Sharena meminta waktu untuk dapat melunaskan semua biaya RS sang Ibu. Ia berjalan menyusuri lorong RS, bingung harus berbuat apa. Kemana ia harus mencari uang sebanyak itu? Apakah dia harus menjual rumah satu-satunya yang kini sedang mereka tempati?
Dengan pasti gadis itu menuju kediamannya dengan menggunakan motor matic kesayangannya. Setibanya dirumah, Sha segera mencari surat rumah. Tak ada yang bisa ia perbuat selain menjual rumah peninggalan dari sang Ayah.
Ternyata operasi jantung tidaklah mudah biayanya, cukup terbilang mahal. Namun demi kesembuhan Ibu apapun akan ia lakukan. Setelah mendapatkan apa yang ia cari dan melengkapi segala persyaratannya.
Sha segera melajukan motornya menuju sebuah Bank untuk mengajukan penggadaian atau dijual sekalian bila perlu.
Sharena kembali dilanda kebingungan saat pihak Bank hanya menawar jauh dari ekspektasi sebelumnya. Alasan mereka karena letaknya yang kurang strategis, dan agak sedikit jauh dari keramaian, maka mereka hanya berani memberi harga yang terbilang murah.
"Pak, apakah tidak bisa ditambah lagi harganya?" tanya wanita itu penuh harap.
"Maaf, Mbak. Dari pihak kami hanya berani menawarkan segitu."
Sharena masih berpikir untuk melepaskan rumah yang selama ini ia tinggali bersama Ibu dan adiknya. Haruskah ia melepaskan dengan harga yang rasanya tak sesuai?
"Maaf, Pak, saya pikir-pikir dulu ya," ucapnya membawa kembali berkas-berkas berharga itu.
Wanita itu kembali ke RS dengan perasaan yang tak menentu. Tak tahu harus bicara apa nantinya demi mengulur waktu untuk mencari pinjaman uang.
Karena pikiran yang sedang kacau, Sha tak fokus mengendarai sepeda motornya sehingga kuda besi itu menabrak bodi mobil yang sedang ngerem mendadak.
Braaakk!
"Astaghfirullah! Ya Allah, kenapa aku harus ceroboh seperti ini," gumam wanita itu sendiri dengan kaki bergetar.
Sha menepikan motornya mengikuti mobil yang ia tabrak tadi. Terlihat seorang lelaki keluar dengan kaca mata hitam yang masih bertengger di hidungnya. Perlahan tangannya membuka kaca matanya.
Sha hanya menatap sesaat, dan segera menunduk sembari memohon maaf atas ketidak sengajaannya menabrak mobil mewah Pria itu.
"Maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja melakukannya," lirih wanita itu.
Pria itu hanya diam dengan wajah datar. Ia menatap penampilan gadis yang ada dihadapannya dari kaki hingga ujung kepala yang terbungkus hijab itu. Ia menghela nafas dalam.
"Lain kali gunakan matamu agar tak membuat kekacauan di jalan raya," balasnya dingin.
"Baiklah, Tuan, tapi tadi anda juga melakukan kesalahan, karena mengerem mendadak," ujar Sha tak mau kalah.
"Kamu sudah membuat mobil saya rusak begini, masih saja membela diri?" tanya Pria itu menyorot dengan tajam.
"Bu-bukan begitu maksud saya, tapi saya juga berhak menyuarakan dimana letak kesalahan anda. Karena apa yang terjadi bukanlah murni kesalahan saya sendiri," ucap Sha masih tak mau disalahkan sepenuhnya oleh Pria itu.
"Baiklah, sekarang kamu perbaiki mobil saya, dan akan saya perbaiki motor kamu!" tekannya tak ingin memperpanjang masalah.
"Aduh, saya minta maaf, Tuan. Udah nggak pa-pa kita perbaiki sendiri-sendiri saja ya. Hehe," ujar gadis itu tersenyum kikuk menanggapi permintaan lelaki tampan itu.
Pria itu berjalan mendekatinya dengan tatapan yang masih menghujam. Kini jarak mereka begitu dekat mengikis jarak. Sha mundur sedikit kebelakang karena merasa tidak nyaman di pepet olehnya.
"Lain kali jangan sok belagu membela diri bila tak punya uang," bisiknya tersenyum mengejek.
Pria itu segera beranjak meninggalkan Sha seorang diri yang masih terpaku ditempatnya. Gadis yang berusia dua puluh empat tahun itu kembali melajukan kendaraan roda duanya menuju RS.
Setibanya di RS, Sha segera menuju kamar sang Ibu. Ia harus memastikan kondisi Ibu baik-baik saja.
"Bagaimana keadaan Ibu, Al?" tanya Sha pada adik lelakinya.
"Alhamdulillah sudah berangsur membaik Kak," jawab Aldo sembari menduduki tempat duduknya kembali.
"Kakak darimana?" tanya Pria yang masih menduduki bangku SMA itu. Ia heran hampir seharian sang kakak menitipkan Ibu padanya.
"Oh, itu. Tadi Kakak masih cari pekerjaan. Kamu sudah makan?" tanya Sha yang belum jujur pada adiknya.
"?Sudah kak."
Sudah dua hari Sharena tak mendapat panggilan dari pihak RS untuk melunasi biaya operasi sang Ibu. Merasa tidak enak, maka gadis itu mendatangi kasir untuk kembali meminta tenggang waktu.
"Semua biaya pengobatan ibu anda sudah di lunasi oleh seseorang," jelas pegawai kasir itu.
"Apa!" Sha begitu terkejut. Siapakah orang yang melunasi biaya pengobatan Ibunya. "Maaf, Buk, boleh saya tahu siapa yang melunasi biaya pengobatan ibu saya?"
"Nama beliau, Ikhsan Wibowo," jawab pegawai itu memberitahu.
Seketika mata Sha membulat sempurna, bibirnya terbuka lebar, ia benar-benar tak percaya lelaki itu begitu baik. Ia harus mengucapkan rasa terima kasih. Atau ada yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikan keluarga itu. Rasanya cukup mustahil bila ada orang yang begitu baik mau mengeluarkan uang sebanyak itu.
Sharena segera menuju kamar dimana Nyonya Ikhsan itu dirawat. Hatinya sangat bahagia, akhirnya ia tak jadi menjual harta satu-satunya peninggalan ayahnya.
Saat Sharena membuka pintu kamar rawat inap, ia melihat pasangan itu sudah bersiap untuk pulang. Jantungnya ingin lompat seketika saat sosok Pria angkuh yang baru beberapa jam tadi bertemu dengannya ada diruangan itu.
"Eh, Sha. Ayo masuklah," ujar Pak Ikhsan menyuruh gadis itu masuk. Tampak dari gelagatnya yang ingin keluar kembali, tatapannya tak lepas pada Pria yang sedang duduk disamping istri Pak Ikhsan. Ia tidak tahu ada hubungan apa lelaki itu dengan mereka.
"Ah, i-iya, Pak. Maaf jika saya mengganggu," ucap Sha merasa sungkan.
"Tidak, Nak. Ibu malah senang jika kamu datang kesini," jelas wanita baya yang bernama Rania itu.
Sha berjalan mendekat pada mereka, dan duduk di ujung Sofa yang berhadapan dengan lelaki dingin itu. Ia berusaha untuk tetap biasa saja. Anggap saja tak pernah bertemu.
"Bagaimana keadaan Ibu kamu, Sha?" tanya Ibu Rania.
"Alhamdulillah sudah mulai membaik, Bu. Dan maksud saya datang kesini ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Bapak dan Ibu, karena sudah melunasi biaya pengobatan ibu saya," ungkapnya pada pasangan itu.
"Sama-sama, Nak. Kami senang bila kondisi Ibu kamu sudah membaik," jawab Pak Ikhsan.
"Bu, Pak, saya tidak tahu harus bicara apa, sungguh saya tak tahu harus berbuat apa untuk membalas segala kebaikan Ibu dan Bapak," lirihnya sangat sungkan.
"Jangan bicara seperti itu, Sha. Kami ikhlas melakukannya. Tapi kalau boleh Ibu tahu, kamu kerja dimana?" tanya Bu Rania.
"Saya belum mempunyai pekerjaan, Bu, kebetulan baru beberapa bulan ini wisuda," jawab Sha dengan jujur.
"Kamu ambil jurusan apa saat kuliah?" tanya Pak Ikhsan.
"Ekonomi, Pak."
"Nah, kebetulan kalau begitu. Kamu bisa bekerja di kantor Bapak. Kamu setuju 'kan Abi?" tanya Pak Ikhsan pada Pria yang sedari tadi hanya diam mengamati pembicaraan mereka.
"Maksud Papa?" tanya Pria itu tampak keberatan.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Praised94
terima kasih
2024-02-06
0
Bundanya Pandu Pharamadina
nyimak Sharena
2024-02-06
0
Dewi Anggya
waah jgn² yg tabrakan td tuh si abi
2024-01-31
0