Sharena segera duduk dihadapannya, sekilas netra Pria itu menatapnya. Sha membalas tatapan itu mengangguk ramah dengan mengukir senyum tipis.
"Mana surat lamaran kerja kamu?" tanya Pria itu datar. Tangannya menggeser beberapa berkas yang ada di meja memberi ruang kosong untuk menumpu kedua tangannya disana, tubuhnya condong kedepan, tatapannya terfokus pada wanita berhijab itu.
"Ah, i-ini Pak," sahut Sha masih mode gugup sembari menyerahkan berkas lamaran yang telah ia sediakan jauh-jauh hari.
Abi membuka map coklat itu, membaca dengan teliti dan mengamati biodata gadis itu, nilai IPK-nya juga bagus. Tak bisa ditampik bahwa gadis ini tergolong cerdas.
"Sesuai keinginan Papa, kamu saya terima sebagai sekretaris saya," ujar Pria itu datar.
"Bapak serius?" tanya Sha ingin meyakinkan sekali lagi.
"Apakah telinga kamu tidak berfungsi dengan baik?" jawab Pria itu menatap aneh.
"Ah, Maaf, saya masih tidak percaya diterima bekerja disini," ucap gadis itu mengulas senyum lembut.
"Jangan senang dulu. Kamu mungkin bisa langsung menempati meja sekretaris itu," ujarnya menunjuk meja kosong yang ada dalam satu ruangan dengannya. "Tapi, ingat! karena selama ini tak ada yang betah berada di posisi itu, kamu harus kuat mental dan menebalkan telingamu bila ingin posisi itu!" tekannya tersenyum senjang.
Sha menelan ludahnya dengan kasar mendengar penjelasan Pria bermulut pedas itu. Apakah dia mampu bertahan, ah, tidak. Ia tak boleh menyerah begitu saja, demi Ibu dan Aldo.
"Baik, saya paham Pak. Saya yakin, Bapak seorang pemimpin di perusahaan ini, tentu saja mempunyai sikap yang bijak dalam memberi perintah dan teguran pada seluruh staf dan karyawan Bapak," sambung Sha tak gentar.
Pria itu menatap tajam saat mendengar ucapan Sha yang sedikit mengena pada dirinya, seakan gadis itu berpikir bahwa dirinya adalah seorang Bos yang arogan.
"Jangan mengajari aku. Sekarang silahkan lakukan pekerjaanmu. Aku akan melihat kinerjamu hari ini, apakah untuk selanjutnya kamu masih bisa menempati ruangan itu," titahnya dengan nada pedas.
"Ba-baiklah, bisa ajarkan saya sedikit cara kerja dan teorinya?" tanya Sha pada atasannya itu.
"Ck, kenapa harus saya yang mengajari kamu, maka dari itu saya tidak setuju dengan keinginan Papa, seharusnya kamu memasukkan lamaran itu ke pihak HRD, jadi tidak perlu merepotkan saya," ujar Abi bersungut hati mengajari gadis itu.
Sha hanya menghela nafas dalam untuk memasok rasa sabar dalam menghadapi sosok atasan seperti Abian. Tak mengapa, setidaknya mulai hari ini dia sudah bisa memahami bagaimana sikap Pria itu.
Sha mengamati dengan teliti dan cermat dalam memahami segala pelajaran yang diberikan oleh Abi.
"Yang pertama-tama kamu harus mengatur jadwal pertemuanku dengan klien, setelah itu menyusun rencana kegiatan kerja, terus...."
"Selamat pagi, Sayang!" seru seseorang masuk begitu saja kedalam ruangan itu.
Abi dan Sha mencari asal suara yang mengganggu konsentrasi atasan dan bawahan yang sedang fokus itu.
"Hai, Sayang, kok tumben pagi-pagi kamu sudah ke kantor?" Abi menyambut kedatangan istrinya yang terlihat sudah modis dengan pakaian kekinian yang melekat ditubuhnya.
Diana tak lantas menjawab pertanyaan suaminya, namun netranya menatap sosok gadis yang sedang menduduki kursi sekretaris suaminya. Tatapan wanita itu begitu lekat dan tajam.
"Di-dia siapa, Mas?" tanya wanita itu menatap curiga.
"Sekertaris baru," jawab Abi biasa saja.
"Mas, kenapa melanggar janji kamu, bukankah aku sudah bilang bahwa aku tidak suka jika ada wanita yang satu ruangan dengan kamu!" tekan Diana tak terima.
"Sudahlah, Sayang, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan tergoda dengannya," balas Abi membujuk sang istri.
"Tapi aku tetap tidak setuju. Aku mau kamu pecat dia sekarang!" titah wanita itu dengan suara lantang sehingga dapat terdengar jelas oleh Sharena. Ternyata itu penyebab utama kenapa ruangan ini selalu kosong.
"Tidak bisa, Sayang!" tegas Pria itu yang membuat mata Diana membulat sempurna.
"Kenapa, Mas? Ternyata benar, bahwa kamu menyukai wanita itu?" tuding Diana begitu pedas.
"Jangan bicara asal kamu,Di!"
"Lantas, apa yang membuat kamu tak berani memecat dia?"
"Karena dia adalah titipan Papa! Aku tidak bisa memecatnya. Jika kamu mau, silahkan kamu berurusan dengan Papa!" tukas Pria itu yang sedikit terpancing emosinya karena sikap Diana yang suka meledak-ledak.
Sharena tak tahu harus bersikap apa saat pasangan suami istri itu berseteru dalam ruangan itu. Ia ingin menepi untuk memberi ruang pada pasangan itu, tapi tak bisa mengabaikan tugas penting yang sedang ia pelajari.
Sha hanya mencoba fokus dengan pekerjaannya, ia tak ingin mendengarkan pertikaian pasangan itu. Sebisa mungkin ia memfokuskan diri pada layar tipis yang ada dihadapannya.
"Kenapa Papa memberimu sekertaris, bukankah selama ini tak jadi masalah jika kamu tak mempunyai sekertaris?" tanya Diana masih tak paham dengan jalan pemikiran ayah mertuanya itu.
"Ya mana aku tahu, sudahlah, jangan di pemersalahkan." Abi merangkul bahu istrinya dan masuk kedalam sebuah kamar kecil yang ada diruangan itu.
Pintunya yang terbuat dari kaca transparan, maka tak sengaja Sha melihat gerakan abstrak yang membuat wajahnya memerah seketika.
Hah, dasar atasan tak berakhlak. Kelakuannya benar-benar telah menodai mata suciku ini
Gadis itu bergumam sendiri dalam hati. Ia segera memalingkan wajah dan kembali fokus dengan pekerjaannya, berusaha menulikan telinga saat suara keramat tersaring oleh indra pendengarnya.
Setelah beberapa menit berlalu, pasangan itu keluar dari kamar yang di perkirakan adalah tempat istirahat Pak direktur itu. Sha tak mengalihkan tatapan dari layar laptopnya. Ia tak peduli mereka mau melakukan apa saja.
"Kamu harus janji ya, Mas. Kamu tidak boleh dekat-dekat dengan dia," ucap Diana memperingati sang suami.
"Kamu tidak perlu mencemaskan hal itu, Sayang, aku tidak akan pernah tergoda dengannya," jawab Abi membuat hati Sha ingin sekali membantah ucapan pasangan itu yang seolah dirinya adalah wanita penggoda.
Sadar sekali posisinya sebagai bawahan, dan tak ingin juga melakukan kesalahan agar tak mendapat pecatan di usia dini, maka Sha berusaha menekan rasa sabar dalam hatinya.
"Yasudah, kalau begitu aku berangkat sekarang ya, Mas. Jangan lupa transferannya. Jangan buat aku malu sama teman-temanku," ucap Diana ingin beranjak meninggalkan ruangan suaminya.
"Baiklah, tapi benaran kamu tidak pulang? Aku bisa jemput kamu, Sayang," balas Abi yang merasa berat melepaskan kepergian istrinya yang hendak ke luar kota untuk menghadiri acara reunian bersama teman-teman kuliahnya dulu.
"Nggak usah, Mas. Aku cuma dua hari," tolak wanita itu.
"Baiklah, Sayang, kalau sudah sampai jangan lupa kabari aku." Abi mengecup bibir dan kening wanita itu sebelum beranjak dari ruangannya.
"Oke, Sayang, bye." Wanita itu segera keluar dari ruangan suaminya.
"Ngapain kamu menatap begitu?" tegur Abi menangkap gadis itu sedang memperhatikan dirinya.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Sweet Girl
Ndak ngapain... cuma lihat aja...
2024-02-23
0
Sweet Girl
Nah... ini Khan aneh Bi...
bener orang tua mu... klo istri mu itu Ndak baik.
2024-02-23
0
Sweet Girl
Yakin kamu Bi....???
2024-02-23
0