Bab 3 Kemarahan Akbar Melihat Nina

Nayla berjalan ke arah pintu rumah, melihat siapa yang datang. Baru saja membuka pintu rumah, orang itu sudah mendorong pintu dan menangis dihadapan Nayla.

"Kak Nayla, " Pelukan dan tangisan diperlihatkan oleh sang adik bernama Nina. Gadis muda itu, kini menceritakan apa yang sudah terjadi padanya. 

"Nina, kamu kenapa?" tanya Nayla, perlahan melepaskan pelukan dari tangan adiknya. 

Nina masih memperlihatkan isak tangis, dengan bibir mengkerut.  Nayla berusaha menenangkan sang adik, menyuruh gadis berumur delapan belas tahun itu untuk duduk di atas sofa. 

Merangkul bahu Nina, " ayo kamu duduk dulu disini, tenangkan dulu hati kamu. Tarik napas, lalu keluarkan secara perlahan. "

Gadis bermata sipit itu menurut, ia mengikuti perkataan sang kakak, hingga tangisannya itu berhenti seketika. "

"Sekarang coba kamu ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi pada kamu?" tanya Nyala dengan tutur kata lembutnya. 

"Nina diputusin pacar Nina yang kaya raya itu, di tega tampar pipi Nina, dan mengatai Nina seperti sampah!" jawab Nina, Nayla mengerutkan dahinya, ia menggelengkan kepala melihat sang adik yang masih berumur delapan belas tahun sudah mengenal cinta. 

"Bukannya kakak, sudah pernah kasih tahu kamu Nina, jangan pacaran dengan lelaki itu. kamu fokus saja pada kuliahmu, " ucap sang kakak berusaha menasehati adiknya. 

Nina hanya menundukkan wajah merasa menyesal karena tak mendengar nasehat sang kakak, ia kini mengusap sisa air mata yang masih basar pada pipinya. 

Perlahan tangan gadis itu, mulai meraih kedua tangan sang kakak dan memelas, memohon permintaan. " Kak Nayla, bolehkah Nina tinggal di rumah ini. "

"Ee, gimana ya. Boleh saja, tapi …. " belum meneruskan perkataan, Nina langsung tersenyum lebar. 

"Terima kasih, kak, " balas Nina mulai bangkit dari tempat duduknya sembari memegang koper berisi baju yang ia bawa. " Jadi mana kamar untukku, kak?"

Nayla berusaha menjelaskan perkataan yang belum sepenuhnya terucap, " Tunggu. "

Nina kini mengerutkan dahi," Kenapa kak?"

"Kakak harus meminta izin terlebih dahulu pada Mas Akbar, karena ia yang berhak menentukan kamu bisa tinggal di rumah ini atau tidak!" jawab Nayla, membuat raut wajah Nina seketika berubah. 

Gadis berumur delapan belas tahun itu, kini duduk di atas sofa bersebelahan dengan sang kakak. Mengerutkan bibir, " Ya ampun kakak, masa harus nunggu izin suami, baru aku bisa tinggal di sini. "

"Maafkan kakak Nina, karena rumah inikan milik suami kakak, jadi yang berhak memberikan izin suami kakak. Jadi kakak tidak bisa semena mena. " Nayla memberi pengertian kepada sang adik, agar mau memahami situasi sang kakak. 

Nina malah melipatkan kedua tangan, dan mengerutkan bibirnya, " Ya sudah cepat beritahu suami, kak Nayla. Soalnya Nina sudah ingin beristirahat. "

Masih menyimpan keraguan pada hati Nayla, untuk meminta izin kepada suaminya. 

"Loh, kakak malah diam saja. Ayo kasih tahu suami kakak. "

Nayla merasa tak enak hati, ia belum berani bangkit dari tempat duduknya, menghampiri sang suami, karena feelingnya Akbar pasti tidak mengizinkan Nina tinggal di rumahnya. 

"Oh ya, sebelum kakak menghampiri Mas Akbar, kakak ingin tanya sama kamu.  Kontrakan yang kakak bayar setiap bulan untuk  tempat tinggal kamu,  gimana?"

Nina mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangan, " Kakak, selama aku mempunyai pacar aku tidak pernah tinggal di kontrakan itu. Jadi Aku tinggal di rumah mewah pacarku. "

"Lantas uang bulanan yang kakak kirimkan untuk bayar kontrakan.  Kamu pakai apa?" tanya Nayla membuat Nina malah menjawab. "  Uang itu habis Nina pakai kebutuhan Skin Care Nina. Dan membeli alat make up untuk Nina pergi kuliah. "

Mendengar perkataan Nina membuat Nayla sedikit kesal, padahal ia bersusah payah menyisihkan uang  yang seharusnya menjadi kebutuhan untuk dirinya, Nayla berikan pada sang adik. 

Apalagi niat Nayla yang menabung untuk menjalankan operasi wajah habis membiayai kuliah sang adik. 

"Nina, kakak susah payah loh biayai kamu mahal mahal, tapi dalam pikiran kamu itu hanyalah mempercantik diri dan mempunyai pacar, " keluh sang kakak, membuat Nina menggerutu kesal. "Oh, jadi kakak keberatan dengan Nina, karena sudah menghambur hamburkan uang. Kak Nayla, apa yang Nina beli dari uang kakak itu adalah sesuatu yang dibutuhkan Nina agar tetap tampil segar dan enak dipandang mata orang orang. "

Nayla menggelengkan kepala, mendengar perkataan adiknya. 

Nina sudah merasa tak nyaman dengan badannya, ia sesekali menguap  merasakan rasa kantuk. 

Dimana Nayla mencium bau Alkohol dari mulut adiknya. Mengibas ngibaskan tangan pada depan wajahnya, sang kakak kini berucap. " Mulutmu bau alkohol, kamu habis minum minum ya. Nina. "

Kedua mata Nina berkaca kaca, ia menganggukan kepala dan berucap," Iya kak, kan kakak tahu sendiri, Nina itu frustasi diputusin pacar, sampai berani minum minum sama kawan kawan Nina. "

Sang kakak memegang kedua bahu adiknya, lalu berucap lagi, " Nina, kakak tak suka jika kamu sampai minum minuman keras seperti ini, yang kakak inginkan saat ini kamu fokus kuliah, jangan memikirkan seorang pacar. Kakak menasehati kamu karena kakak sayang sama kamu, kakak ingin kamu menjadi wanita berpendidikan. Dan tidak dipandang rendah oleh orang lain. "

"Pasti itu lagi yang kakak bahas, berpendidikan dan masih miskin tetap saja kak. Orang akan menghina kita rendah, kecuali kalau kita kaya raya dari oroknya, mungkin orang lain tidak akan menghina kita. "

Obrolan keduanya tiba tiba terhenti saat sosok Akbar datang. " Nayla. "

Nayla membalikkan badannya, ia lupa kalau Akbar menyuruhnya untuk tidak berlama lama saat menerima tamu.

Nina yang melihat ketampanan suami dari kakaknya membuat ia membulatkan kedua matanya.

"Iya Mas, kenapa?" tanya Nayla penuh dengan perasaan takut.

"Kenapa kamu begitu lama menerima tamu!" Jawab Akbar dengan nada terdengar kesal.

"Maaf mas, ada adikku datang." ucap Nayla, dimana Nina mengajak bersalaman pada sang kakak ipar.

Namun Akbar hanya menganggukkan kepala, menjaga sentuhannya, berusaha tak memandang sedikit pun gadis yang memakai baju seksi itu.

Nina heran dengan kakak iparnya yang tak mau bersalaman, padahal banyak sekali lelaki yang mengantri padanya demi ingin dekat dan di sapa oleh Nina.

"Mas, aku ingin meminta izin padamu, " ucap Nayla dengan penuh keraguan, dimana Akbar berdiri membelakangi Nina.

"Izin untuk apa," balas Akbar terlihat heran, dengan nada gugup istrinya saat berbicara.

"Ini soal Nina, kebetulan sekali dia sedang menjalani kuliahnya. Dan meminta untuk tinggal di rumah kita, apa kamu mengijinkan Nina tinggal di sini, " jelas Nayla, berharap jika sang suami mau mengizinkan sang adik tinggal di rumah.

Akbar mengusap perlahan dagunya, memikirkan apa yang dikatakan sang istri. " Kenapa kamu tidak biarkan dia mengontrak saja. "

"Sudah, tapi dia merasa tak nyaman. karena daerah sini sedikit rawan, " Alasan Nayla, agar sang suami mengizinkan Nina tinggal di rumahnya.

"Mm, baiklah. Tapi hanya sementara. " ucap Akbar mengizinkan Nina tinggal di rumahnya.

"Sementara?"

"Ya, biar adik kamu itu belajar mandiri tidak bergantung dengan orang lain!"

DEG .....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!