Bab 3

"Maksud Papa, kamu menerima Sharena bekerja sebagai sekretaris kamu di kantor," jawab Papa jelas.

"Tapi, Pa. Dia kan belum mempunyai pengalaman dalam bekerja. ya, jadi mana mungkin aku menerimanya begitu saja," ujar Pria yang bernama Abi itu.

"Papa percaya bahwa Sha bisa melakukan pekerjaannya sebagai sekretaris kamu. Sudah, jangan membantah!" tegas Pak Ikhsan pada Pria itu yang ternyata anaknya.

"Terserah Papa deh, tapi jangan salahkan aku bila kinerjanya tidak sesuai keinginan Papa," jawabnya pasrah.

"Yasudah, bila urusan kamu sudah selesai, kamu boleh datang ke kantor," ujar Pak Ikhsan pada gadis itu.

Sha tersenyum bahagia mendengar ucapan Pak Ikhsan yang memberinya pekerjaan.

"Baik, terimakasih banyak, Pak. Saya tidak tahu harus bicara apa. Hanya bisa mengucap terima kasih atas segala kebaikan Bapak dan Ibu," ungkap gadis itu dengan tulus.

Abi menatap gadis itu dengan malas. Dia heran kenapa Papa dan Mama begitu menyayanginya. Seharusnya mereka lebih menyayangi Diana yang jelas menantu mereka.

Entah kenapa sampai sekarang Mama dan Papa selalu bersikap dingin dengan Diana, dan begitu pula dengan Diana yang tak berminat untuk mendekatkan diri pada mertuanya. Hubungan menantu dan mertua itu memang sudah lama tak sehat, sebelum mereka menikah, Pak Ikhsan dan Bu Rania sudah tak setuju.

Dengan alasan bahwa Diana adalah wanita yang tak pandai menghormati orangtua, gaya hidupnya yang suka bepoya-poya dengan kawan-kawannya, akhlak dan adabnya juga kurang. Namun pasangan itu tak bisa menghalangi pernikahan putra semata wayang mereka, dikarenakan Abian yang sangat mencintai Diana begitu dalam.

Berharap suatu saat nanti Diana bisa menjadi pribadi yang baik, namun tak sesuai harapan mereka. Lima tahun menikah tak ada yang berubah pada diri wanita itu. Abi yang dibutakan oleh cinta, maka tak bisa membedakan tingkah dan perilaku istrinya yang sudah semakin menyimpang.

"Ayo, Ma, kita pulang sekarang. Soalnya aku masih harus balik ke kantor, karena ada pekerjaan yang belum aku selesaikan," ujar Abi ingin segera beranjak.

"Kalau begitu Ibu pulang dulu ya, Sha, sampaikan salam kami pada Ibu kamu, semoga cepat pulih kembali," ucap Pak Ikhsan dan Bu Rania.

"Baik, sekali lagi terimakasih ya, Bu Pak," jawab Sha sembari mengukir senyum ramah, tidak dengan Pria sombong itu. Ia hanya mengangguk padanya sebagai tanda tak mengurangi rasa hormatnya. Namun lelaki itu tak menampakkan ekspresi apapun diwajahnya. Ah, dasar kanebo kering.

Sudah satu minggu Ibu menjalani rawat inap pasca menjalani operasi jantung. Pagi ini Dokter memberi izin untuk pulang, karena sudah di pastikan kondisi Bu Susi dinyatakan sudah pulih dan membaik, hanya perlu kontrol rutin setiap bulannya.

"Sha, bagaimana dengan biaya operasi Ibu?" tanya wanita baya itu pada putrinya yang sedang berberes untuk persiapan pulang.

"Ibu tidak perlu khawatir, karena semua biaya RS sudah dilunasi oleh calon Bos aku," jelas Sha pada sang Ibu.

"Calon, Bos?" tanya Ibu tak mengerti apa maksudnya.

"Iya, Bu. Ada orang baik yang memberi aku pekerjaan." Sha menjelaskan semuanya pada Ibu tentang Pak Ikhsan dan Bu Rania yang sudah begitu baik.

"Baik sekali mereka, Nak? Sungguh berasa hutang Budi dengan mereka," ucap Ibu.

"Aku juga begitu, Bu. Tapi kita wajib bersyukur karena masih ada orang yang mau membantu dengan ikhlas."

"Kak, udah siap? Nanti Kakak dan Ibu naik taksi saja, biar aku yang bawa motor Kakak," ucap Aldo yang baru sampai masih mengenakan pakaian seragamnya.

"Baiklah, kamu baru pulang jam segini?" tanya Sha menatap sang adik karena masih menggunakan pakaian sekolahnya.

"Iya, tadi ada pelajaran tambahan di sekolah."

Aldo segera mendorong kursi roda ibunya, sementara Sha menenteng tas dan peralatan lainnya. Setelah membantu Ibu masuk kedalam mobil, Pria yang berumur delapan belas tahun itu segera menuju parkiran untuk mengambil motor sang kakak dan memacu pulang mengikuti taksi yang di tumpang oleh Ibu dan kakaknya.

Setibanya dikediaman sederhana itu, Aldo dan Sha membantu Ibunya untuk menempati ranjang, memapah dengan pelan hingga memastikan bahwa Ibu berbaring dengan nyaman.

Setelah itu Sha mengerjakan tugas rumah yang lainnya, sejak Ibu sakit, rumah itu terlihat tak terawat karena mereka sibuk di RS menjaga sang Ibu.

Sudah beberapa hari sejak kepulangan Ibu dari RS, pagi ini Sha sudah bersiap untuk mendatangi kantor yang bergerak di bidang retail. Sebenarnya Sha ragu untuk berhadapan dengan Pria kaku itu. Kenapa ayah dan anak sikapnya bertolak belakang ya?

"Kamu jadi kekantor?" tanya Ibu yang sudah terlihat lebih fresh.

"Jadi. Do'ain ya, Bu, semoga aku diterima bekerja disana," jawab Sha meminta Do'a restu.

"Tentu saja, Nak. Ibu akan selalu mendo'akan kamu. Semoga Allah beri kemudahan segala urusan kamu hari ini," Do'a Ibu untuk putrinya.

"Aamiin, kalau begitu aku jalan sekarang ya, Bu." Sha menyalami tangan Ibu dengan takzim.

Sesuai alamat yang diberikan oleh Pak Ikhsan, kini gadis cantik berlesung pipi itu sudah tiba di gedung pencakar langit. Sedikit nervous saat masuk kedalam perusahaan yang terkenal cukup besar yang ada di kota Medan.

Sha menuju meja resepsionis untuk menyampaikan niat dan tujuannya datang ke kantor itu. Ia berusaha menekan rasa gugup, karena semua orang menatap dirinya, apakah karena dia yang menggunakan hijab? Karena semua staf dan karyawan terlihat mengenakan rok dibawah lutut.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya pegawai resepsionis itu.

"Ah, pagi Mbak. Saya mau bertemu dengan Bapak Abian Rahardian," ujar Sha.

"Apakah Mbak sudah membuat janji dengan beliau?"

"Tidak, tapi saya disuruh datang untuk menghadap," jelasnya meyakinkan.

"Baik, kalau begitu saya hubungi beliau dulu, kalau boleh saya tahu, nama Mbak siapa?"

"Sharena Husman."

"Baik, tunggu sebentar ya, Mbak."

Pegawai itu segera menghubungi atasannya, dan menyebutkan nama gadis yang ingin bertemu dengannya.

"Baik, silahkan Mbak datang keruangan Pak Abian yang berada dilantai lima," ucap pegawai itu memberi izin.

"Baik, terimakasih Mbak," ucap Sha, kedua wanita itu saling mengangguk ramah dan mengulas senyum untuk mengakhiri percakapan mereka.

Setibanya dilantai Lima, Sha mencari ruangan Pria itu. Tak tahu ruangannya yang mana, akhirnya wanita itu memutuskan untuk bertanya pada salah satu staf yang sedang fokus dengan pekerjaannya.

"Maaf, permisi Mas, ruangan Pak Abian yang mana ya?" tanya gadis itu menghampiri meja kerja yang didesain Open Office itu.

"Ruangan direktur utama, ada di sebelah sana, Mbak. Apakah sudah buat janji?" tanya pegawai itu sembari tersenyum ramah.

"Ah, sudah, Mas. Kalau begitu terimakasih ya, mari."

"Mari cantik," jawab Pria itu tersenyum menatap dengan seksama hingga gadis itu hilang dari pandangannya.

Sharena membaca tulisan yang tertera di pintu ruangan itu. Kembali hatinya gugup, namun ia berusaha untuk menekan rasa takut dan gugup itu. Ia harus bisa mendapatkan pekerjaan demi kesembuhan Ibu yang harus kontrol setiap bulannya, dan juga membiayai sekolah sang adik.

Tok! Tok!

"Masuk!" seru seseorang, dari suaranya Sha sudah mengenali.

Sha segera membuka pintu ruangan. Terlihat Pria itu sedang fokus dengan gawainya, dan sesekali menatap benda pipih yang ada di mejanya.

"Duduk!" titahnya tanpa menoleh sedikitpun pada gadis itu. Hah, sombong sekali, apakah wajah gadis itu sangat membosankan?

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan dukungannya ya, agar Author semangat update. terimakasih 🙏😘

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Sweet Girl

Sweet Girl

Wajar... Direktur Utama...

2024-02-23

0

Edy Sulaiman

Edy Sulaiman

penjajakan dulu thor kalu oke Lanjtut sampai the end..
.

2024-02-18

0

Praised94

Praised94

terima kasih 👍

2024-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!