Aurel, gadis itu menangis saat bercerita kepada Alex ditelepon. Hanya kepada Alex ia berani menceritakan semuanya, Alex yang selalu mendengar keluh kesahnya selama ini.
Alex mendengarkan Aurel bercerita dengan baik, ia tahu Aurel butuh orang untuk mendengarkan ceritanya.
"Sudah menangisnya? Aurel, kamu itu wanita yang kuat, tidak boleh menyerah. Aku akan selalu ada disampingmu dan siap mendengarkan semua cerita."
Alex selalu memberikan kata-kata untuk menyemangati Aurel, bahkan perilaku Alex yang selalu peduli dengan Aurel membuat Aurel sendiri nyaman dengan Alex.
"Alex, aku lelah jika seperti ini terus. Aku juga ingin seperti teman-temanku yang memiliki keluarga harmonis," lirih Aurel yang kini sudah meneteskan air matanya.
Mendengar isak Aurel, Alex bingung akan melakukan apa. Alex melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Ia ingin ke rumah Aurel, tetapi ini sudah malam.
Akhirnya, Alex mengubah sambungan telepon mereka menjadi video call. Alex ingin melihat bagaimana kondisi Aurel.
"Sudah, jangan menangis. Lihatlah pipimu besar sebelah," ucap Alex dengan terkekeh melihat kondisi wajah Aurel yang sangat menggemaskan di saat seperti ini.
Mendengar ucapan Alex, dengan cepat Aurel mencari kaca untuk melihat wajahnya sekarang.
"Aaaaa, jadi jelek!” erang Aurel dengan tangisannya. Ia malu melakukan video call Alex saat wajahnya sedang seperti ini.
Alex tertawa pelan melihat tingkah laku Aurel yang menurutnya lucu itu.
Di saat itu juga, Aurel mendengar suara hantaman barang yang sangat keras. Hal itu membuat dia terlonjak kaget, bahkan Alex yang ada di seberang pun mendengar suara itu.
Refleks, Aurel melempar ponselnya ke ranjang. Ia menatap pintu kamarnya dengan badan ketakutan, berada di posisi ini membuatnya takut sekaligus bingung ingin melakukan apa.
Aurel mengambil lagi ponselnya masih dengan rasa takut memasuki relung hatinya. Dari sana, dapat Alex lihat keadaan Aurel yang sangat kacau.
"Aurel,"
Aurel mengalihkan pandangannya menatap ponselnya setelah lama ia menatap pintu kamarnya.
"Tenang. Jangan takut, Aurel." ucap Alex menenangkan Aurel.
Aurel menatap Alex yang juga sedang menatapnya. Ia berusaha menuruti ucapan Alex untuk tenang dan tidak takut. Tetapi, kondisi badannya yang bergetar hebat serta keringat yang mengucur deras tidak bisa membohongi perasaannya yang sedang dikelilingi ketakutan.
"Alex, aku takut." ucap Aurel dengan suara pelan. Perlahan, Air matanya jatuh kembali.
"Tarik nafas dan hembuskan secara perlahan. Tidak ada yang perlu kamu takutkan, tidak ada yang akan menyakitimu. Aku akan selalu melindungimu, Aurel."
Aurel cukup tenang mendengar ucapan Alex. Tetapi, suara pecahan-pecahan kaca itu masih terdengar nyaring di telinganya.
"Aku masih sedikit takut dengan suara itu,"
Aurel memberhentikan ucapannya, ia menarik nafasnya untuk melanjutkannya lagi.
"Alex, kenapa sih mama sama papa selalu saja berantem? Apa gara-gara aku, ya? Mama selalu saja pergi meninggalkan aku dengan Papa sendirian," lanjut Aurel, dadanya sesak ketika mengucapkan hal itu.
Padahal Aurel tidak minta banyak, ia hanya mau Carramel memperlakukannya selayaknya seorang ibu kepada anaknya. Padahal itu adalah hal biasa yang semua orang lakukan, tetapi justru Aurel tidak mendapatkannya.
Hanya Mario yang peduli dengan Aurel, tetapi Aurel tetap bersyukur setidaknya ia bisa mendapatkan kasih sayang dari Mario.
"Tidak, papa Mario sangat menyayangimu. Jangan katakan itu lagi, nanti papa bisa sedih." jawab Alex.
Alex tidak mau Aurel bersedih, ia mau Aurel bahagia dan tersenyum ceria seperti biasanya. Ia sangat menyayangi Aurel.
Alex akan mencoba membuat Aurel lupa akan kesedihannya, meski hanya sebentar. Setidaknya ia bisa melihat Aurel tersenyum lagi.
Hanya kepadanya Aurel bisa cerita leluasa bebas. Karena sejauh ini hanya Alex teman yang sangat dekat dengan Aurel. Aurel bahkan tidak mempunyai teman karena sikap posesif papanya, Mario tidak mau putrinya terluka.
"Jika mereka menyayangiku, kenapa mereka tidak melakukan keinginanku? Mereka lebih mementingkan ego mereka sendiri daripada aku!"
"Aku cuma ingin merasakan bahagianya disayang oleh mama dan papa. Tetapi, aku hanya mendapatkannya dari papa. Kenapa mama begitu tega denganku?!"
Aurel berbicara dengan Alex sambil berteriak, ia menangis meraung-raung. Melampiaskan segala emosi yang berada di relung hatinya.
Aurel marah, kesal dan sedih. Ketiga perasaan itu bercampur aduk di dalam hatinya. Ia hanya bisa menangis agar perasaannya lega.
Alex membiarkan Aurel berteriak kepadanya, ia tahu Aurel sangat lelah dengan hidupnya. Tidak ada hal yang bisa Alex lakukan untuk menenangkan Aurel.
"Aurel, aku ke rumahmu, ya? Dengan begitu kamu bisa tenang dan tidak ketakutan lagi,"
Mata Alex menatap Aurel dengan sendu. Alex sedih melihat kondisi perempuan yang ia sayangi seperti ini, ingin sekali Alex merengkuh tubuh yang rapuh itu.
"Tidak. Aku tidak mengizinkan kamu kesini. Di rumah mama dan papa sedang bertengkar, bagaimana bisa kamu kesini? Ah sudahlah, aku matikan ya." pamit Aurel, ia ingin menenangkan diri agar tidak terlalu panik. Lagi pula, suara pecahan dan lemparan barang tadi sudah menghilang.
"Istirahatlah, Aurel. Jika ada apa-apa, hubungi saja aku." jawab Alex. Sebenarnya ia tidak ingin Aurel mematikan teleponnya, ia ingin melihat Aurel tertidur lalu ia yang mematikan teleponnya.
Namun, biarkan saja. Mungkin Aurel ingin beristirahat, itu jauh lebih baik dibandingkan Alex melihat Aurel menangis histeris. Itu hanya akan membuat hatinya tercabik-cabik.
Mendengar ucapan Alex, Aurel menganggukkan kepalanya. Ia mematikan sambungan telepon mereka. Aurel menatap ke arah pintu kamarnya itu, ia berharap suara itu tidak akan ada lagi hingga ia bisa tertidur dengan nyenyak.
Aurel mulai merebahkan tubuhnya di ranjang, ia memejamkan matanya sejenak. Semoga saja, besok hidupnya akan lebih baik. Aurel sudah cukup lelah dengan masalah malam ini.
Di saat Aurel memejamkan matanya, bunyi hantaman sangat kuat terdengar di telinganya. Sontak Aurel langsung membuka matanya. Ia kira kedua orang tuanya sudah berhenti bertengkar, tetapi ternyata belum.
Aurel takut mendengar bunyi pecahan dan hantaman yang terkesan menyeramkan itu terdengar di telinganya. Badan Aurel bergetar hebat menandakan ia sedang berada dalam ketakutan.
"Aku takut," lirih Aurel. Ia memejamkan matanya ketika mendengar suara itu, seakan-akan jika ia membuka matanya pecahan dan hantaman itu akan menuju ke dirinya sendiri. Di saat seperti inilah ia butuh seseorang untuk bersandar dan menghapus semua rasa takutnya.
“Papa, aku takut, pa.” gumam Aurel menelungkupkan kepalanya di kakinya. Biasanya Mario akan datang kepadanya dan memeluknya memberikan kehangatan ketika Aurel sedang takut. Tetapi ini tidak, justru Mario dan Carramel yang membuat Aurel ketakutan.
Aurel menatap ponselnya yang berada di sampingnya. Ia ingin menelepon Alex, tetapi bagaimana jika Alex sudah tertidur? Walaupun cowok itu berbicara ia harus menelepon Alex ketika ada apa-apa, tetap saja Aurel tidak enak hati. Alex tidak akan beristirahat jika ia meneleponnya, lebih baik untuk malam ini biarkan Aurel menenangkan dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments