Dengan terpaksa Julia melewatkan makan malam, ia tidur bersama suaminya. Jam dinding belum menyentuh pukul 6 pagi, Julia terbangun karna merasakan perutnya yang perih.
"Aduhh, sakit sekali," rintihnya.
Ia berjalan keluar kamar dan tujuannya kini adalah ke dapur. Julia celingukan mencari aman bahwa belum ada anggota keluarga yang bangun, jikalau pelayan tidak apa-apa.
"Selamat pagi, Nona."
Julia tersentak kaget dan hampir saja menjatuhkan sebuah roti yang baru saja ia ambil dari lemari es.
"Ya ampun, kamu mengagetkanku," ujarnya seraya mengelus dadanya yang berdebar kencang.
"Maaf, Nona. Tidak bermaksud saya mengagetkan Anda." Pelayan muda itu tertunduk ketakutan.
"Sudah lah, tidak apa-apa."
Julia membawa beberapa potong roti di tangannya. Setidaknya bisa mengganjal perutnya yang sedari semalem kosong.
"Apakah Nona ingin sarapan sekarang? Saya akan segera buatkan makanan," kata pelayan tadi tapi Julia menggeleng.
"Tidak. Aku hanya ingin makan roti ini," jawabnya.
Disaat Julia sedang asyik memakan roti, Bunda melintas di depannya. Wajah pucatnya membuatnya iba saat menatapnya. Julia mencoba tersenyum tapi Bunda tak melihat ke arahnya, ia berjalan melintasinya begitu saja. Pelayan yang mendorong kursi rodanya pun hanya bisa menganggukkan kepala.
"Apa aku coba bertanya pada pelayan muda itu?"
Julia sempat berpikir untuk bertanya soal Bunda pada pelayan yang lainnya, tapi sepertinya tak sopan jika harus menanyakan tentang anggota keluarga kepada orang lain. Dan bisa jadi para pelayan malah menilai Julia tidak akrab atau tidak tahu seluruh anggota keluarga dari suaminya.
Karna rasa penasarannya yang tinggi, Julia mencoba mengikuti Bunda. Ia berjalan pelan-pelan di belakangnya. Tapi, baru saja setengah perjalanan sepertinya Bunda mengetahui jika dirinya mengikuti.
"Nona, ada apa?" tanya pelayan yang setia berada di samping Bunda.
"Hm, maaf. Saya ingin berbicara sebentar dengan Bunda." Pelayan itu langsung memasang wajah yang terkejut dan menggelengkan kepala dengan isyarat mulut seperti mengatakan jangan.
Julia kebingungan, ia berusaha memperhatikan gerak mulut pelayan itu.
"Maaf, Nona. Bunda harus banyak istirahat," kata pelayan dan langsung membawa Bunda pergi.
"Sedang apa kamu di sini?" Rangga menatapnya dengan tajam dan membawa Julia pergi dari tempat itu.
"Rangga! Tolong jelasin ke aku!" Kini Julia tak mau menyia-nyiakan waktu. Ia mendorong tubuh Rangga pada pintu dan memegang kedua bahunya erat. Sedekat ini ia bisa menatap wajah tampan seorang Rangga.
Rangga mulai mengerti. Ia melepaskan kedua tangan Julia yang bertengger di bahunya.
"Tentang Bunda?"
Julia mengangguk cepat. Waktu terus berputar, tak terasa sudah hampir setengah jam Rangga menceritakan semua tentang Bunda. Ia terkesiap mendengar penjelasan suaminya, begitu rumit hubungan antara Bunda dengan dirinya.
"Jadi, intinya bunda dan ibu adalah kedua orang tuaku yang sangat aku sayangi."
***
KRIEETTT ....
Pintu berderit, langkah kaki seorang pria paruh baya terlihat memasuki sebuah ruangan kamar yang senyap. Ia memandangi sekitarnya dan menemukan dimana seseorang yang ia cari.
"April ....." panggilnya lembut.
Bahu seseorang yang dipanggil namanya terlihat berguncang. Wanita bernama April itu menangis.
"Jangan menangis, aku mohon." Pria itu berlutut, memegangi kedua tangannya yang hangat. Tubuh wanita itu semakin kurus, ia sangat prihatin. "Apa yang kamu tangisi? Putra kesayanganmu sudah menikah. Ia akan hidup berbahagia. Tugas kita sudah selesai." Mata sendu itu menatapnya dengan sebuah tanda tanya.
April menarik tangannya yang dipegang oleh Attar. Ia berusaha menjauh dan menarik kursi rodanya mundur.
"April ....." Ia menggerakkan tangannya seakan mengusirnya. Masih dengan tangisan yang deras. Tak kuasa melihat April menangis, ia pun keluar dan memanggil pelayan.
Baru saja melangkahkan kakinya menuju tangga, ia berpapasan dengan Rashmi.
"Kamu temui dia lagi?" Rashmi memandanginya dengan sinis dan berlalu begitu saja membuat Attar yang ingin menjelaskan hanya bisa menelan ludah.
Di bawah tangga ternyata ada Julia, menantunya itu sepertinya melihat kejadian barusan.
"Julia, kamu sudah makan?" tanya Attar dengan wajah dibuat biasa.
"Sudah, Yah. Apa Ayah sedang marahan dengan ibu?"
"Oh, tidak. Biasalah wanita, sulit dimengerti," jawabnya dengan kekehan kecil.
Setelah mengetahui bahwa Ibu Rashmi adalah ibu tirinya Rangga dan Bunda April adalah ibu kandungnya, tak membuat Julia bersikap berbeda. Ia menghormati keduanya. Juga ia salut dengan kasih sayang yang diberikan Ibu Rashmi kepada Rangga, seperti anak kandungnya sendiri. Tapi, ia masih penasaran kenapa Ayah Attar bisa memiliki dua istri. Ia berpikir bahwa Bunda juga terluka selama ini.
***
Hari-hari yang ia lalui di rumah Rangga terasa membosankan. Ia jenuh dengan aktivitasnya sehari-hari. Juga sikap Rangga yang sangat acuh terhadapnya.
"Julia ...." Baru selesai makan malam tiba-tiba Ibu Rashmi menariknya ke sebuah ruangan.
"Ada apa, Bu?"
"Kamu sudah meminum pil yang Ibu berikan, kan?" tanyanya penuh harap. "Kamu harus meminumnya setiap hari. Jangan sampai terlewatkan," katanya.
"Baik, Bu."
"Bener loh ya. Ibu sangat berharap sekali kamu memberikan Ibu seorang cucu. Hmm, tapi Ibu tidak memaksa, Julia. Ini hanya keinginan Ibu, kembali lagi soal takdir. Kamu tidak usah terlalu dipikirkan," ucapnya seraya memegangi tangannya. Jelas sekali raut wajahnya yang penuh harap. "Kamu sudah mengalami malam pertama, kan?" godanya.
Julia jadi bingung sendiri mau menjawab apa. Rangga aja masih cuek dengan dirinya.
"Hey, kok diam aja. Malu ya? Hehe, Ibu hanya bercanda kok. Didalam botol kecil itu terdapat 30 butir pil, jadi bulan depan Ibu akan berikan lagi. Harus habis loh ya." Rashmi memeluknya erat, dia tersenyum sangat manis sekali.
"Jangan terlalu dipikirkan, Julia," ucapnya sebelum pergi.
KLEK.
"Ibu bilang apa ke kamu?" Baru saja membuka pintu, Rangga sudah mencercanya dengan pertanyaan.
"Urusan perempuan," jawabnya.
"Ya sudah," jawabnya cuek dan langsung menarik selimut.
Julia hanya bisa menggeram kesal. Harus bagaimana dia bersikap agar Rangga mau melihatnya sebentar.
"Dia normal gak sih? Masa sekamar sama seorang wanita gak kepingin ngapa-ngapain sih? Aneh."
Julia berjalan menuju cermin. Ia pandangi wajahnya yang polos. Rambutnya memang keriting, tapi ia suka. Ia jarang meluruskannya menggunakan catok. Hanya sesekali jika dia ingin.
"Apa karna rambut ini, Rangga jadi gak mau melihat aku?"
Ia meraba tubuhnya, terlihat aduhai untuk seukuran wanita. Ia memiliki tubuh yang indah. Apa itu tak cukup membuatnya tertarik?
Disaat sedang memikirkan soal sikap Rangga, Julia teringat akan obat yang diberikan Ibu Rashmi.
"Apa aku minum sekarang? Siapa tahu besok Rangga sudah mau menyentuh aku. Dan cuzzzz akhirnya langsung jadi deh," ucapnya dalam hati sambil terbahak-bahak.
Memiliki anak dari pria yang sangat dicintai adalah sebuah mimpi yang besar apalagi bisa terwujud nyata. Ia berjalan menuju lemari pakaian, ia memandangi dengan puas baju-baju milik suaminya. Koleksi bajunya memang banyak dan semuanya cocok ditubuhnya yang tegap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
coba rambutnya dilurusin dl julia rangga lbh suka cwek rambut lurus Kali,,,,selama rangga sikapnya sangat cuek n dingin.... lanjutkan thor
2023-04-04
0