Rujak

"Kamu kenapa merem gitu?" tanya Abizar pada Annisa.

Annisa langsung membuka mata. Dia melepaskan diri dari pelukan suaminya. Wajahnya memerah karena malu tapi Annisa pandai menyembunyikan rasa malunya. 'Gue udah nggak ada harga dirinya, be*go banget dah,' gerutu Annisa dalam hati karena kebodohannya sendiri.

"Kelilipan," jawabnya berbohong.

"Ya sudah sini aku tiup matanya." Abizar ingin mendekat tapi Annisa menahannya.

"Stop! Berhenti di situ saja! Nih obat buat Mas Abi." Annisa memberikan bungkusan yang berisi obat yang dia beli di apotek. Abi pun menerimanya.

"Mas tadi ke mana saja? Aku cariin ke mana-mana nggak ketemu."

Abizar mengulas senyum tipis. "Kamu takut aku menghilang?" goda Abizar.

"Idih, GR. Katanya sakit kok gentayangan ke mana-mana?" cibir Annisa.

"Gentayangan? Kamu kira aku ini kuntilanak? Rada-rada ya kamu. Aku tadi ke warung depan buat beli rokok," jawab Abizar.

"Mas jangan merokok di sampingku. Aku nggak tahan sama baunya." Tapi belum selesai bicara Abizar malah menyulut rokok tersebut kemudian menghisapnya. Annisa yang menghirup bau rokok itu langsung terbatuk.

"Alah, baru kena asapnya doang udah batuk. Jangan manja." Annisa tak menanggapi. Dia masih batuk tanpa henti hingga dia memilih duduk di kursi yang ada di dekatnya.

Abizar tang melihat wajah Annisa memerah kemudian mematikan rokok tersebut. Dia juga mengambil air minum untuk Annisa. "Diminum dulu!" Abi menyodorkan segelas air putih pada istrinya.

Setelah menghabiskan air itu barulah batuk Annisa berhenti. "Aku alergi asap rokok, Mas. Aku akan batuk dan semakin parah jika semakin banyak asap rokok yang aku hirup," jawab Annisa dengan mata yang berkaca-kaca.

Abizar jadi merasa bersalah. "Maafkan aku. Aku tidak tahu," ucapnya penuh penyesalan.

Annisa menggeleng. "Tidak apa-apa. Tapi jika kamu ingin merokok tolong menjauhlah dariku," pinta Annisa.

"Iya, aku janji," jawab Abizar.

"Obatnya diminum, Mas!"

"Aku sudah nggak sakit. Sebaiknya disimpan saja jika ada di antara salah satu di antara kita yang sakit kita bisa menggunakan obat itu," ucap Abi dengan lembut. Annisa mengangguk setuju.

Setelah itu, Abizar berganti pakaian. "Mas mau ke mana?" tanya Annisa.

"Aku mau cari kerja lagi," jawab Abizar.

"Tapi Mas Abi kan baru sembuh. Nanti kalau kecapekan di jalan terus sakit lagi bagaimana?" tanya Annisa merasa keberatan.

Abizar mengusap kepala Annisa. "Aku tidak mau menjadi kepala keluarga yang bergantung pada istri," ucapnya sambil menatap ke dalam mata Annisa. Annisa merasa terharu.

Abizar yang dia kenal berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari. "Ya sudah aku buatkan bekal ya, Mas. Selain itu jangan menerobos jika sedang hujan. Berhentilah untuk berteduh," pesan Annisa pada suaminya.

Abizar mengulas senyum diwajahnya yang tampan. Dia merasa beruntung menikahi wanita yang sangat perhatian seperti Annisa.

"Mas kenapa senyum-senyum sendiri? Nggak jadi berangkat?" tanya Annisa memastikan.

Abizar jadi terkejut. "Jadi, jadi."

Laki-laki itu pun segera keluar dari rumah tetapi sesaat kemudian dia berbalik badan. Annisa tidak bertanya tapi dia langsung meraih tangan Abizar untuk disalami. Abizar baru bisa berangkat mencari pekerjaan dengan tenang.

Usai suaminya berangkat, Annisa berjalan di sekitar tempat tinggalnya. Dia melihat seorang wanita yang usianya masih muda jualan rujak dan nasi pecel di pinggir jalan sambil menggendong anaknya. Annisa merasa kasihan. Dia pun berjalan mendekat ke arah penjual itu.

"Assalamualaikum, Mbak."

"Waalaikumsalam. Mau beli rujaknya, mbak?" Wanita itu menawari dagangannya sambil menimang anaknya yang rewel mungkin karena cuaca yang panas.

Annisa mengangguk. "Cabainya satu aja, Mbak. Saya nggak suka pedas. Mbak, anaknya boleh saya gendong nggak?" Wanita itu mengangguk.

Annisa merasa kasian melihat bayi sekecil itu digendong sambil berjualan di pinggir jalan. "Anaknya usia berapa, Mbak?" tanya Annisa.

"Tujuh bulan, Mbak," jawab wanita itu sambil memotong beberapa buah.

"Kenapa warungnya nggak dipasang payung aja. Kasihan lho ini anaknya kepanasan. Nggak pakai topi lagi," tegur Annisa.

"Belum punya uang lebih buat beli payung yang berdiri itu, Mbak."

"Semoga jualannya laris ya Mbak. Biar bisa beli payung supaya dedeknya nggak kepanasan ya dek?" Annisa seolah mengajak bayi itu bicara. Dia anteng dalam gendongan Annisa.

"Mbaknya ini pinter sekali menenangkan anak saya. Mbaknya lagi hamil ya kok beli rujak?" tanya wanita penjual rujak itu.

"Ah, mbak ini suka becanda. Saya aja belum diapa-apain sama suami saya," jawab Annisa dengan entengnya. Sedangkan wanita itu merasa aneh ketika mendengar jawaban Annisa.

"Mbak rujaknya sudah jadi," kata wanita itu memberi tahu.

Annisa memberikan bayi itu pada ibunya. "Berapa mbak?" tanya Annisa.

"Lima ribu aja," jawabnya.

"Ini saya kasih lebih, semoga bermanfaat ya, Mbak," ucap Annisa sambil tersenyum manis. Dia mencium bayi mungil itu sebagai tanda perpisahan.

Setelah itu Annisa berjalan pulang ke rumahnya. Tiba-tiba wajah Annisa menjadi sendu. Dia memikirkan kata-kata wanita penjual rujak itu. Sesampainya di rumah, Annisa mengambil piring lalu membuka rujak yang dia beli.

Annisa memakannya sedikit demi sedikit sambil melamun. Tiba-tiba dia menangis padahal rujaknya tidak begitu pedas. "Aku kangen rumah," ucapnya lirih sambil terus mengunyah buah yang dicampur bumbu rujak tersebut.

Tak lama kemudian, Safa, ibu mertuanya datang mengunjungi Annisa. "Annisa, kamu kok nangis?" Safa duduk di samping Annisa.

"Assalamualaikum, Ma." Annisa mengusap air matanya. Lalu dia meraih tangan ibu mertuanya itu. "Ini cuma karena kepedesan makan rujak Ma," jawab Annisa.

"Annisa kamu nggak sedang ngidam kan?" tanya Safa.

Annisa tertawa. "Mana mungkin, Ma. Annisa dan Mas Abi tidur secara terpisah," jawabnya dengan polos. Safa pun terkejut mendengar penuturan menantunya itu.

"Abizar benar-benar keterlaluan. Apa dia memperlakukan kamu tidak baik?" tanya Safa lebih lanjut.

"Tidak, Ma. Mas Abi sangat baik. Dia sama sekali tidak menyakiti aku."

"Lalu ke mana dia? Kenapa tidak terlihat batang hidungnya?" tanya Safa penasaran. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumah.

"Mas Abi sedang mencari pekerjaan, Ma," jawab Annisa. Safa menjadi terharu. Seorang Abizar bisa-bisanya mencari pekerjaan. Padahal selama ini Abizar hanya bisa menghabiskan uang orang tuanya.

"Benarkah apa yang kamu katakan?" tanya Safa pada Annisa.

"Benar, Ma. Kemaren saja dia sampai sakit karena Mas Abi menerobos hujan. Hari ini aku sudah melarangnya untuk mencari pekerjaan tapi dia menolak. Katanya sebagai kepala keluarga dia tidak boleh bergantung padaku."

Safa merasa bangga pada putranya. Selama ini Abizar tak pernah membuat kedua orang tuanya bangga. Sesaat kemudian Safa mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat.

Kira-kira apa ya isi amplopnya? Karena beberapa waktu lalu Willa, kakak Abizar juga pernah mengeluarkan amplop yang sama.

Terpopuler

Comments

Putri Nunggal

Putri Nunggal

katanya suhu tapi tidak peka dengan yang diharapkan istrinya

2023-04-07

1

❤Rainy Wiratama Yuda❤️

❤Rainy Wiratama Yuda❤️

Isinya uang ya ?

2023-04-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!