mobil.
Tentu saja, sebagai orang tua, Pak Bimo segera membuat laporan dan menyuruh pihak Polisi untuk mengusut kasus tabrak lari hingga tuntas.
"Emangnya kamu tahu pelakunya, Mas?" Emilia menatap Yofan.
"Saya sempat lihat jenis, warna dan plat mobilnya, Sayang," jawabnya.
"Emm ... Lia, aku ke kantin dulu ya, beli minum. Haus banget, soalnya," kata Puspa.
"Aku nitip, ya. Air mineral yang dingin. Botol besar satu, botol sedengan satu." Emilia mengeluarkan selembar uang biru dari dalam tasnya.
Di dalam kamar pasien, hanya ada Emilia dan Yofan. Mereka berdua punya banyak waktu dan kesempatan untuk saling mencurahkan isi hatinya. Meskipun sedang sakit, rupanya Yofan masih memiliki tenaga dan minat untuk merayu Emilia.
"Sayang. Kamu tahu perbedaan tanggal dua puluh delapan Oktober dan dua puluh sembilan Oktober, tidak?" tanya Yofan, sembari memandang Emilia yang duduk di samping tempat tidurnya.
"Jelas beda, lah. Beda hari nya," jawab Emilia.
"Salah, bukan hari," ujar Yofan.
"Lah, terus? Ya pasti hari nya yang beda. Masa hari nya sama semua. Aneh-aneh aja," gerutu Emilia.
Yofan tertawa lirih dan mengatakan sekali lagi pada gadisnya kalau jawaban gadis itu salah. Dia menyuruh Emilia untuk berpikir lagi, namun Emilia menolak.
"Yang benar itu ..., kalau 28 Oktober hari sumpah pemuda, kalau 29 Oktober itu ... sumpah aku mencintaimu. Sarang Haeyo ..." Yofan menyatukan ibu jari dan telunjuk tangan kananya, membentuk simbol cinta ala-ala Korea.
"Ha, apa? Sarang beo?" Emilia terkekeh–menertawakan kekasih konyolnya.
Tawa Emilia dan Yofan tiba-tiba lenyap. Ruangan kamar pun hening, saat mereka mendengar dan melihat seorang wanita bertubuh tinggi besar, sedang bertepuk tangan dan berdiri di depan pintu kamar Yofan.
Wajah wanita itu tergambar sangat menyeramkan bagaikan keturunan kuntilanak blesteran mak lampir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Anak emak
Ya ampuun. sumpah ngakak 🤣🤣 padahal tadi abis dibikin kesel ama ilmi n bokapnya. tp endingnya ngakak juga
2023-04-11
0