Bab 4 Kambuh

Aurel terdiam dengan tatapan kosong di atas ranjangnya. Setelah mengakhiri panggilannya dan Alex, ia tidak tahu harus apa. 

Orang tuanya tidak berhenti berdebat sejak tadi. Aurel hanya mendengarkan saja sangat lelah, bagaimana keduanya yang terus saling meneriaki?

Aurel menatap lengannya yang lebam karena ia sentuh sendiri. Hemofilia berat yang ia alami benar-benar mengganggunya. Bahkan sentuhan halus bisa meninggalkan memar di tubuhnya. Orang akan mengira Aurel mengalami kekerasan verbal. Padahal tidak ada yang melakukan kekerasan kepadanya, ini hanya karena hemofilia yang ia alami.

Gadis itu mulai merasakan sakit di sekujur badannya. Ia lelah, karena sejak tadi berkutat dengan desain gaun wisuda nya nanti. Sekalipun acara wisudanya masih lama, gadis itu ingin mempersiapkan gaunnya dari sekarang. Karena ia ingin gaunnya menjadi yang terbaik. Dan yang terjadi adalah Aurel kelelahan karena sibuk mendesain gaunnya.

Aurel merasakan rasa asin di mulutnya. Seingatnya ia tidak makan apapun sejak tadi, apakah ini … lagi? Aurel harap ini bukan darah.

Aurel mengambil cermin di nakas, saat cermin tersebut berada tepat di depan wajahnya, gadis itu mendesah kecil saat melihat darah yang keluar dari mulutnya. Ia rasa gusinya berdarah, lagi. Inilah yang selalu Aurel alami saat kelelahan.

Jika gusinya sudah berdarah, pasti tidak lama lagi akan disusul dengan mimisan. Ini juga salahnya karena memaksakan membuat gaun berjam-jam, padahal ia tahu hemofilia tidak bisa kelelahan. Hanya saja Aurel ingin seperti remaja-remaja lainnya yang bebas melakukan apa saja. Tapi nyatanya? Aurel justru harus membatasi kegiatannya agar tidak kelelahan. Karena jika ia kelelahan maka hemofilia nya akan kambuh.

Aurel lalu pergi ke kamar mandi dengan langkah gontai, gadis itu mendorong kursi meja riasnya dengan kaki ke kamar mandi. Karena ia tidak mungkin mengangkatnya jika tidak ingin pendarahannya semakin parah. Walaupun dengan mendorong menggunakan kaki, kakinya turut memar, setidaknya tidak ada darah yang keluar.

Setelah kursi tersebut berada tepat di depan wastafel, gadis itu duduk dan memuntahkan darah yang memenuhi mulutnya. Jika sudah seperti ini, gadis itu akan diam di kamar mandi untuk waktu yang cukup lama sampai darah itu berhenti keluar dari gusinya. Mungkin tidak akan terlalu lama jika hemofilianya belum mencapai status hemofilia berat.

“Sampai kapan aku akan seperti ini?" tanya Aurel sembari mendesah pelan. Gadis itu membuang tisu ke sekian yang penuh darah ke dalam tempat sampah.

Gusinya terus saja mengeluarkan darah, jika sudah begini haruskah ia bermalam di dalam toilet? Membayangkannya saja membuat Aurel geleng-geleng. Toilet akan sangat dingin di malam hari. Rasa dingin yang akan sangat menusuk ke dalam kulitnya.

Gadis itu berdecak, ketika rasa dingin mengalir di sekitar hidungnya. Haruskah keluar bersama-sama? Kenapa tidak menunggu yang satu selesai lebih dulu? Kenapa tidak keluar salah satu saja, atau bahkan tidak sama sekali? Benar-benar menyebalkan!

Aurel lalu meraih tisu toilet yang ada di sebelah kanannya. Dan langsung digunakan untuk menyumbat salah satu hidungnya yang mengeluarkan darah. Aurel harus melakukannya secara bergantian pada kedua hidungnya, karena ia perlu salah satunya tetap terbuka untuk bernafas. 

Keadaannya benar-benar kacau, mulutnya dipenuhi darah karena gusinya yang berdarah. Sekarang justru bertambah dengan mimisan. Jangan lupakan rasa nyeri yang menguasai lututnya sejak ia menggambar desain gaunnya tadi. Lengkap sudah penderitaan Aurel.

Jika diperhatikan, antara lutut kanan dan kiri memiliki perbedaan ukuran. Lutut kiri jauh lebih besar, Aurel rasa itu bengkak lagi. Ia harus memakai kulot atau rok agar itu tidak menarik perhatian orang-orang saat Aurel keluar rumah nanti.

Ini semua memuakkan, Aurel benar-benar lelah. Ia sangat merasakan dampak hemofilia, itu mengganggu studinya. Aurel tidak boleh kelelahan, tidak boleh stres. Sementara kelelahan dan stres, adalah makanan sehari-hari seorang pelajar. Bukankah sangat tidak adil untuk Aurel?

 Semua gejala yang ada sudah Aurel alami sejak enam tahun yang lalu didiagnosa dokter mengidap hemofilia berat karena faktor genetik. Orang tua Aurel, tepatnya sang Papa juga mengidap hemofilia. Hanya saja masih berstatus ringan.

Sebenarnya gadis itu sudah terbiasa, hanya saja ia masih sering kesal saat penyakitnya kambuh di saat yang kurang tepat seperti ini. Jika ini tidak terjadi Aurel pasti bisa menyelesaikan desain gaunnya.

Aurel berpikir, mungkin ini kambuh bukan hanya karena kelelahan, tapi juga karena sudah empat bulan terakhir tidak kontrol ke dokter. Seharusnya ia tidak nekat melewatkan jadwal kontrol, hanya karena malas atau kesibukannya.

Rasanya Aurel ingin berteriak sekencang-kencangnya di situasi seperti ini. Baru saja ia merasa lega karena Alex mendengar keluh kesahnya, sekarang malah penyakitnya kambuh. Suasana hatinya benar-benar dibuat seperti roller coaster.

Rasa kesalnya semakin bertambah saat tisu toilet sudah habis digunakan untuk mengusap darah yang keluar dari mulut dan hidungnya. Ia tidak terbayang, sebanyak apa darahnya yang keluar. Bisa-bisa ia kekurangan atau bahkan kehabisan darah.

Mau tidak mau ia harus ke meja belajarnya untuk mengambil stok tisu. Aurel mendekati meja belajarnya dengan langkah agak diseret, karena kakinya yang bengkak. Ia lalu kembali ke kamar mandi  bersama tiga pack tisu. Aurel rasa itu akan cukup.

Siapapun yang melihat kondisi Aurel saat ini pasti akan meringis karena miris. Matanya sebam karena menangis dalam waktu yang lama, belum lagi darah yang terus-menerus keluar dari gusi dan hidungnya. Jangan lupakan kakinya yang bengkak dengan warna yang mulai membiru. Kondisinya benar-benar memprihatinkan.

Akan tetapi orang tua nya bahkan tidak berniat melihat kondisi Aurel setelah bertengkar hebat tadi. Gadis itu selalu merasa sendirian. Hanya Alex yang mengerti dirinya. 

Mamanya bahkan tidak pernah peduli dengan apa yang ia alami. papanya mungkin sudah lelah menghadapi tingkah mamanya, sehingga ia kurang bisa memperhatikan Aurel. Aurel mengerti perasaan papanya.

Setelah menghabiskan total tiga pack tisu, akhirnya pendarahan di hidung dan gusinya mulai reda. Walaupun masih keluar, tapi tidak sebanyak tadi. Itu cukup melegakan Aurel.

Tempat sampah di kamar mandi sudah penuh dengan tisu berwarna merah karena darah. Aurel tidak peduli, dan sama sekali tidak memikirkannya. Ia bisa membuangnya nanti, saat ini yang terpenting adalah pendarahannya berhenti dulu. Karena ini benar-benar mengganggunya.

Setelah hampir dua jam berada di kamar mandi akhirnya pendarahannya berhenti. Punggung Aurel sudah tidak terasa seperti punggung, benar-benar kaku. Bagaimana tidak? Ia duduk terus menerus dalam waktu lama.

Setelah membasuh hidung dan berkumur-kumur, Aurel lalu kembali ke kamarnya. Aurel berjalan dengan tertatih karena kakinya yang bengkak.

Gadis itu langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Akhirnya, perlahan tapi pasti gadis itu menutup matanya.

Episodes
1 Bab 1 Pertengkaran
2 Bab 2 Ketakutan
3 Bab 3 Bercerita Kepada Alex
4 Bab 4 Kambuh
5 Bab 5 Dijenguk Alex
6 Bab 6 Pertemuan Tak Sengaja
7 Bab 7 Berkenalan
8 Bab 8 Berangkat Bersama
9 Bab 9 Menjodohkan Keduanya
10 Bab 10 Angkutan Umum
11 Bab 11 Aurel Hilang
12 Bab 12 Menemukan Aurel
13 Bab 13 Gadis Penjual Kue
14 Bab 14 Farel Panik
15 Bab 15 Bertemu Lagi
16 Bab 16 Cemburu
17 Bab 17 Bersama Alex
18 Bab 18 Bertemu dengan Nafa
19 Bab 19 Ke Rumah Nafa
20 Bab 20 Rasa Kesal
21 Bab 21 Terkejut
22 Bab 22 Makan Bersama
23 Bab 23 Pergi Diam-diam
24 Bab 24 Mengikuti Farel
25 Bab 26 Mencari Aurel
26 Bab 25 Kembali Kambuh
27 Bab 27 Marah
28 Bab 28 Salah Tingkah
29 Bab 29 Marah
30 Bab 30 Interogasi
31 Bab 31 Sembuh
32 Bab 32 Pasar Malam
33 Bab 33 Terluka
34 Bab 34 Hilang
35 Bab 35 Mengobati
36 Bab 36 Rumah Sakit
37 Bab 37 Menjenguk Aurel
38 Bab 38 Donor Darah
39 Bab 39 Karena Coklat
40 Bab 40 Tentang Farel
41 Bab 41 Pengakuan
42 Bab 42 Kecewa
43 Bab 43 Menghindar
44 Bab 44 Pulang
45 Bab 45 Restoran
46 Bab 46 Terjatuh
47 Bab 47 Memaksa
48 Bab 48
49 Bab 49 Tanda Merah
50 Bab 50 Alex Marah
51 Bab 51 Rasa Takut
52 Bab 52 Menjalin Hubungan
53 Bab 53 Ketahuan
54 Bab 54 Ancaman
55 Bab 55 Putus
56 Bab 56 Berkelahi
57 Bab 57 Aurel Terluka
58 Bab 58 Rencana Pergi
59 Bab 59 Tentang Penyakit Aurel
60 Bab 60 Hidup Baru
61 Bab 61 Kembali
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Bab 1 Pertengkaran
2
Bab 2 Ketakutan
3
Bab 3 Bercerita Kepada Alex
4
Bab 4 Kambuh
5
Bab 5 Dijenguk Alex
6
Bab 6 Pertemuan Tak Sengaja
7
Bab 7 Berkenalan
8
Bab 8 Berangkat Bersama
9
Bab 9 Menjodohkan Keduanya
10
Bab 10 Angkutan Umum
11
Bab 11 Aurel Hilang
12
Bab 12 Menemukan Aurel
13
Bab 13 Gadis Penjual Kue
14
Bab 14 Farel Panik
15
Bab 15 Bertemu Lagi
16
Bab 16 Cemburu
17
Bab 17 Bersama Alex
18
Bab 18 Bertemu dengan Nafa
19
Bab 19 Ke Rumah Nafa
20
Bab 20 Rasa Kesal
21
Bab 21 Terkejut
22
Bab 22 Makan Bersama
23
Bab 23 Pergi Diam-diam
24
Bab 24 Mengikuti Farel
25
Bab 26 Mencari Aurel
26
Bab 25 Kembali Kambuh
27
Bab 27 Marah
28
Bab 28 Salah Tingkah
29
Bab 29 Marah
30
Bab 30 Interogasi
31
Bab 31 Sembuh
32
Bab 32 Pasar Malam
33
Bab 33 Terluka
34
Bab 34 Hilang
35
Bab 35 Mengobati
36
Bab 36 Rumah Sakit
37
Bab 37 Menjenguk Aurel
38
Bab 38 Donor Darah
39
Bab 39 Karena Coklat
40
Bab 40 Tentang Farel
41
Bab 41 Pengakuan
42
Bab 42 Kecewa
43
Bab 43 Menghindar
44
Bab 44 Pulang
45
Bab 45 Restoran
46
Bab 46 Terjatuh
47
Bab 47 Memaksa
48
Bab 48
49
Bab 49 Tanda Merah
50
Bab 50 Alex Marah
51
Bab 51 Rasa Takut
52
Bab 52 Menjalin Hubungan
53
Bab 53 Ketahuan
54
Bab 54 Ancaman
55
Bab 55 Putus
56
Bab 56 Berkelahi
57
Bab 57 Aurel Terluka
58
Bab 58 Rencana Pergi
59
Bab 59 Tentang Penyakit Aurel
60
Bab 60 Hidup Baru
61
Bab 61 Kembali
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!