"Lebih bagus jika kamu mencegahnya bukan? Minumlah ini, Julia. Ibu sudah membeli ini sangat mahal. Hmm, tapi bukan karna mahalnya tapi manfaatnya. Ibu harap kamu mau mengikuti saran Ibu." Rashmi memeluknya lagi, bahkan ia menciumi puncak kepalanya seperti putrinya sendiri.
"Ibu, aku mau pergi bersama Barra." Karina yang merupakan adik Barra yang sudah menikah lebih dulu berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum singkat ke arah Julia lalu dibalasnya.
"Barra tidak masuk kantor?" tanyanya.
"Ijin. Kita mau ke dokter kandungan di luar kota," katanya. Yang Julia dengar memang Karina belum juga diberikan keturunan. Dengan usia pernikahan menginjak 2 tahun.
"Ya sudah, Ibu harap kamu segera diberikan momongan. Ibu selalu mendoakan kamu, Nak." Karina pun akhirnya pergi setelah mendapat ijin dari Rashmi.
Rashmi kembali duduk bersama Julia. Terlihat matanya yang basah karna menahan kesedihan.
"Ibu, apa Karina juga meminum pil kesuburan ini?"
Rashmi tersenyum lalu menjawabnya. "Oh, jelas. Tapi sepertinya tidak mempan. Karina sedang berusaha dengan cara lain," jawabnya.
Julia merasa bimbang sekarang, ia pikir juga Rangga apakah dalam waktu dekat ini akan menyentuhnya? Berkata lembut pun tak pernah. Apalagi bisa membawanya ke dalam ranjang yang panas?
"Ibu ...." Rashmi ingin meninggalkannya tapi ia dengan cepat menahannya. Julia tiba-tiba teringat akan Bunda.
"Ada apa, Julia?"
"Hmm, aku ingin bertanya. Aku melihat ada wanita paruh baya lagi di rumah ini dan Rangga memanggilnya dengan sebutan Bunda. Bunda itu siapanya Rangga, Bu? Lalu tadi pagi juga aku melihat Ibu menghampiri Bunda."
Rashmi memasang wajah datar seperti enggan membahasnya. "Oh jadi kamu sudah bertemu dengan Bunda? Hm dia memang anggota keluarga juga di sini. Tapi tentang asal usulnya kamu bisa tanyakan sendiri dengan Rangga." Setelah mengatakan itu, Rashmi pun pergi. Tak berani jika ia terus menahannya untuk menanyai berbagai macam pertanyaan.
"Maya! Apa aku coba tanya ke Maya saja ya?"
Julia masih merasa penasaran sekali, entah kepada siapa ia harus bertanya. Jika menunggu Rangga sangat lama harus menunggunya pulang dulu.
"Maya ....." Julia mengetok pintu kamar adik iparnya. Maya juga berteman dengan adiknya sendiri-Yunita. Mereka seumuran dan kebetulan satu kampus.
"Ada apa, Kak Julia?" Maya ini berbeda sekali dengan Karina. Kakaknya itu sangat feminin bertolakbelakang dengan Maya yang tomboy. Lihat saja penampilannya sekarang, rambutnya sebahu dan hanya memakai kaos hitam polos dan celana selutut. Wajahnya juga bersih tak terpoles apa pun. Hanya saja matanya dihitam- hitamkan entah dengan apa. Membuat matanya setajam lirikan elang.
"Boleh Kakak masuk?" Maya membuka lebar-lebar pintunya dan mempersilahkan kakak iparnya untuk masuk.
"Pasti Kakak mau curhat tentang kejadian semalam, kan?" Maya menggodanya sambil menahan tawa.
"Husssshh kamu ini! Pikirannya kotor!" Julia melemparkan bantal ke arahnya dan langsung ditangkisnya cepat. Hebat sekali, karna Maya pernah ikut karate. Jadi ia cepat tanggap kalau ada yang mau melukainya.
"Hehehe, bercanda. Ada apa nih, Kak?"
"Salah gak sih kalau aku bertanya dengan Maya? Gak mungkin dong, Maya gak tau apa-apa soal Bunda. Secara mereka tinggal serumah. Tapi, Ibu Rashmi pun tak mau menjawabnya malah menyuruh Rangga untuk menjelaskan sendiri. Lalu apa Maya mau menjelaskan?"
"Hey, malah melamun, Kak!" Maya menepuk pundaknya pelan. Lalu Julia yang ragu akhirnya membuka mulutnya.
"Maya, apa kamu tahu menahu soal Bunda?"
DEG.
Ia langsung bangkit dan berdehem. Maya seperti mencari-cari sesuatu di langit kamar. Matanya berpendar kesana kemari.
"Maya, duduklah. Ayo jawab," suruhnya sembari menariknya.
"Hmm, soal itu. Kakak tanya saja pada kak Rangga ya. Maya gak mau jawab. Takut."
Julia mengernyit heran. "Takut? Takut apa?"
Jawaban Maya membuatnya semakin bingung. Ia hanya ingin tahu posisi Bunda di keluarga ini sebagai apa? Kenapa mereka tidak ada yang mau menjawabnya?
"Bukan takut dalam arti luas. Maksudnya Maya hanya takut salah ngomong. Mending kak Rangga aja yang jelasin."
Julia menghela napasnya dan keluar dari kamar Maya tanpa mendapatkan secercah cahaya dari rasa penasarannya dari kemarin.
"Pelayan! Tolong bawakan jus jeruk ke atas." Daripada terus memikirkan tentang sosok Bunda, ia berniat untuk bersantai-santai saja di rumah. Sembari menunggu suami tampannya pulang.
"Ini, Nona. Jus jeruknya." Yang membawakan pesanan jusnya adalah seorang pelayan yang terlihat sangat tua. Rambutnya sudah memutih hampir 90% tapi fisiknya masih kuat.
"Anda sudah lama bekerja di sini?" tanyanya dan membuat pelayan itu berhenti.
"Sudah, Nona," jawabnya dengan sopan.
"Jadi, Anda tahu siapa itu Bunda?"
Pelayan itu langsung menunduk dan tak berapa lama ia mengangguk. Julia sumringah, ia berharap mendapat informasi dari pelayan tua itu.
"Jadi, Bunda itu siapanya Rangga?" tanyanya sangat antusias.
"Bundanya, Nona," jawabnya.
Lagi-lagi Julia menghembuskan napasnya kasar. "Hm iya tahu. Maksudnya Bunda itu juga ibunya Rangga? Lalu ibu Rashmi juga ibunya Rangga? Rangga memiliki dua ibu—"
"Satu ibu, Nona," jawabnya memotong pertanyaannya.
"Iya siapa? Ibu kandungnya siapa?" tanyanya tak sabar.
"Maaf, Nona. Saya harus kembali ke belakang."
"Hey! Jawab dulu pertanyaan ku!" teriaknya. Julia hampir saja kehilangan kesabaran. Orang-orang di rumah ini sangat sulit sekali untuk digali informasi. Sebenarnya apa sih yang sedang mereka sembunyikan?
Julia akhirnya tertidur, hingga saat Rangga sudah pulang Julia tak menyadarinya.
"Rangga sudah pulang?" Ia terbangun saat bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi membuat tidurnya terganggu. Ia menatap jam dan sudah menunjukkan pukul 7 malam. Tak ada yang berani membangunkannya sedari tadi.
"Jorok sekali, jam segini belum mandi." Keluar dari kamar mandi Rangga langsung mengoceh. Ia mengatai Julia si jorok.
"Bodo amat!" balasnya dengan lidah menjulur.
Rangga merasakan lelah sekali hari ini. Ajakan makan malam, tak ia hiraukan dan memilih berbaring saja di ranjang.
KLEK.
Julia keluar hanya memakai handuk pendek. Ia lupa untuk membawa baju ganti karna masih mengantuk tadi. Tak sadar bahwa yang ia bawa hanyalah handuk pendek itu.
Rangga yang sedang terbaring, mengintip sedikit Julia yang hanya memakaikan handuk pendek. Ia menatap tubuh Julia yang indah. Ia lelaki normal, siapa yang tidak nafsu melihat pemandangan seperti itu. Hanya saja kekurangannya hanya di rambutnya yang keriting. Mengganggunya sekali, walaupun wajahnya tidak jelek-jelek amat.
Ia melihat sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang dipasangkan oleh Julia di jarinya. Ia terkadang lupa kalau sudah menikah. Dan istrinya itu adalah teman masa kecilnya yang menyebalkan.
"Rangga, kamu tidur? Tidak makan malam?" Julia berusaha membangunkan suaminya, tapi Rangga tak bergerak. Ia bahkan menarik selimutnya hingga ke leher.
Julia merasakan perutnya keroncongan. Ia lapar dan ingin makan. Tapi kalau dia turun dari ranjang sendirian, membuatnya sangat malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
rangga sangat dingin n cuek sm julia,,,,lama2 dah jatuh cinta sm julia sangat bucin rangga,,,lanjutkan thor....
2023-04-03
0