Penerbangan ke Singapura dibatalkan, entah karena apa. Juan tidak cukup peduli untuk bertanya alasannya kepada Mami. Yang jelas, saat perempuan itu menyampaikan kabar bahwa mereka tidak jadi berangkat, Juan langsung memekik senang.
Jujur saja, dia sudah muak untuk datang ke setiap pertemuan keluarga yang dia sendiri tidak paham dengan tujuan apa pertemuan itu dilaksanakan. Sebab ketika mereka berkumpul, yang tersuguh hanyalah kepura-puraan.
Dulu, saat masih ada Tante Lily, ia dan Reno masih bisa melipir ke ruangan lain, mendengarkan perempuan itu bercerita panjang lebar tentang hal-hal menarik yang tidak akan pernah diceritakan oleh ayah dan ibu mereka. Setelah kepergian perempuan itu untuk selamanya, makin-makin saja Juan merasa malas untuk ikut hadir dalam pertemuan keluarga.
Satu-satunya alasan yang membuat dia dan Reno tetap mau turut serta adalah karena hanya itu yang bisa mereka lakukan sebagai penebusan atas kebebasan yang mereka miliki sekarang.
Tidak seperti dulu, kehidupan Juan dan Reno bisa dibilang jauh lebih nyaman sekarang. Mereka tidak lagi dituntut untuk melakukan apa yang tidak mereka sukai (secara berlebihan). Untuk hubungan asmara pun, mereka tidak dikekang. Itu sebabnya dia bisa berpacaran dengan Zahira selama hampir 5 tahun lamanya dan Reno pun masih kekeuh mengejar cinta Clarissa.
“Lakukan apa pun yang kalian mau, asal ada tanggung jawab penuh yang kalian emban di belakangnya, dan asal hal-hal itu nggak merusak nama baik keluarga.” Begitulah pesan yang Mami sampaikan kepada dirinya dan Reno di suatu sore yang benderang.
Masih segar dalam ingatan Juan, sore itu adalah hari yang sama di mana Raya ditemukan meninggal dunia dan Sera dinyatakan sebagai tersangka. Mungkin, dari situ lah para orang tua di rumah besar ini mulai berpikir untuk tidak terlalu menekan mereka demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Juan bukannya bersyukur karena Fabian harus kehilangan ibunya dan Baskara terpaksa menyandang status sebagai anak seorang narapidana. Akan tetapi, jika bukan karena kejadian nahas hari itu, hal-hal yang lebih buruk mungkin masih akan terus terjadi. Baik di keluarga besarnya, atau pun di dalam keluarga Fabian dan Baskara.
“Gue mau jalan sama Zahira.” Juan mengatakan itu seraya mengusak rambutnya yang setengah basah menggunakan handuk kecil. Ia baru selesai mandi, di jam 12 siang yang panas sekali.
Ini hari sabtu, biasanya dia dan Reno hanya akan berdiam diri di kamar untuk bermain game bersama. Tapi hari ini, mumpung mereka tidak jadi pergi dan kebetulan Zahira sedang tidak ada jadwal koas, jadilah ia menyusun rencana untuk bertemu dengan kekasih yang sudah seminggu lebih tidak bertatap muka dengannya itu.
Sebagai dokter muda yang sedang menjalani pendidikan lanjutan, Zahira teramat sibuk. Kadang-kadang, perempuan itu sampai tidak pulang ke rumah selama 3 hari berturut-turut. Akibatnya, semakin sedikit pula intensitas pertemuan mereka. Hanya lewat pesan singkat dan telepon di jam tengah malam saja mereka bisa berkomunikasi.
Jadi, sekali ada kesempatan untuk bersua, Juan tidak akan menyia-nyiakannya. Tidak peduli meski matahari bersinar begitu terik di luar sana. Tidak peduli meski hujan badai angin ribut akan menerpa. Tidak peduli apa pun. Pokoknya di hidup Juan sekarang, Zahira adalah prioritasnya.
Reno yang sedang berbaring di atas ranjang seraya memainkan ponsel hanya ber-ooohhh pendek sebagai jawaban. Pikirnya, masa bodoh soal Juan mau pergi kencan dengan Zahira. Toh itu sama sekali tidak ada korelasinya dengan dirinya.
“Mandi sana!” tahu-tahu saja, handuk basah bekas mengelap rambut Juan mendarat di wajah Reno, membuat si lelaki mungil praktis bangkit ke posisi duduk sambil mencak-mencak. Mengamuk, sudah pasti. Reaksi seperti apa lagi memangnya yang bisa diharapkan dari seorang Reno Irvansyah yang kesabarannya serupa tisu wajah dibagi seratus—tipis sekali.
“Eits—“ Juan mengeluarkan kedua tangannya ke depan, memberi tanda kepada Reno agar berhenti dari gerakannya yang hendak melemparkan handuk basah itu kembali ke arahnya. “Zahira mau ngajak Clarissa, makanya gue kasih tau lo. Biar kita bisa—“
Ucapan Juan tidak selesai karena handuk basah itu tetap saja melayang ke arahnya, tepat mengenai wajah tampannya yang sudah kinclong akibat sabun muka.
Sementara Reno, lelaki itu tidak mendengarkan lebih banyak karena kini sudah berlarian tunggang-langgang menuju kamar mandi. Nama Clarissa benar-benar sudah menjadi kata kunci utama, tidak bisa diganggu gugat.
Juan yang sadar Reno sudah raib dari pandangannya cuma bisa geleng-geleng kepala. Mau heran, tapi dia sendiri juga sebegitu bucinnya dengan Zahira. Maka alih-alih mengomentari kelakukan Reno, ia lebih memilih berjalan menuju lemari pakaian, bersiap memilah outfit terbaik untuk dikenakan bertemu dengan Zahira sang pujaan hati yang cantik jelita bak putri raja.
...----------------...
Tempat mereka bertemu adalah sebuah cafe kekinian dengan view danau buatan yang akhir-akhir ini sedang hits di kalangan anak muda. Beberapa vlogger dan youtuber sudah sempat tandang ke tempat ini, me-review apa-apa saja yang ada mulai dari menu makanan yang ada di cafe, view yang tersuguh, sampai seberapa baik pelayanan di setiap cafe yang ada di lokasi itu.
Memang ada banyak cafe di sana. Dari mulai yang menonjolkan menu kopi, cake, sampai yang menyuguhkan makanan-makanan tradisional yang bisa ditemukan di pinggir jalan pun ada.
Karena mereka berempat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berada di tengah-tengah, mereka pun akhirnya memilih sebuah cafe dengan menu standar yang tidak terlalu membuat pusing kepala untuk menemukan apa yang ingin mereka pesan.
Lokasi cafe yang mereka pilih berada di deretan tengah, membuat view yang bisa mereka lihat semakin luas. Dari ujung kanan sampai kiri danau, semuanya tercakup dalam pandangan mereka. Di sisi yang berseberangan dari danau, ada taman hijau dengan jalur pejalan kaki dan pesepeda. Ada juga beberapa area permainan anak untuk pengunjung yang membawa serta anak-anak mereka. Bisa dibilang, area ini cukup sempurna untuk dijadikan tempat nongkrong maupun tempat menghabiskan waktu bersama keluarga di akhir pekan. Minusnya, kondisi cenderung terlalu ramai semakin sore tiba.
“Lo duluan gih, gue mau follow up e-mailnya Nessa dulu, udah ribet banget anaknya.” Reno melepaskan seatbelt yang membalut tubuhnya, lantas meraih laptop yang dia letakkan di kursi penumpang belakang.
Untuk sejenak, Juan menatap Reno dengan penuh keheranan. Sebab tumben-tumbenan anak itu tetap mau mengurusi soal pekerjaan di hari libur. Padahal biasanya, mau dikejar deadline ataupun ada beribu e-mail yang masuk dalam satu waktu sekalipun, dia tetap akan membalasnya di jam kerja.
Tapi akhirnya, Juan tetap menurut. Dia turun dari mobil lebih dulu, meninggalkan Reno yang sudah asyik dengan pekerjaannya lantas berjalan menuju cafe yang jaraknya agak lumayan dari lokasi parkir.
Matahari masih bersinar terik di atas kepalanya, mungkin itu sebabnya belum banyak orang yang datang berkunjung ke sana sekarang. Lihat saja 2 atau 3 jam ke depan, area itu akan penuh sesak dan hampir-hampir seperti lautan manusia.
Juan sih tidak keberatan dengan yang namanya keramaian, karena dia sudah terbiasa. Tapi Zahira tidak terlalu suka. Makanya mereka memilih waktu siang untuk bertemu supaya tidak terlalu ramai.
Sampai di depan banguan cafe, Juan berhenti. Dia terpaku di depan pintu masuk berbahan kaca itu, memandangi sosok Zahira yang duduk bersebelahan dengan Clarissa di satu meja yang paling dekat dengan view danau. Penampilan perempuan itu sederhana, hanya sebuah gamis polos berwarna navy yang dipadukan dengan kerudung warna serupa. Tapi di mata Juan, itu tampak sempurna.
“Cantik.” Pujinya, dengan bibir yang melengkung ke atas. Lalu, dia menggerakkan tangannya, mendorong pintu cafe lantas berjalan mendekat.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Zenun
terimakasih
2023-06-04
2
Zenun
tempat nongkrongnya sama nih
2023-06-04
2