Sulitnya mencari kerja

Annisa terkejut saat suaminya bilang tidak memiliki pekerjaan. "Ya sudah tidak apa-apa Mas Abi bisa mulai mencari pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan terakhir Mas Abi," kata Annisa mencoba berlapang dada.

Abizar merasa malu pada Annisa. Dia sadar statusnya sekarang adalah kepala keluarga. "Aku janji besok akan mencari pekerjaan," ucap Abi.

Annisa tersenyum menanggapi ucapan suaminya. Usai makan malam, Abizar ingin merebahkan diri sebab dia merasa kelelahan karena berjalan jauh sore tadi hingga malam. Abizar memasuki kamar lalu memejamkan mata.

Ketika waktunya Annisa beristirahat dia bingung. Haruskah dia tidur seranjang dengan suaminya atau dia tidur di sofa seperti kemaren yabg mereka lakukan di hotel. Mereka tidur secara terpisah. Karena di rumah kontrakan itu ada dua kamar, Annisa memilih tidur di kamar lain.

Keesokan harinya Annisa bangun tepat ketika adzan subuh. Dia membersihkan rumah kemudian baru membangunkan suaminya. "Mas Abi, bangun Mas! Kita sholat subuh dulu yuk!" ajak Annisa.

"Kamu duluan aja!" jawab Abizar dengan mata terpejam.

"Mas, jangan begitu." Annisa menyerah setelah usahanya sia-sia membangunkan Abizar. Akhirnya Annisa sholat subuh sendirian. Padahal niat awal dia ingin jadi makmum suaminya.

Usai sholat, Annisa memanjatkan doa. "Semoga suamiku hari ini Kau permudah jalannya dalam mendapatkan pekerjaan Ya Allah. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Annisa berharap suaminya bisa segera mendapatkan pekerjaan agar kebutuhan mereka bisa tercukupi karena jika mengandalkan tabungan Annisa yang tak seberapa tidaklah cukup.

Setelah menunaikan ibadah, Annisa memasak sarapan untuk suaminya. Telor goreng yang dicampur dengan daun bawang andalannya untuk disuguhkan pada Abizar.

Abizar mencium bau wangi masakan dari arah dapur sehingga membuat perutnya terasa lapar. Dia pun bangun kemudian menghampiri Annisa. "Udah matang belum?" tanya Abizar yang muncul tiba-tiba di belakang Annisa.

"Ya ampun Mas Abi ngagetin aja. Kalau masalah perut aja nomor satu tapi sholat bisa-bisanya dilupakan. Ingat telur tuh nggak menetas sendiri. Semua ini ada yang menciptakan," ledek Annisa.

"Ck, pagi-pagi udah berisik aja. Kalau kamu mikir gimana prosesnya ini bisa jadi telur kamu nggak akan jadi makan."

"Kok gitu?" tanya Annisa heran dengan jawaban suaminya.

"Ya karena prosesnya berasal dari sepasang ayam yang kawin. Kamu udah pernah lihat ayam kawin belum?" goda Abizar.

"Idih, nggak jelas," cibir Annisa. Pikirannya jadi ke mana-mana. Sementara Abizar terkekeh melihat tingkah sang istri.

"Mas mau dibuatin minum apa?" tanya Annisa.

"Memangnya kamu udah beli gula sama kopi atau teh gitu?" tanya Abizar setengah meledek. Dia pikir karena baru pindah kemaren tentu saja Annisa tidak mungkin membeli semua kebutuhannya dalam waktu singkat. Terlebih hanya mengandalkan tabungan Annisa yang sepertinya pas-pasan pastilah dia akan berpikir ulang.

"Sudah dong. Aku udah beli teh, kopi, sama gula. Soalnya aku nggak tahu Mas Abi sukanya apa," jawab Annisa.

Abizar merasa terharu. Dia pikir Annisa seorang gadis manja yang tidak bisa menyenangkan suami karena terbiasa dilayani seperti kebanyakan wanita seusianya yang menikmati masa lajangnya. Namun, kali ini pemikiran Abizar itu salah besar. Mulai pertama kali dia mengenal Annisa, gadis itu tampak dewasa dan terlihat lebih siap menjalani rumah tangga yang dibangun atas dasar perjodohan itu.

Abizar merasa malu pada Annisa. Dia hanya lelaki yang sepanjang hidupnya hanya bisa menghabiskan uang sang ayah untuk berfoya-foya. Tak ada kegiatan berarti yang dia lakukan padahal usianya hampir menginjak kepala tiga.

Pantas saja kalau Zidan, sang ayah merasa geram dengan sikap Abizar yang hanya bisa bermalas-malasan.

"Aku mau siap-siap kerja. Tapi buatkan aku secangkir teh hangat saja untuk pagi ini."

Annisa merasa senang karena pertama kali mendapatkan perintah dari sang suami. Annisa berjanji pada dirinya sendiri akan berbakti pada Abizar sesuai pesan orang tuanya.

Abizar memakai setelan kemeja dan celana kain dengan rapi. Sesaat kemudian dia keluar dari kamar. Annisa terpesona pada penampilan suaminya yang begitu berbeda. "Subhanallah," ucapnya ketika melihat Abizar berdiri di hadapannya.

"Kenapa? Nggak cocok ya?" tanya Abizar seraya melihat dirinya sendiri.

"Bukan, bukan. Mas Abi ganteng banget," puji Annisa. Wajah Abizar bersemu tapi dengan cepat dia memalingkan wajah agar Annisa tidak bisa melihatnya.

"Oh iya. Ini tehnya Mas." Annisa memberikan secangkir teh hangat untuk suaminya." Abizar menerima cangkir tersebut lalu meminumnya.

"Terlalu manis. Lain kali cukup satu sendok teh saja," kata Abi memberi tahu kesukaannya. Annisa mengangguk paham.

Setelah itu Abizar pamit untuk mencari pekerjaan. "Mas Abi tunggu!" Annisa menghentikan langkah suaminya. Abi menoleh. Setelah itu Annisa meraih tangan kanan suaminya. Annisa mencium tangan Abizar. Kali ini jantung Abizar berdegup kencang. Rasanya berbeda ketika dulu Annisa mencium tangannya usai akad nikah.

"Aku doakan Mas Abi segeralah mendapatkan pekerjaan. Tidak usah pilih-pilih ya, Mas. Yang penting halal," pesan Annisa panjang lebar sebelum suaminya pergi.

Kemudian Annisa memberikan sejumlah uang pada suaminya. "Mas aku ada sedikit uang untuk ongkos jalan." Abizar ingin menolak tapi jika dia tidak menerima uang itu maka bosa dipastikan kakinya akan bengkak karena berjalan sepanjang hari.

"Iya, bawel." Abizar pun berjalan melewati gang rumahnya. Setelah itu dia mencari angkutan umum.

Ini pertama kalinya Abizar naik angkutan umum. Penumpang di angkutan itu begitu penuh sampai berdesakan. Tubuh Abizar yang awalnya wangi jadi bau karena bajunya tertempel bau keringat penumpang lain.

'Begini rasanya jadi rakyat jelata,' batin Abi meronta. Kalau saja sang ayah tak memutus semua fasilitas maka dia tidak perlu menaiki angkutan umum.

Ketika angkutan tersebut berhenti, Abizar memutuskan untuk turun. Dia memberikan uang dua puluh ribu tanpa mengambil kembalian. Padahal kernek angkutan tersebut terus memanggilnya. Tapi Abi cuek dan terus berjalan jauh karena kesal.

Abizar berhenti di sebuah perusahaan kemudian bertanya pada security yang sedang bertugas. Laki-laki itu melihat penampilan Abi yang berantakan. "Maaf, Mas. Tidak ada lowongan di sini," tolak security itu.

"Sombong banget! Kalau mau saya juga bisa beli nih perusahaan," umpat Abizar lirih. Akan tetapi security itu bisa mendengar ucapan Abizar.

"Pergi kamu!" usir security tersebut.

Abizar telah mencari pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lain hingga sore hari. Ketika dia ingin pulang langit ternyata tak bersahabat dengannya. Hujan tiba-tiba turun dengan lebat.

Uang yang diberikan oleh Annisa telah habis digunakan untuk mondar-mandir mencari pekerjaan. Akhirnya dia kembali berjalan menuju ke rumahnya.

Sementara itu Annisa gelisah menunggu kepulangan suaminya. "Kok sampai maghrib begini Mas Abi belum pulang?" tanya Annisa pada dirinya sendiri.

Terpopuler

Comments

Yati Yati

Yati Yati

lo sombong abi bukanya dwt kembalian di ambil buat obgkos plng nah loh jln kaki

2023-10-26

0

Putri Nunggal

Putri Nunggal

bukan nya kebaliknya yang jd sombong itu malah jadinya kamu zar

2023-04-07

1

Putri Nunggal

Putri Nunggal

jadikan hukuman itu jd pembelajaran pendewasaan diri mu abizar

2023-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!