"Kau mau ke mana, Ri?" tanya Lala melihat Riri mendempul wajahnya. Temannya itu sudah mandi dan berpakaian rapi saja.
Riri tidak menjawab, ia masih mendempul bedak di wajah, lalu menyemprot minyak wangi di seluruh tubuhnya.
"Eh, Ri." Panggil Lala kembali.
"Hmm." Hanya deheman sebagai jawaban.
"Papa Ayaz seleranya itu yang besar dan bulat. Kalau sepertimu-" Lala melihat Riri dari hingga atas lagi.
"... nggak banget!" Lala menggeleng.
Riri itu hanya seorang bocah. Jika papanya ingin menikah lagi, pasti mencari wanita yang dewasa dan juga bersifat keibuan. Agar bisa menyayanginya juga. Jangan cuma mau sama papanya tapi melupakan anaknya.
"Ih... Lala pun! Fisik itu nomor 2, La. Yang terpenting itu hati. Kau tenang saja, aku akan menjadi ibu tiri yang baik bagimu. Aku akan menyayangimu dan mencintai papamu pastinya!" Ucap Riri dengan wajah merona. Ia sangat menyukai papanya Lala. Pria paruh baya itu begitu sangat wah. Memang duda hot.
Lala menunjukkan wajah aneh mendengar ucapan Riri. Ucapan yang tidak cocok dengan usianya.
Ting tong
Ting tong
"Pasti itu papamu, La." Riri melihat penampilannya terlebih dahulu di cermin. Lalu ia pun berlari untuk membuka pintu. Papanya Lala tidak boleh menunggu terlalu lama.
'Riri, Riri... Papaku nggak suka sama daun muda.' Lala menggeleng melihat Riri yang sudah pergi begitu saja.
Cekrek...
Mata Riri terpaku saat membuka pintu. Ada sosok pria dewasa di hadapannya. Tampan, gagah dan berwibawa. Benar-benar pria idamannya. Walau papanya Lala itu sudah seusia papanya sendiri. Tapi hatikan tidak mengenal perbedaan.
"Selamat sore, Riri." Ucap pria itu memberi senyuman.
"Se-selamat sore, om Ayaz." Balas sapa Riri pada papa temannya itu. Senyuman om Ayaz membuat hatinya berdebar-debar. Senyuman yang melelehkan hati.
"Om kemari mau menjemput Lala. Kata Lala, ia belajar di rumah kamu." Ayaz memastikan.
"I-iya, om. Si-silahkan masuk." Riri terlalu gugup untuk bicara dengan pria dewasa itu. Jantungnya tidak bisa dikondisikan.
"Papa..." ucap Lala menghampiri sang Papa. Ia langsung memeluk pria kesayangannya itu.
'Om, akukan mau dipeluk juga!' Riri membatin. Ia merasa cemburu dengan Lala. Bisa memeluk pria idamannya seperti itu.
"Pa, kita langsung pulang saja ya. Lala sudah ngantuk." Ajak Lala sambil menunjukkan matanya yang sengaja ia cipitkan.
"Iya, sayang." Papa Ayaz pun mengangguk. "Riri, kami permisi pulang. Maaf ya, jika Lala tadi merepotkanmu."
"Ti-tidak kok, Om. Direpoti tiap hari sama om pun nggak apa, eh maksudnya Riri sama Lala, om." Riri segera membenarkan perkataannya. Ia malah salah berucap karena gugupnya.
Lala yang sudah menempel dengan papanya tersenyum geli. Temannya ini naksir berat dengan papanya.
"Ri, aku pulang." Lala pamitan juga. "Pa, ayo jalan. Nanti di jalan kita singgah beli es krim ya."
Ayaz mengangguk lalu merangkul Lala berjalan menuju mobil. Ia membukakan pintu mobil untuk putri kesayangannya.
Dari lantai 2 rumah Riri, seorang pria melihat temannya Lala sudah pulang.
"... besok kita makan malam. Kamu ada waktukan?" Andra sedang berteleponan dengan sang kekasih di balkon rumah.
...
"Baiklah. Besok malam aku jemput." Ucap Andra dengan wajah full senyum.
\=\=\=\=\=\=
"Papa mau?" Lala menyendokkan sesuap es krim pada papanya. "Enakkan, Pa?"
Papa Ayaz mengangguk menikmati rasa dingin dan manis es krim di dalam mulutnya.
"Anak Papa... makannya kok seperti bocah begini sih?!" Papa membersihkan mulut Lala yang berselemak es krim dengan tisu.
"Pa, yang sebelah sini juga!" Lala malah menunjukkan sisi lain minta dibersihkan juga.
Ayaz tersenyum melihat sang putri. Lala besar tanpa kasih sayang seorang ibu. Makanya Lala sangat manja padanya.
Istrinya meninggal saat melahirkan Lala. Ayaz sangat sedih dan frustasi ditinggalkan wanita yang dicintainya.
Setelah Lala lahir, Ayaz sangat tidak menyukai bayi itu. Karena melahirkan Lala, istrinya jadi meninggal. Ia menganggap Lala yang membunuh sang istri.
Lala diurus oleh neneknya, Mamanya Ayaz. Selama beberapa bulan, Ayaz tidak pernah mau peduli dengan buah hatinya itu. Ia sudah menganggap Lala adalah pembawa sial.
Kemudian, ia sempat bermimpi didatangi mendiang istrinya. Mendiang istrinya berpesan agar Ayaz merawat dan membesarkan bayi itu. Mencurahkan semua kasih sayang.
Karena bermimpi seperti itu, Ayaz pun mendatangi rumah orang tuanya. Pria itu melihat dengan datar bayi yang sedang terlelap di tempat tidur.
Tiba-tiba bayi itu menggeliat dan menangis. Ayaz bingung dan memanggil Mamanya. Tapi Mamanya tidak masuk ke kamar juga. Mau keluar kamar untuk memanggil, ia takut meninggalkan bayi itu. Takut bila bayi itu jatuh dari tempat tidur.
Hingga akhirnya, Ayaz memberanikan diri menggendong bayi tersebut. Ia dengan pelan-pelan menggendongnya. Bayi itu masih juga menangis dalam gendongannya.
"Sayang... jangan menangis lagi ya, nak." Bujuk Ayaz tanpa sadar pada bayinya. Seketika suara tangisan itu pun hening. Lala anteng dan kembali tidur.
Bayi mungil itu sudah terlelap dalam gendongannya. Merasa sangat nyaman dan terlindungi.
Ayaz memandangi bayi mungilnya. Ia jadi merasa bersalah menyalahkan bayi mungil ini. Bayi mungil ini saja tidak berdaya. Hanya bisanya menangis. Bagaimana bisa ia menganggap bayi polos ini yang membunuh istrinya?
"Maafkan Papa ya, nak. Papa janji akan merawat dan membesarkanmu. Papa akan manjadi Papa dan Mama untukmu." Ayaz mengecup wajah bayinya, air matanya sampai terjatuh di pipi bayi mungil tersebut. Ayaz sangat menyesal dengan pemikirannya selama ini.
Setelah itu Ayaz pun pindah ke rumah orang tuanya. Ia merawat dan membesarkan Lala bersama Mamanya.
"Papa, kok bengong?" tanya Lala yang melihat pria kesayangannya malah melamun.
"Tidak, nak." Ayaz menggeleng saat tersadar dari lamunan masa lalunya.
"Papa pusing ya. Banyak kerjaan di kantor. Yang mana yang pusing, biar Lala pijatin!" Lala bangkit dan berdiri di belakang Ayaz. Ia pun memijat kening pria yang mulai berkerut itu.
"Gimana, Pa?" tanya Lala memastikan. Apa pijatannya terlalu kuat?
"Kamu memang tukang pijat. Papa sudah merasa enakkan sekarang." Ayaz merasa senang dengan perhatian Lala. Walau pijatan Lala seperti mengelus-elus keningnya saja. Tapi mampu membuat rasa lelahnya bekerja seharian di kantor sirna sudah.
"Sudah, sayang. Terima kasih ya." Ayaz menarik Lala untuk duduk kembali.
"Nanti kalau papa pusing lagi, bilang saja sama Lala. Biar Lala pijatin lagi. Gratis!" seru Lala dengan semangat.
Ayaz mengangguk dengan wajah bahagia. "Kita pulang sudah sore, kasihan nenek di rumah."
Lala mengangguk dan bangkit. Ia lalu memeluk lengan sang Papa dan mereka berjalan keluar dari kafe tersebut.
Sepanjang mereka berjalan beriringan keluar kafe, banyak mata yang melihat. Lalu kemudian saling berbisik.
"Kayaknya itu sugar babynya ya."
"Ngeri anak zaman sekarang, masih SMA saja mainnya sama om-om."
"Om-om zaman sekarang pun sukanya sama daun muda."
Begitulah tanggapan orang lain. Mereka tidak tahu kalau yang sedang digibahi adalah Ayah dan anak.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments