Abi pulang dengan baju basah kuyup dan badan yang menggigil. Annisa segera memberikan handuk pada suaminya. "Astaghfirullah, kenapa nggak berteduh dulu sih, Mas? Kalau kamu sakit nanti bagaimana?"
Abizar pun bersin-bersin karena badannya kedinginan. Sepertinya dia mulai masuk angin. "Aku siapkan air hangat untuk mandi ya, Mas." Annisa segera menyalakan kompor dan memasak air untuk suaminya.
"Mas, sambil menunggu sebaiknya kamu lepas bajumu itu supaya kamu tidak menggigil," saran Annisa pada Abizar.
Abizar sebenarnya ragu tapi jika dia tidak mengikuti saran Annisa badannya akan sakit dan masuk angin. Abizar pun melepas satu per satu kancing bajunya. Annisa berbalik badan. Dia merasa malu melihat dada suaminya yang telan*jang.
Annisa pun mengambil baju Abizar dengan membelakangi suaminya. Abizar pun tersenyum geli melihat dirinya yang telan*jang di depan Annisa. Padahal selama ini dia sudah terbiasa memamerkan tubuhnya di depan gadis-gadis. Tapi entah kenapa dia malah merasa malu pada Annisa meski statusnya sebagai istrinya sendiri.
Sesaat kemudian, Annisa pergi ke dapur untuk memeriksa air yang dia masak. "Mas, air buat mandinya sudah siap," teriak Annisa.
Kemudian Annisa berniat keluar dari kamar mandi. Akan tetapi dirinya tak sengaja berpapasan dengan Abizar yang tidak memakai atasan. "Aa..."
Annisa menutup wajahnya lalu berlari ke depan. Jantungnya merasa berdebar ketika melihat dada bidang suaminya terpampang nyata. "Ya ampun, baru lihat sekali aja jantungku berdegup sekencang ini apalagi kalau lihatnya tiap hari," gumam Annisa sambil senyum-senyum membayangkan wajah Abizar.
Tak butuh waktu lama Abizar keluar dari kamar mandi. Kali ini dia hanya melilitkan handuk di bawah pinggangnya. Annisa makin syok ketika melihat suaminya berpenampilan seperti itu. "Mas Abi, pakai baju kamu!" Annisa menutup matanya tapi dia mengintip Abi di antara sela jari-jarinya yang terbuka.
"Ck, berisik banget sih. Baru juga dada yang terbuka. Coba kalau bagian lain," cibir Abi.
"Dasar otak mesum! Aku cuma takut kamu masuk angin. Nanti aku juga kan yang repot," sangkal Annisa. Padahal jantungnya dag dig dug ketika Abi tak memakai bajunya.
"Mana kopiku?" tanya Abi.
"Jangan minum kopi setelah kehujanan. Aku buatkan kamu air jahe biar badan kamu tidak sakit, Mas." Annisa memberikan segelas seduhan jahe hangat pada suaminya.
Abi menutup hidung ketika dia mencium aroma jahe yang menyeruak. "Singkirkan!" Abi mendorong gelas yang dipegang oleh Annisa.
"Nanti kalau sakit baru tahu rasa," gerutu Annisa.
Pada tengah malam, tubuh Abi menggigil kedinginan. Annisa yang saat itu terbangun tak sengaja melihat suaminya dari luar kamar ketika dia ingin ke kamar mandi. Annisa segera menghampiri suaminya.
"Mas, kamu sakit?" Abizar tak menjawab. Dia memeluk tubuhnya sendiri seolah-olah sedang berusaha menghangatkan badan.
Annisa pun menaikkan selimut suaminya. Setelah itu dia memeriksa kening Abizar. "Kamu demam."
Annisa pun mengambil sebaskom air hangat untuk mengompres kening Abizar. Annisa dengan telaten mengganti kain yang tertempel di kening suaminya ketika sudah mulai dingin. Dia melakukannya berulang-ulang hingga dia mengabaikan tidur malamnya.
Saat menjelang subuh, Annisa memeriksa suhu tubuh Abizar. Rupanya demam yang dia alami sudah turun sehingga Annisa merasa lega. Dia yang tidak tidur semalaman pun memilih meletakkan kepalanya di tepi ranjang yang ditempati suaminya.
Abizar yang terbangun melihat Annisa tidur dalam keadaan duduk. Hatinya merasa terharu dengan pengorbanan Annisa yang semalaman telah menjaganya.
Abizar ingin mengusap kepala sang istri tapi dia urungkan ketika Annisa menggeliat. Dia terbangun saat adzan subuh berkumandang. Annisa memang selalu sholat di awal waktu. Dia tidak pernah lalai dalam menjalankan ibadahnya.
Abi berpura-pura tidur kembali. Annisa yang melihat suaminya masih memejamkan mata membiarkan dia beristirahat. Dia mengambil wudhu setelah itu melaksanakan sholat sendirian.
Ada harapan kecil di hati Annisa agar dia bisa menjadi makmum sholat suaminya suatu hari nanti.
Usai melaksanakan ibadah dua rakaat, Annisa memanjatkan doa. "Ya Allah, semoga Engkau beri kesembuhan pada suamiku. Dan berilah kami kehidupan yang berkecukupan. Semoga Engkau memudahkan jalan suamiku agar segera mendapatkan pekerjaan."
Usai berdoa Annisa melepas mukena yang dia pakai. Abizar sempat mendengar doa sang istri. Hatinya terasa terenyuh ketika wanita yang baru dia kenal tiga hari ini begitu mempedulikan dirinya.
Annisa beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan Abizar. Pagi ini dia membuat nasi goreng spesial pakai telur ala-ala. Annisa mengusap peluh yang hampir saja menetes karena kepanasan. Sesaat kemudian Abizar memberikan selembar tisu pada Annisa.
"Ambil, aku tidak mau masakan yang kamu masak rasanya bercampur peluh." Abizar merasa jijik membayangkan hal itu.
"Enak aja. Aku ada sapu tangan nih. Jadi tangan aku selalu bersih," protes Annisa. Abizar hanya mencibir.
Usai sarapan Abizar memilih duduk di kursi yang ada di ruang tamu. "Mas, sudah baikan belum?" tanya Annisa. Dia duduk di sebelah Abizar.
"Udah mendingan tinggal kepala aja yang masih pusing," jawab Abizar.
"Aku belikan obat ya di apotek supaya kamu lebih sehat," kata Annisa. Abizar menahan tangan istrinya.
"Tidak perlu. Nanti juga sembuh sendiri," tolak Abizar. Tapi Annisa tetap membelikan obat untuk sang suami dengan uangnya sendiri.
Annisa berjalan mencari apotek terdekat. Dia pun bertanya pada seorang wanita yang sedang berjalan sambil membawa barang belanjaan.
"Bu, apa ibu tahu di mana letak apotek di sekitar sini?" tanya Annisa.
"Oh, sudah dekat dari sini. Ada pelangnya di sana," tunjuk ibu itu. Annisa pun kembali berjalan ke tempat tujuannya.
Setelah menemukan apotek dia membeli obat untuk suaminya. Annisa kembali setelah membayar obat. Annisa buru-buru kembali ke rumah agar Abizar bisa meminum obat.
"Mas, aku belikan obat untukmu," teriak Annisa ketika dia baru saja menginjakkan kaki di rumah kontrakannya.
Namun, Annisa tidak menemukan Abizar. Annisa mencari ke seluruh sudut rumahnya. Dia tetap tidak menemukan Abizar. "Ke mana sih dia?" gumam Annisa merasa khawatir.
Tak lama kemudian Abizar muncul di belakang Annisa. Annisa jadi terkejut. Annisa menabrak dada bidang Abi hingga dirinya hampir saja jatuh. Untung saja Abi dengan sigap menangkap pinggang sang istri.
Abi menatap wajah Annisa yang dia pikir sangat cantik. Matanya tak berkedip ketika menatapnya. Annisa tiba-tiba memejamkan mata, dia berharap suaminya mencium bibir merah miliknya itu.
Akankah Abizar melakukannya? Apa itu hanya jadi khayalan Annisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments