Akbar memegang setir mobil yang belum dinyalakan, iya menggenggam erat setir mobil, setelah mendengar perkataan dari istrinya.
"Nayla, aku tidak akan meninggalkan kamu di dalam mobil sendirian. Aku ingin bersama kamu ketika menghampiri ibu di dalam rumah."
Nayla semakin terharu dengan perkataan sang suami, hatinya berdebar, iya mengukir senyum di bibirnya. Menatap bahagia ke arah suaminya.
" Sebaiknya sekarang kita pulang saja, jangan perdebatkan lagi masalah yang tadi, aku tidak ingin perkataanku ini nantinya malah menyakiti hatimu. "
Bagaimana bisa Nayla yang sekarang menjadi wanita buruk rupa, mendapatkan sosok lelaki yang benar-benar setia terhadapnya, menjaga lisan dari perkataan buruk.
Mobil kini melaju dengan kecepatan tinggi, Akbar ingin segera menghindar dari rumah keluarga yang memayoritaskan kecantikan dan juga kekayaan.
"Sayang, nanti kalau kamu butuh sesuatu bilang ya sama aku. "
Nayla menganggukan kepala tersenyum lebar, hatinya merasa bahagia. Ada sosok lelaki tangguh di hadapannya.
Setelah pulang ke rumah, baru saja Akbar duduk di atas sofa, ia dikejutkan dengan suara ponselnya yang bergetar.
Merogoh saku celana melihat layar ponsel, Akbar mulai mengangkat panggilan telepon dengan menghindar dari sang sang istri.
Pergi ke ruang tamu. " Halo Akbar."
Terdengar suara sang kakak memanggil nama adiknya, "Ada apa lagi?"
Bukan sapaan yang dilayangkan Akbar, tapi sebuah pertanyaan pada sang kakak dengan nada sedikit meninggi.
"kamu ini gimana sih Akbar, di perkumpulan keluarga kamu malah pergi begitu saja. Kamu ini tidak kasihan terhadap ibu," ucap Ardan, terdengar membentak sang adik.
Akbar tersenyum sinis, setelah Ardan membahas rasa kasihannya terhadapan sang ibunda. " Kak, Akbar pergi karena ibu mempermalukan Nayla di depan keluarga. "
"Hanya karena perkataan ibu yang sepele, kamu tega pergi meninggalkan wanita tua yang melahirkan kamu. Akbar sadar, ibu lebih berharga dari pada istrimu. " Nasehat yang tak akan diterima sama sekali oleh Akbar dari mulut sang kakak.
"Aku bukan tega pada ibu kak. Kak, tapi Aku lebih menghargai dan menjaga hati istriku, menyelamatkan keluargaku. " Balas Akbar pada sang kakak, dengan harapan jika sang kakak akan mengerti.
"Akbar, kakak tak menyangka, jika kamu lebih memilih wanita buruk rupa …."Akbar mengelak perkataan sang kakak dalam sambungan telepon, " Jangan pernah menghina istriku, apalagi menyebut dia wanita buruk rupa. Jika Kak Ardan sekali lagi menyebut penghinaan itu, aku tak segan segan menyebut kakak seorang b@j!ng@n."
"Hanya karena Nayla, kamu berani membantah kakakmu ini, kurang ajar sekali kamu Akbar. "
Sambungan telepon pun dimatikan sebelah pihak, Akbar tak peduli jika sang kakak membenci dirinya, dari dulu memang iya menginginkan seperti ini. Tak ada namanya persaudaraan, karena mempunyai saudara bukan malah membuat di bahagian. Malah memperbanyak masalah, kehidupannya yang biasanya nyaman sekarang terusik karena harta warisan.
Apalagi Akbar selalu menjadi sasaran kekesalan kedua kakak laki lakinya, yang dimana ia mendapatkan harta warisan yang lebih banyak daripada kedua kakaknya.
Menggenggam erat ponsel, Akbar berusaha menenangkan diri, kini rumah tangganya berada di fase sedang tidak baik. Karena banyak ketidak sukaan keluarga Akbar dari status keluarga Nayla dan wajahnya yang buruk rupa.
Nayla yang berada di balik pintu menggenggam erat kedua tangan, menaruhnya pada dada. Rintikan air mata kini membasahi kedua matanya, ia malu pada dirinya sendiri, karena fisiknya yang buruk rupa.
Membuat keluarga Budiarto, menjauhi Akbar karena selalu berpihak pada Nayla. Perlahan Nayla melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, Nayla mendekatkan dirinya pada cermin besar.
Melihat raut wajah. Bekas kecelakaan membuat kedua matanya meneteskan air mata, Nayla mulai mengambil sebuah cadar dan pakaian syar'i yang ia beli seminggu lalu.
Raut wajah masih memperlihatkan kesedihan, dimana Nayla mulai mencoba baju syar'i dan juga cadar yang akan menutupi wajahnya.
Kini penampilannya benar-benar tertutup semua, membuat ia berpikir harus memakai pakaian tertutup agar orang yang melihatnya tak jijik. Akbar membuka pintu kamar, ia terkejut melihat Nayla memakai baju syar'i yang begitu tertutup.
"Nayla, sedang apa kamu. "
Akbar mendekat dimana Nayla, mengedipkan kedua matanya. " Mas Akbar. Gimana penampilanku sekarang, cantikkan?"
Pertanyaan Nayla membuat Akbar tak suka. perlahan ia memegang kerudung panjang dan juga cadar yang menutupi wajah istrinya.
Wajah yang penuh dengan luka bakar, kini tak terlihat lagi.
Menarik kerudung panjang itu hingga lepas. " Aku tak suka. Untuk apa kamu menutupi wajah cantikmu dengan kerudung ini. "
" Mas Akbar, jika aku menutupi wajahku dengan kerudung ini, kemungkinan besar keluargamu tidak akan jijik terhadapku. "
"Cukup." Akbar berusaha menghentikan ucapan istrinya yang membahas antara jijik dan tidaknya. Terhadap seorang menantu yang mempunyai kekurang fisik.
Lelaki berbadan kekar itu menatap ke arah istrinya dengan kedua mata berkaca kaca, memegang kedua bahu Nayla. " Tak harus kamu menutupi kekuranganmu itu hanya ingin mendapatkan kebaikan mereka. "
Akbar memeluk erat istrinya, lalu menangis. " Jika kita berada dibawah dan tak mempunyai apa apa, apalagi menunjukkan kekurangan. Kita akan tahu siapa orang yang akan menghargai kita dan peduli pada kita, dan kita juga akan tahu sosok orang munafik itu seperti apa. "
"Akbar, aku banyak sekali kekurangan." Nayla terdengar merendah.
"Hey, manusia semua sama mempunyai kekurangan, bukan kamu saja Nayla, aku juga punya, " Akbar berusaha membuat ukiran senyum pada bibir istrinya.
"Tapi, kekuranganku begitu banyak. Jadi aku ingin menutupi semuanya agar mereka tak menghinaku lagi, " Perkataan Nayla membuat hati Akbar sakit, lelaki berbadan kekar itu tahu apa yang dirasakan istrinya ketika sang keluarga meremehkan dan menghina fisiknya.
Akbar mencoba menasehati sang istri, " Jika kamu ingin memakai kerudung, niatkan untuk menutupi auratmu, bukan semata mata untuk menutupi kekuranganmu. Aku tidak akan melarangmu memakai pakaian Syar'i. Silahkan saja. "
"Terima kasih, mas. " Dan pada akhirnya senyuman itu terlukis indah pada bibir tipis Nayla.
"Jika mereka menghinamu, sama saja mereka menghinaku juga. Jadi jangan takut, aku akan tetap ada di sampingmu, Nayla," Pelukan hangat dari sang suami masih dirasakan Nayla selama ini Akbar selalu menjaga dan menyayangi sang istri sepenuh jiwa.
Tok .... Tok .
Ketukan pintu kini begitu jelas terdengar dari depan rumah mereka, Nalya mulai melepaskan pelukan suaminya. Ia kini berniat untuk melihat siapa orang yang datang ke rumahnya.
"Mas, aku lihat dulu ke depan siapa yang datang," ucap Nayla membuat Akbar menganggukan kepala.
Melangkahkan kaki, membuat Akbar menarik tangan istrinya. " Kenapa mas?"
"Jangan lama lama, " Kedipan mata seperti menandakan jika Akbar ingin berduaan dengan sang istri di dalam kamar. Ia tak ingin jauh dengan wanita yang sangat ia cintai.
Nayla tersenyum, " Baiklah. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments