Ara pingsan

Ara menatap bapaknya dengan marah, ia tidak habis pikir dengan kelakuan bapaknya yang ribut malam-malam hanya karena lauk makan malam mereka.

Ara bahkan belum makan sama sekali. Bukannya menanyakan Ara yang pulang lebih lama malah ribut masalah sepele.

Kedua adiknya sedang melihat ke arah Bapak dengan pandangan takut sambil bersembunyi di balik tirai.

Ibu seperti memberikan isyarat kepada Ara untuk tidak memperdulikan Bapaknya dan untuk langsung masuk ke kamarnya saja.

Ara mengikuti apa yang diperintahkan oleh Ibunya, Iya berjalan masuk ke arah kamarnya tanpa mempedulikan Bapaknya.

"Lihat gayanya, baru ngasih uang tidak seberapa saja sudah merasa hebat tidak mau menghargai orang tuanya"

Ara menghentikan langkahnya, banyak sekali sumpah sarapan untuk Bapaknya yang Ara tahan selama ini.

Ia masih memikirkan Ibu dan neneknya sehingga memilih untuk tidak bertengkar dengan Bapak.

Tapi malam ini Bapak sudah keterlaluan, sudah hilang kesabaran Ara dan akhirnya Bom waktu itu pun meledak.

" Setidaknya kalau Bapak tidak bisa memberikan kami uang untuk makan, tidak usah membuat keributan Pak "

" Wah hebat sekali kamu ya, susah hebat kamu hah? "

" Ga perlu jadi hebat Pak, yang penting bisa kerja dan bertanggung jawab sama keluarga. Ga seperti Bapak yang tega meninggalkan kita demi perempuan lain, dan sekarang setelah bangkrut seenaknya saja datang kembali seakan tidak punya dosa "

" Apa kamu bilang? Kamu anak kecil tau apa? " Terdengar suara retakan gigi Bapak yang beradu karena menahan marah.

" Aku anak kecil yang Bapak kasih tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga selama bertahun tahun, nggak pernah sekalipun aku berfikir untuk ninggalin keluargaku kaya Bapak "

Ara tau kata kata yang Ia keluarkan sekarang keterlaluan. Tapi Bapak harus mendengar itu, Ia harus tau bagaimana perasaannya selama ini menjadi tulang punggung keluarga.

Emosi Bapak makin memuncak mendengar ucapan Ara, Ia berjalan ke arah Ara dan bersiap untuk melayangkan tangannya untuk menampar Ara.

Ibu yang melihat Bapak sudah ancang-ancang ingin memukul Ara dengan Sigap menghentikan langkah bapak.

Ara tidak takut walaupun Bapaknya sudah marah, tidak ada Bapaknya pun ia dan keluarganya tetap bisa hidup.

Buat apa menampung parasit yang tidak berguna dan tidak bisa bersyukur.

Ara sudah tidak mau lagi mengalah, ia sudah tidak peduli dengan perasaan Ibunya lagi, Ia sudah cukup muak dengan keberadaan Bapaknya di rumah mereka.

" Kurang ajar kamu" Bapak langsung melayangkan tamparan ke pipi Ara.

Ara menahan tangan Bapak sekuat tenaga, tapi percuma melawan tenaga laki laki yang sedang diliputi amarah, pertahanan Ara pun hancur.

Bapak berhasil menampar Ara bertubi tubi dengan kekuatan penuh, Ara melihat wajah Bapaknya, kilatan mata Bapak malam itu tidak akan pernah Ara lupakan.

Tamparan yang keras dan terus menerus itu membuat kepala Ara pusing. Tubuh Ara pun ambruk ke lantai, Bapak yang sudah melihat Ara tergeletak di lantai menghentikan tamparannya.

Bapak tersadar jika Ia sudah kelewat batas.

Baru kali ini Ara merasakan dipukul bertubi-tubi oleh seseorang dan lebih mirisnya lagi orang itu adalah Bapaknya sendiri.

Entah sudah beberapa pukulan yang Ara terima malam ini, sampai akhirnya ia merasa semakin pening dan akhirnya Kehilangan kesadarannya.

Tidak ada lagi yang Ara ingat saat itu, Ia hanya berpikir jika Ia harus mati saat itu maka matilah.

Melihat Ara yang sudah tidak bergerak membuat Bapak ketakutan.

Alih alih menolong Ara, Bapak memilih untuk kabur masuk kedalam kamar.

Ya memang kabur adalah keahlian Bapak.

Ibu dan Adik adiknya membantu mengangkat Ara, sekuat tenaga mereka bertiga berusaha membawa Ara untuk masuk kedalam kamarnya.

" Ina sama Ima tolong ambilkan ibu baskom berisi air hangat sama kain bersih ya "

" Iya Ibu "

Ibu melepas tas yang masih di pakai oleh Ara dan sepatu yang masih terpakai di kaki Ara. Air mata Ibu mengucur deras.

Ia takut jika terjadi hal buruk terhadap Ara karena keputusannya menerima suaminya kembali.

" Anak yang malang, maafkan Ibu ya Nak yang tidak bisa menjagamu dan menjadi orang tua yang baik "

Begitu Ima dan Ina membawa air dan lap bersih, Ibu membersihkan wajah Ara yang memar.

Ibu mengompresnya dengan hati hati luka luka memar itu. Ima dan Ina menangis melihat kondisi Tetehnya.

Mereka sangat ketakutan ketika Bapak menampar Tetehnya berkali kali.

Mereka ingin menolong Tetehnya yang sedang di pukuli oleh Bapaknya, tapi mereka tidak berani dan memilih bersembunyi di balik tirai.

Baru kali ini mereka melihat kekerasan langsung di depan mata mereka.

" Teteh nggak apa-apa kan Bu? "Tanya Ina di tengah tangisnya.

" Ina sama Ima tolong doain Teteh ya, Semoga teteh cepat sadar"

" Iya Ibu, tadi Ina takut sekali melihat Bapak memukul teteh" Ina menghapus air matanya yang terus keluar.

" Iya maafin Ibu ya Nak, kamu jadi harus melihat hal seperti itu "

Tangisan Ibu pecah lagi, Jika harus ada yang disalahkan di sini, maka ialah yang harus disalahkan.

Ia terlalu naive berfikir suaminya kembali karena masih mencintainya dan keluarganya.

Ia yang membukakan pintu untuk laki-laki yang tidak pernah bertanggung jawab dengan keluarganya.

Ia juga yang salah dengan berpikir bahwa suaminya akan berubah menjadi lebih baik ketika ia menerimanya kembali, tapi ternyata semua itu salah. Suaminya masih sama dengan dulu, bahkan makin parah.

Benar kata Ara, dari awal suaminya di rumah, kerjanya hanya bermalas malasan sehingga Ia harus bekerja keras untuk bisa memberikan rokok untuk suaminya itu.

Ina dan Ima memeluk ibunya yang sedang menangis.

" Kalian tidur saja, besok kalian harus sekolah. Biar Ibu yang menjaga Teh Ara "

" Iya Ibu "

Ina dan Ima meninggalkan kamar Ara dan menuju kamarnya.

Di alam bawah sadarnya Ara sedang mengulang kejadian yang baru saja Ia alami.

Bedanya di alam bawah sadarnya, Ara mencoba melawan Bapaknya sekuat tenaga.

Bapak terus melayangkan tamparan demi tamparan ke arah Ara, dan Ara berusaha menghindar dan menangkis tamparan Bapak sebisa mungkin.

Ibu melihat keringat dingin yang keluar dari tubuh Ara dan Ara mengigau beberapa kali.

Akhirnya Ara bangun dari mimpinya dengan keringat membasahi tubuh Ara.

Ketika Ia membuka mata, Ara melihat Ibu yang sedang mengompres tubuhnya.

Nafas Ara tersengal sengal, Ia seperti mengalami dua kejadian yang sama sehingga menguras tenaganya.

" Ara " Ujar Ibu sambil membelai rambut Ara.

" Sudah jam berapa Bu? " Jam dua pagi.

" Kenapa Ibu belum tidur? "

" Tadi kamu pingsan Ra ketika sedang bertengkar dengan Bapak, Ibu dan adik adikmu membawamu ke kamar dan mengompres tubuhmu "

Tidak lama kemudian Ibu menangis dan meminta maaf kepada Ara " Maafin Ibu ya Ra, karena Ibu kamu jadi mengalami hal ini "

Terpopuler

Comments

Raudatul zahra

Raudatul zahra

greget aku sama bapaknya Ara

2023-09-06

0

Raudatul zahra

Raudatul zahra

emag tulisan Naif bahasa Inggris nya naive gitu ya thor😅😅😅

2023-09-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!