Lyla memang sedikit kesal karena bagi Merry, keinginan Jessica harus diprioritaskan, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena mengambil Jessica sebagai anak asuh mereka adalah keputusan Merry dan Frans.
Frans yang tak sengaja dikabari Lucky bahwa ada seorang bayi mung yang baru dilahirkan tapi ibunya menolak untuk mengasuh. Ibunya seorang gadis berusia delapan belas tahun yang telah berkali-kali berupaya menggugurkan kandungannya tapi tidak pernah berhasil. Begitu bayi itu lahir, sang ibu langsung menandatangani berkas bahwa menyerahkan bayi itu kepada Dinas Sosial.
Seorang teman Lucky yang bekerja di Dinas Sosial memberitahukan ada bayi yang diserahkan di sana. Frans yang sudah lama menginginkan anak tak membuang waktu untuk segera mengadopsi Jessica hingga sekarang Jessica telah berusia delapan tahun.
Pagi ini Merry kembali merasakan mual yang tak tertahankan.
“Kamu sakit? Apa sudah pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan?”
Ibu Merry langsung memberondong Merry dengan pertanyaan begitu panggilan telepon terhubung.
“Mommy sudah bilang untuk memakai jasa pembantu dan pengasuh, tapi kamu tidak mau dengar. Kamu malah ingin mengurus semuanya sendiri. Sekarang lihat, kamu malah jadi sakit karena kelelahan mengurus semuanya sendiri.”
Merry merasa perutnya jadi bertambah mual karena mendengar ibunya terus menerus mengoceh. Saat ini dia butuh ketenangan, tapi ibunya malah membuat dia jadi sulit beristirahat. Padahal saat sedang terjaga seperti ini Merry merasa sulit untuk menahan rasa mual yang datang.
“Mom, sebentar …”
Merry meletakkan handphone nya dan berlari ke kamar mandi, lalu memuntahkan sesuatu yang sejak tadi mendesak untuk keluar.
Huek! Huek!
Tapi setelah dia mencoba begitu keras, tidak ada yang bisa dimuntahkan olehnya, padahal sejak tadi dia terus merasa perutnya bergeajolak. Selalu begitu sejak semalam.
Merry pun berkumur-kumur dan kembali meraih handphone nya.
“Mom, aku matikan ya. Aku lelah sekali dan ingin istirahat,” ucap Merry.
“Baiklah. Kamu istirahat kalau begitu. Nanti Mommy akan datang ke sana dan membawamu ke rumah sakit,” jawab ibunya.
Merry yang tak memiliki tenaga untuk menjawab ucapan ibunya langsung mematikan telepon. Saat ini yang dia butuhkan memang hanyalah istirahat yang banyak. Dia tidak mau membuat Frans dan Jessica jadi khawatir karena kondisinya yang belum membaik juga saat suami dan anaknya pulang nanti. Apa lagi sore nanti Frans akan melakukan penerbangan ke Bali. Merry khawatir kalau suaminya tidak akan tenang selama berada di Bali.
Akhirnya Merry pun kembali tertidur setelah membaluri dada dan perutnya dengan minyak angin.
Namun, sepertinya baru sebentar dia tidur, kini dia kembali terbangun karena mual yang menyerang. Merry pun langsung ke kamar mandi. Dan bertepatan saat Merry sedang berusaha memuntahkan isi perutnya, ibunya yang baru datang langsung berseru dan membuat rumah yang tadinya sepi seketika jadi ramai.
“Sebaiknya kita periksa ke rumah sakit sekarang. Lihat, kondisimu sudah sampai seperti ini. Berjalan saja kamu harus sambil memegang tembok segala!” seru ibunya Merry yang begitu khawatir kepada putrinya ini.
“Aku baik-baik saja, Mom,” bantah Merry.
“Sudah seperti ini masih saja kamu bilang baik-baik saja.”
“Jika memang kamu ingin merawat anakmu dengan baik, kamu tidak boleh tidak peduli seperti itu dengan kesehatanmu. Kalau kamu tidak mau berobat, mungkin kamu bisa menularkan sakitmu ini kepada Jessica.”
Setelah mendengar ini, Merry pun mau juga diajak untuk memeriksakan kesehatannya ke rumah sakit.
Memang semenjak menjadi seorang ibu bagi Jessica, banyak hal yang berubah dari diri Merry. Dia menjadi lebih bisa mengontrol emosinya dan sikapnya jadi lebih begitu dewasa dan keibu-ibuan. Ibunya bersyukur untuk itu. Meski dia agak kesal ketika Merry mengatakan ingin merawat anaknya itu seorang diri, tanpa bantuan dari perawat atau siapa pun. Dan Merry memang melakukan itu sampai sekarang. Mengurus Jessica sekaligus mengurus rumah seorang diri.
Setelah sampai di rumah sakit, ibu Merry meminta perawat untuk membawakan kursi roda.
“Aku bisa jalan sendiri, Mom,” tolak Merry.
“Mommy tidak mau ambil resiko jika nanti kamu sampai jatuh atau kenapa-kenapa sebelum kita sampai di ruangan dokter. Itu akan lebih merepotkan sekali, Merry.”
Lagi, untuk kedua kalinya Merry menurut dengan perintah ibunya.
Merry pun mendudukkan diri di kursi roda yang kemudian didorong oleh ibunya sampai mereka berada di ruang tunggu.
Selama menunggu giliran periksa, ibu Merry banyak melemparkan banyak pertanyaan.
“Kenapa kamu bisa sakit seperti ini?”
“Memang sudah waktunya, Mom.”
“Pasti kamu kebanyakan kerja sehingga kurang istirahat.”
“Tidak, Mom. Aku tahu waktu istirahat dan bekerja.”
“Tapi sekarang kamu tidak hanya mengurus Jessica dan rumah, kamu juga membantu suamimu bekerja di kantor.”
“Semua manusia pasti akan merasakan sakit, tidak mungkin sehat terus.”
Ibu Merry melotot mendengar jawaban putrinya itu.
“Aku sudah dewasa, Mom. Aku juga seorang ibu sekarang. Jadi bagaimana bisa aku tidak peduli dengan kesehatanku sendiri?” tanya Merry yang agak capek juga berdebat dengan ibunya ini. Sejak awal, Margarita, ibunya memang kurang menyetujui mereka mengadopsi Jessica. Kesibukan keduanya masih sangat padat, ditambah beban bayi pasti Merry bertambah lelah.
“Tapi buktinya sekarang kamu sakit, sampai berdiri saja kamu tidak kuat.”
Sudah! Merry tidak lagi melanjutkan pembicaraan dengan ibunya karena perutnya mendadak mual.
Sebenarnya ibunya sempat terpikirkan sesuatu saat melihat keadaan Merry seperti ini. Dia sudah menyampaikan kemungkinan itu tadi saat mereka berada dalam perjalanan menuju rumah sakit, tapi Merry tetap kekeh mengatakan kalau itu tidak mungkin.
Dan begitu tiba giliran Merry untuk periksa, Merry dibuat terkejut dengan apa yang disampaikan oleh dokter setelah dia sempat disuruh untuk melakukan pemeriksaan urine dengan alat yang jelas sekali dia tahu itu apa.
“Selamat ya, Bu. Ibu positif hamil,” kata dokter.
“A … apa, Dok?” tanya Merry yang merasa kalau dia salah dengar.
“Saat ini Ibu sedang hamil, usia janinnya baru tiga minggu.”
Merry tidak tahu bagaimana harus menggambarkan perasaannya saat ini.
Saat ibunya tadi mengatakan kalau dia mengira Merry sedang hamil, Merry tidak begitu menanggapi ucapan sang ibu. Saat dokter mengatakan kalau dia akan sulit punya anak, Merry masih berharap dan mencoba, tapi setelah bertahun-tahun dia tak kunjung mengandung. Dia sudah pasrah, beranggap kalau dirinya mungkin tidak akan bisa hamil sampai mati nanti.
Akan tetapi bagaimana pun dia merasa sudah cukup senang dengan hadirnya Jessica ke dalam hidupnya. Setidaknya meski tidak bisa mengandung dan melahirkan seorang anak, Jessica membuat Merry benar-benar merasa telah menjadi seorang ibu yang sebenarnya.
Namun, Margarita masih kekeh mengatakan kalau Merry pasti sedang mengisi. Karena dulu ibunya juga sering mual-mual saat mengandung Merry. Ibunya itu memang tidak tahu soal Jessica, karena Merry belum menceritakan tentang hal ini.
Sekarang, Merry sungguh tidak tahu harus berkata apa karena merasa begitu bahagianya mendengar kabar bahwa dirinya hamil.
Merry pun memeluk ibunya dan menangis di pelukan wanita yang telah melahirkannya itu.
Mereka pulang dari rumah sakit.
Sesampainya di rumah, ibu Merry sudah memberikan banyak wejangan. Terutama menyuruh Merry untuk memakai jasa pembantu untuk urusan beres-beres rumah dan pengasuh untuk mengurus Jessica.
“Kamu harus banyak istirahat. Kalau bisa, kamu berhenti saja dari pekerjaanmu. Biar Frans yang bekerja,” kata ibunya.
“Aku sudah membicarakan ini sebelumnya dengan Frans, dan memang rencananya aku akan berhenti bekerja,” jawab Merry.
Ibunya pun bernapas lega setelah mendengar itu.
“Mom, jangan bilang apa-apa dulu ke Frans dan Jessica, ya.”
“Kenapa? Dia harus tahu kondisimu yang sebenarnya, jangan sampai keduanya seperti bayi yang selalu minta kau layani, sementara keadaanmu sedang payah begini,” jawab Margarita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments