Selalu mengingatkan, untuk klik ⭐⭐⭐⭐⭐
'Apakah benar dugaanku tadi, kalau antara papa dan sekretaris barunya itu, ada hubungan spesial?' Bintang semakin gelisah.
Setelah waiters berlalu meninggalkan meja mereka, Pak Hadi kemudian bertanya pada sang putri. "Bintang, tadi kamu bilang, ada yang akan kalian sampaikan?"
Surya menatap sang kekasih hendak mewakili untuk menjawab, seperti yang telah dia rencanakan tadi yaitu meminta restu pada papanya Bintang untuk meminang putrinya, tatapi Bintang mencegah dengan isyarat mata.
"Papa saja dulu. Katanya, ada masalah penting yang akan Papa bicarakan pada Bintang," balas Bintang, menagih.
"Hem, baiklah." Pak Hadi membetulkan duduknya hingga dia merasa nyaman.
"Tadinya, Papa ingin menyampaikan ini hanya sama kamu, tetapi karena kamu mengajak Surya dan memang dia bukan orang lain bagi kamu, ya ... mau tidak mau, papa akan sampaikan." Pak Hadi menatap ke arah Surya dan kekasih Bintang tersebut mengangguk hormat.
Pak Hadi memang sudah mengenal Surya dengan baik dan dia juga tidak keberatan jika sang putri menjalin kedekatan dengan primadona lapangan di sekolah Bintang.
Papanya Bintang justru berterimakasih karena selama ini ada yang menjaga putrinya, disaat dirinya sibuk dengan pekerjaan dan tidak dapat mengawasi Bintang secara penuh.
"Katakan saja, Pa. Jangan bikin Bintang penasaran," pinta Bintang.
"Bintang. Kamu sudah mengenal Sesil, kan?" Pak Hadi menatap dalam netra sang putri, mencoba menyelami bagaimana penilaian putrinya terhadap Sesil, sekretaris baru di kantornya.
Bintang mengangguk, ragu. "Baru sebatas kenal, Pa," balas Bintang, jujur karena memang selama beberapa bulan Sesil bekerja pada sang papa, Bintang baru beberapa kali saja bertemu dengan Sesil. Itupun hanya sekilas dan tidak pernah ada saling komunikasi di antara mereka berdua.
Pak Hadi mengangguk-angguk. "Setelah ini, kalian bisa sering jalan bareng agar bisa saling mengenal dan lebih dekat," ucapnya, membuat dahi Bintang kembali berkerut.
Sementara wanita muda yang duduk di samping papanya Bintang, tersenyum.
Surya hanya menjadi pendengar dan pengamat, tak ingin ikut terlibat dalam pembicaraan ayah dan anak tersebut, kecuali jika dirinya diminta.
"Papa dan Sesil, sudah resmi menjalin hubungan, Bintang, dan papa ingin kalian berdua dekat dulu sebelum kami menikah bulan depan," lanjut Pak Hadi.
Mendengar penjelasan sang papa, Bintang terdiam, lidahnya kelu dan tak dapat berkata-kata.
Bintang menghela napas panjang, mencoba mengusir beban berat yang tiba-tiba menghimpit dadanya.
'Ada apa ini? Kenapa papa seperti buru-buru mengambil keputusan untuk menikah lagi? Dan papa juga tidak ada omongan apa-apa sebelumnya, padahal papa biasanya selalu terbuka pada Bintang.'
Ingin rasanya Bintang menangis karena merasa tak dianggap oleh papanya yang tiba-tiba sudah mengambil keputusan untuk menikah tanpa berdiskusi terlebih dahulu dengan Bintang.
"Kamu mau 'kan, bantu papa mempersiapkan pernikahan kami?" Pertanyaan sang papa, mengurai lamunan Bintang.
"Bintang menggeleng pelan. Maaf, Pa. Bintang butuh waktu untuk bisa menerima semua ini," balasnya dengan menahan sesak di dada.
Setetes air mata jatuh, membasahi pipi chabi Bintang yang putih, seputih susu.
Surya mengambil tissue dari atas meja dan kemudian memberikan pada sang kekasih. Surya kemudian menepuk lembut punggung Bintang, untuk memberikan dukungan.
"Maafkan papa, Bintang. Papa tahu ini mendadak dan kamu pasti sangat terkejut, tetapi papa sudah memikirkan semua ini matang-matang. Jadi papa harap, kamu bisa menerima keputusan papa."
Permintaan sang papa yang seolah tak mau dibantah, semakin membuat Bintang ingin menangis dan menjerit. Namun, Bintang masih dapat menguasai diri.
Dia tahu, pasti berat menjadi papanya yang hidup sendirian, harus bekerja dan membesarkan dirinya.
Bintang juga tidak keberatan, jika suatu saat ada wanita yang hadir di hidup sang papa dan menggantikan posisi almarhumah mamanya.
Hanya saja, kabar yang mendadak dan Bintang tak pernah diajak berbicara sebelumnya, membuat gadis itu merasa diabaikan. Apalagi, wanita yang akan dinikahi sang papa, usianya tak jauh beda dari Bintang.
"Habis ini, antar Mama Sesil ke butik langganan kamu untuk memesan baju pengantin," pinta sang papa kembali.
Bintang semakin menunduk. Dia seolah tidak mengenali papanya saat ini.
Laki-laki dewasa yang biasanya penuh pengertian, penuh perhatian, dan selalu tahu perubahan sikap ataupun mood Bintang, kini jauh berbeda.
Papanya seakan memaksa Bintang agar mau menerima keputusannya, tanpa memperdulikan perasaan Bintang.
Surya memberanikan diri memeluk bahu Bintang, sekadar untuk menenangkan sang kekasih dan itu membuat Sesil yang sedari tadi tersenyum, langsung menekuk wajah kesal.
"Mas, apakah sebebas itu pergaulan Bintang?" tanya Sesil, berbisik.
"Jangan salah sangka, Sayang. Aku tahu betul bagaimana Surya. Dia hanya mencoba untuk menenangkan Bintang," balas Pak Hadi.
"Jangan naif, Mas. Jika di hadapan orang tuanya saja, cowok itu berani memeluk putrimu, bagaimana jika di belakangmu?" Sesil mulai menebar racun di pikiran Pak Hadi.
Laki-laki berkulit putih bersih yang memakai pakaian formal tersebut, menghela napas panjang. "Sudahlah, Sayang. Jangan memperburuk keadaan."
Sesil cemberut karena hasutannya tidak ditanggapi oleh sang calon suami.
Hening, sejenak menyapa meja makan tersebut.
"Kalau Dik Bintang keberatan, tidak apa-apa, kok, saya bisa ke butik sendiri," ucap Sesil mengurai keheningan.
Wanita muda itu tersenyum samar, entah apa yang dia rencanakan.
Bintang masih dengan posisi yang sama, diam dan menunduk dengan air mata yang terus berjatuhan.
Surya ikut terdiam seolah ikut merasakan kesedihan hati sang kekasih. "Aku janji, Sayang, aku tidak akan pergi jauh darimu," bisik Surya.
"Tidak bisa begitu, Sayang. Bintang harus belajar untuk bisa menerima kamu." Ucapan Pak Hadi, membuat Sesil tersenyum penuh kemenangan.
"Bintang, kita ke butik sekarang," ajak sang papa, membuat Bintang mendongak.
"Bintang mau pulang saja, Pa, sama Kak Surya. Kepala Bintang pusing," tolak Bintang.
"Kalau begitu, biar papa yang mengantar kamu pulang. Ke butiknya bisa lain waktu, kalau kamu sudah baikan."
"Sayang, kamu balik ke kantor naik taksi tidak apa-apa, ya," bujuk Pak Hadi.
Sesil mengangguk, patuh. 'Tak mengapa aku mengalah untuk sementara waktu, yang penting rencanaku dapat berjalan dengan mulus.'
🌟🌟🌟🌟🌟 tbc ...
Jempolnya 👍 jangan ketinggalan, yah 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Ita rahmawati
tuh kan ad udang dibalik bakwan 😏😏
2023-08-04
1
Bilal Muamar
ada Mak Lampir Thor....hempasan yg jauh aja itu...jgn sampai jadi Mak tirinya bintang, kesian bintangnya...
2023-05-05
1
Riana
weleh welh ternyta calon ibu tiri jahat😩🤨
2023-04-12
1