...︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽...
...CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA, MOHON MAAF JIKA ADA KESAMAAN YANG HADIR TANPA DISENGAJA....
...INI HANYA CERITA FIKTIF JADI JANGAN SAMPAI TERBAWA KE DUNIA NYATA....
...SEKIAN TERIMAKASIH....
...______________________________________...
...—H A P P Y R E A D I N G—...
...______________________________________...
SUARA bising terdengar seperti sebuah musik penyambut dari arah gerbang kampus. Suara beberapa mahasiswa maupun mahasiswi tampak bertukar obrolan maupun tawa mereka. Dengan mata yang berbinar, Nika melambaikan tangannya mendapati dua orang gadis berlari menuju kearahnya dengan penuh semangat.
“Dianterin sama Papih Khalil lagi, Ka?” tanya Priya antusias.
“Ya mau dianterin sama siapa lagi Priya, jangan aneh deh!” jawab Nika mendengus sebal.
“Nika gue cuma tanya tau, jangan sensi deh,” jelas Priya. “Lagian lu tuh nggak boleh judes-judes sama calon Mama lu ini yang hot nan membahana.”
Detik itu juga tawa Nika keluar, betapa gelinya ia memikirkan bahwa Priya akan menjadi Mama sambung untuknya dan menyiapkan makanan setiap pagi. “LU MIKIRIN APAAN! JANGAN ANEH!” kesal Priya tak terima.
“Nggak, gue geli sendiri aja, bayangin tiap pagi lu buatin sarapan buat gue,” ledek Nika masih tertawa.
“Aduh Nika, buyar deh bayangan lu. Priya mana bisa masak,” sindir Tian dibalas decakan kesal oleh Priya.
“Jaman udah canggih kali guys, kan bisa pesen online, jangan kuno deh tolong. Lu tau 'kan orang sekarang tertarik banget jadi ojol, aman deh lu kalau jadi anak gue, Ka,” bela Priya tak terima.
Nika menggeleng heran. “Lagian gue masih nggak ngerti, lu liat Papih gue pake mata apa si Ya, bisa-bisanya lu naksir?”
“Nih ya Nika sayang, dengerin penjelasan mamah, papih kam—”
“PRIYA STOP IT! GUE GELII!!!!” omel Tian menatap Priya dengan ekspresi aneh. “TIAN! LU GANGGU PENJELASAN GUE KE NIKA TAU NGGAK!”
Dan detik selanjutnya Nika hanya bisa menyunggingkan senyum berjalan di apit oleh Tian maupun Priya adalah uji nyali yang selalu ia lakukan setiap hari. “POKOKNYA, GUE HARUS DAPETIN HATI PAPIH KHALIL TITIK NGGAK PAKE KOMA!”
“Get well soon dengan your dream, Priya!” ejek Tian.
“GUE BUKTIIN. NYAMPE BERHASIL LU KUDU NEMBAK TUH CRUSH LU!”
Tian mendelik tak percaya sembari menatap wajah Priya menuntut penjelasan. “TITIK NGGAK MAU TAU!” putus Priya mengajak Nika menjauh pergi meninggalkan Tian yang masih setia mematung.
“Lu keterlaluan si Ya,” ucap Nika angkat bicara. Mendengar pernyataan Nika membuat Priya melepaskan genggaman tangannya dengan gadis itu. “Keterlaluan gimana?” tanya Priya tak mengerti.
Nika tertawa sebelum menjawab pertanyaan Priya. “Jawab elah Ka, ketawa mulu lu. Ngerasa badut gue!” protes Priya.
“Ya lu keterlaluan, udah tau Tian nggak punya crush malah lu kasih tantangan begitu, kena mental yang ada dia!” jelas Nika, sementara Priya mengangkat kedua bahunya acuh. “What ever, its not my business!”
Nika hanya bisa menggeleng tak habis pikir. Tak lama, Tian datang menghampiri Nika maupun Priya yang sudah terduduk rapi disalah satu meja kantin. “Tian muka lu kayak ketimpa beban hidup aja,” sindir Nika.
“Ka, coba lu jadi gue. Tantangan Priya ngejatuhin harga diri gue,” ungkap Tian hampir menangis.
“Jangan drama deh lu, selagi gue berusaha luluhin hati Papih Khalil nah lu berjuang dah cari tuh crush lu, gitu aja kok repot,” sewot Priya.
Nika hanya bisa mengusap pundak milik Tian. Ia menghembuskan nafasnya kasar, Priya yang selalu berbicara blak-blakan lalu bertemu dengan Tian gadis pintar yang memiliki hati lembut. Sungguh perpaduan yang amat sempurna, pikir Nika walau sebetulnya ia masih tak mengerti atas takdir yang menurutnya tak masuk akal ini.
“Mau makan apa?” tanya Priya memecah keheningan.
“Gue minum aja deh, Ice capucchino satu!” ucap Nika. Priya langsung memberikan tatapan tajamnya. “Gue laporin ke Papih Khalil!” ancam Priya membuat Nika dengan enggan merubah pesanannya. “Okay, Ice Thai Tea satu!”
“Masih pagi nggak boleh minum ice Ka,” tegur Tian sambil membuang cairan kental di hidungnya.
“Iuw! Lu jorok banget Tian!!!!” protes Priya.
Tian mendengus kesal bangkit berdiri sembari mendekati tissue bekas ingus miliknya. “NIH JIJIK NIH!!!”
“TIAN!!!!” Lontar Priya berhasil menjadi pusat perhatian beberapa pasang mata.
“Girls, C'mon. Ini area publik!” lerai Nika.
Priya memandang tajam kearah Tian, sementara gadis itu menatap balik dengan wajah mengejek. “Ini kalian kenapa si, ayo kita bukan anak SD lagi,” tegur Nika.
“Temen lu nggak punya attitude!” sindir Priya. “Ngaca!” balas Tian.
“HEI!” lontar Nika. Jujur ini masih terlalu pagi untuknya jika harus menjadi saksi dari pertengkaran dua sahabatnya. “Ini kalau kalian masih ribut, gue pergi!” ancamnya.
Tian mengalah, kembali duduk sementara Priya melenggang pergi memesan makanan tanpa menanyai Tian. “Tuh nenek lampir kebiasaan nggak pernah nanya apa pesenan gue!”
“Sabar Tian, lu tau sendiri kan Priya tuh hapal sama kebiasaan kita, okay?” ucap Nika berusaha menenangkan.
“Gue nggak habis pikir deh Nika,” jawab Tian. “Kenapa lu bisa ketemu Priya?” imbuhnya.
Nika tersenyum. “Bukannya gue udah cerita kita temen satu SMA dan pernah sekelas selama satu tahun?” jelasnya. “Gini ya Tian, sekarang gue tanya gimana ceritanya lu bisa ketemu sama Priya?”
“Ya karena? Takdir?”
“Ya! Itu artinya ada sesuatu yang direncanakan Tuhan ke lu lewat hadirnya Priya!”
Tian merotasikan kedua bola matanya tak terima. “Tuhan lagi buat rencana bikin gue naik darah jalur Priya, itu 'kan maksud lu?”
Dan lagi, Nika hanya bisa menyunggingkan senyumnya pasrah sebelum ide jahil muncul dalam benaknya. “Bye the way, diliat-liat lu sama Priya makin mirip, mana sifat kalian bedua kadang ketuker.”
“Iuw!!!”
“Tuh 'kan apa gue bilang!” lontar Nika girang.
“Stop ya Ka, amit-amit deh gue disamain sama tuh nenek lampir!” jelas Tian mengetukkan tangannya ke meja.
“Siapa juga yang mau disamain sama lu!” sahut Priya meletakkan dengan kasar minuman untuk Tian.
Tian mendengus. “Kalau nggak ikhlas nggak usah sok mesenin!”
“Tinggal bilang makasih aja susah, bisu lu?” sindir balik Priya.
Tak lama suara tangis yang tertahan terdengar, Nika yang duduk disebelah Tian langsung berdiri panik menatap temannya itu sudah meneteskan air matanya. Sementara dikursi sebrang Priya tersenyum lebar sambil menunjukkan ekspresi kemenangan mengejek Tian. “Bayi besar kok nekat adu debat sama gue!”
“Priya, silent please!” tegur Nika pasrah ketika mendengar tangis Tian semakin kencang.
‘it's my bad day.' pikir Nika yang tersenyum terpaksa menatap Tian maupun Priya secara bergantian.
Tak lama suara dering telfon terdengar membuat perhatian mereka bertiga teralihkan, termasuk tangisan Tian yang ikut terhenti. “Halo?” sapa Nika menjawab panggilan itu.
“Hari ini lu ke kampus?”
“Iya, ada apa kak?”
“Sekarang dimana?”
Nika menatap sekeliling. “Kantin deket gedung sastra.”
“Oke, jangan kemana-mana tunggu gue!” ucap Fayyadh.
“Mau ngap—” belum sempat Nika menjawab panggilan itu sudah terputus. Dengan gerakan kesal ia menaruh handphone-nya masuk ke dalam saku almamater.
Priya yang penasaran langsung bertanya. “Who?”
“Kakak senior gue,” jawab Nika.
“Pacar lu kakak senior?” lontar Priya membuat Nika mendengus kesal. “Apasi Priya! Ini kakak senior yang bantu gue ngurus event, lebih tepatnya gue wakil dia.”
“Tapi, nggak menutup kemungkinan lu sama dia bisa jadian,” ucap Tian serius.
Nika menghembuskan nafas pasrah. “Whatever kalian mau ngomong apa. Intinya baik gue sama dia nggak ada hubungan bahkan rasa apapun!”
“Jadi, siapa pacar lu?” selidik Priya. “Iya siapa?” timpal Tian.
“Bagi!” ucap seseorang yang baru saja tiba langsung menyesap minuman milik Priya. “Apaan si, beli sendiri sono, miskin!” kesal Priya.
“Fayyadh lu! Minuman gue tinggal setengah!!” Protes Priya tak terima. “Tinggal beli lagi aja susah,” jawab Fayyadh enteng.
“Pala lu beli lagi, lu nggak liat antriannya sepanjang itu, gila lu ya!”
“Lu 'kan punya skill mak-mak gunain lah, gitu aja repot,” balas Fayyadh tak mau mengalah.
“Maaf, jadi, kalian ini udah deket?” tanya Nika bingung sementara Tian terdiam menatap lekat wajah milik Fayyadh dari dekat.
Suara tawa milik Priya maupun Fayyadh terdengar, hal itu semakin membuat Nika kebingungan. “Nanti gue jelasin pulang ngampus, ini lu baca-baca dulu kita bahas bareng nanti.” jelas Fayyadh menyerahkan beberapa kertas ke arah Nika.
“Kenapa nggak pas nanti kita ketemu aja si Kak ngasihnya?” tanya Nika heran.
“Kenapa? Nggak mau keseringan ketemu gue?” tanya balik Fayyadh.
“Iuw! Big no! Gue nggak ijinin Nika jadian sama lu ya!” protes Priya tajam.
Fayyadh hanya mengangkat kedua bahunya acuh sebelum mengacak surai rambut milik Priya. “Gue cabut dulu!” pamitnya meninggalkan Nika dan teman-temannya. Sementara itu tatapan penuh tanya diberikan Nika maupun Tian secara bersamaan.
“Apa?” tanya Priya bingung.
...꒰🖇꒱...
“Gimana?” tanya Fayyadh yang sejak tiba seusai kelas tadi masih setia menatap Nika. “Gimana apanya?” tanya balik Nika.
“Anggarannya, cukup 'kan? Bahkan gue rasa masih ada sisa,” jawab Fayyadh.
Nika mengangguk. “Nika nggak nyangka bisa secepat itu, berarti event kita banyak dilirik sama UMKM.”
“Berkat lu, Ka.”
“Kenapa berkat Nika?” Fayyadh menarik ujung bibirnya menciptakan sebuah senyuman. “Ya lu udah kirim di akun menfess, promosi tentang event kita.”
“Kak, semua orang juga bisa tau kirim menfess jangan berlebihan,” ucap Nika tak nyaman.
“Udah makan?” tanya Fayyadh tiba-tiba.
“Makan apa nih? Pagi or siang?”
“Sekarang jam berapa Nika?” mendengar pertanyaan Fayyadh membuat Nika melirik arloji ditangannya. “Oh, Kalau makan siang Nika belum.”
“Mau makan apa?” tanya Fayyadh. “Jangan jawab terserah ya, gue nggak tau makanan kesukaan lu soalnya.”
“Gimana Mie Ayam? Kak Fayyadh suka?” usul Nika.
“Gas!” ajak Fayyadh menyambar kunci motor miliknya yang tergeletak di atas meja di salah satu taman kampus.
Fayyadh bangkit berdiri, tersenyum lembut menunggu Nika. Melihat gadis itu kesusahan, Fayyadh langsung mengambil alih tumpukkan buku tebal yang berada dalam tangan mungil Nika. “Gimana tentang Sastra?”
“Ya, sejauh ini baca dan menilai, intinya itu.”
Fayyadh mengangguk. “Lu suka baca buku?”
“Kalau Nika nggak suka baca kenapa Nika nekat masuk Sastra?” tanya balik Nika sedikit sakartis.
“Biasa aja kali ibu Nika yang terhormat. Tapi gue nggak setuju sama perkataan lu,” jawab Fayyadh mendapatkan tatapan bingung oleh Nika. “Buktinya si Priya nggak pernah sekalipun gue liat baca artikel apalagi buku.”
“By the way soal Priya. She is your sister?” Nika menatap Fayyadh yang tampak fokus memandang jalan setapak di taman tersebut.
“Kaget ya? Priya udah cerita sejauh mana?” Fayyadh menatap balik Nika. Sementara gadis itu memalingkan wajahnya lantaran terkejut.
Fayyadh tertawa. “Nggak usah kaget gitu kali, mumpung gue ada di sebelah lu, lu harus nikmatin liat wajah gue yang nggak ada duanya,” goda Fayyadh membuat Nika dengan reflek memukul lengan milik Fayyadh.
“Nggak berasa kok Nik, tenang. Lengan gue 'kan udah pake pelindung,” jelas Fayyadh. Kali ini tawa Nika yang terlontar. Nika tau arti pelindung yang dimaksud Fayyadh.
“Lu pernah mikir nggak?” tanya Fayyadh memecah keheningan. “Mikir apa kak?”
“Tanggapan anak kampus liat cewek kayak lu jalan sama kembaran baymax,” jawab Fayyadh.
Nika menghentikan langkahnya, yang mau tak mau membuat Fayyadh ikut menghentikan langkahnya juga. “Ada apa Ka?”
“Your Joke its not funny!” protes Nika.
“Why? I'm fine!”
“Kak? Setiap manusia emang nggak ada yang sempurna, punya kelebihan dan kekurangan, tapi bisa kan selagi kak Fayyadh ngerasa baik-baik aja untuk nggak bahas soal badan?”
“Kenapa?” kali ini Fayyadh serius.
Nika menggeleng. “Nika nggak percaya kalau Kak Fayyadh nggak pernah dapet joke tentang tubuh kakak.”
“Justru karena itu gue bisa berdamai dengan kondisi gue sekarang Ka, yakin deh, gue udah baik-baik aja. Tapi thank for you attention,” jawab Fayyadh tersenyum begitu lembut.
“Maaf kak,” lontar Nika tertunduk lesu. Fayyadh menggeleng langsung mengenggam tangan milik Nika berjalan sedikit lagi menuju parkiran. “Nggak boleh nolak. Lu harus mau gue traktir!”
“It—” Fayyadh langsung memotong. “Anggep aja ini permintaan maaf lu dan ucapan terimakasih gue Ka.”
“Mana ada begitu si Ka,” protes Nika.
“Apasi yang nggak bisa Fayyadh lakuin?” sombong Fayyadh membuat Nika langsung mencebikkan bibirnya.
“Nggak boleh sombong tau!” peringatnya. “Manusia itu harus bangga atas mimpinya. Biar bisa lebih semangat lagi,” jelas Fayyadh.
Nika menggeleng heran. “Nggak nyambung tau, Kak!”
“Jangan ribet Nika, tinggal disambungin biar bercandanya lucu.”
“Iya deh, nyambung,” putus Nika. “Udah ah makin ngelantur tau pembahasan kita!” ungkap Nika tak ingin memperlama obrolan.
Fayyadh mengangguk, menurunkan pijakan kaki untuk penumpang setelah melihat Nika sudah mengenakan Helm. “Ayo, keburu panas.” Nika hanya mengangguk dan duduk sapi di jok belakang.
...꒰🖇꒱...
“Gimana Kak?” tanya Nika setelah Fayyadh memasukkan suapan pertama mie ayam yang ia pesan.
“Enak,” jawab Fayyadh. “Lu suka kulineran ya?”
Nika menggeleng. “Lebih tepatnya nyari tempat bakso yang enak dan sesuai selera dikeluarga Nika. Ya bisa dibilang ritual lama Mamih sama Papih jaman pacaran dulu,” jelas Nika.
“Sekarang ini bisa jadi ritual kita, Ka,” lontar Fayyadh melanjutkan aksi makannya sementara Nika terdiam mencerna kata-kata Fayyadh.
“Kita 'kan nggak punya hubungan Kak.”
Fayyadh menelan mie ayam dalam mulutnya, lalu menatap wajah Nika dengan serius. “Waktu itu 'kan gue pernah bilang kalau mau PDKT.”
“Jangan buru-buru ya Kak, Nika takut Kak Fayyadh nyesel.”
“Tenang Kak, ini pengalaman pertama lu ya ada yang mau serius?”
Nika menggeleng. “Nika udah pernah beberapa kali ada yang PDKT. Tapi semua mundur Kak, waktu nganter Nika pulang,” perjelas Nika.
“Kalau boleh jujur Ka, awalnya gue juga sempet ragu, apalagi tau rumah lu, on the way sadar diri!” jawab Fayyadh tertawa hambar.
“Maaf kak,” ungkap Nika merasa bersalah.
Fayyadh menggeleng. “Nggak Ka, ya kali gue sepengecut itu. Lu tau nggak, bokap lu bikin gue ngerasa kalau status sosial itu nggak ada dan tentu aja sikap dan sifat lu itu yang unik.”
“Kak, kalau Kak Fayyadh cuma main-main sama Nika mending kita sama-sama jaga jarak Kak,” peringat Nika.
“Kenapa?” tanya Fayyadh heran. Nika hanya tersenyum kembali melanjutkan aksi makannya.
Hanya ada suatu peraduan piring maupun sendok yang terdengar, begitu hening membuat Fayyadh akhirnya berdehem mencoba mencairkan suasana. “Sorry Ka, tapi gue emang gak ada niatan buat main-main sama lu. Apalagi tau gimana bokap lu sayang banget sama lu, gue rasa gue tau maksud ucapan lu tadi,” ungkap Fayyadh.
Nika hanya tersenyum tipis sebelum menghabiskan segelas es jeruk miliknya. “Kita langsung pulang ya kak,” ujar Nika merasa tidak enak.
“Kenapa?”
“Nggak apa-apa, Handphone Nika mati, batreinya habis, jadi takutnya Papih telfon Nika, jadi Nika kurang nyaman aja,” jelas Nika. Fayyadh mengangguk terburu menghabiskan minuman dengan sedikit drama tersedak. “Santai aja Kak, jangan buru-buru,” peringat Nika dibalas anggukan oleh Fayyadh.
Setelah menyelesaikan urusan perut mereka baik Nika maupun Fayyadh pulang dalam keheningan. Hanya deru kendaraan dan semilir angin yang mereka terima.
Nika hanya tenggelam dalam lamunannya. Sementara Fayyadh terfokus pada jalanan di depan. Pembahasan di kedai Mie ayam tadi seperti membuat suasana mereka terasa asing.
“Lagi ada tamu ya Ka?” tanya Fayyadh ketika mereka sampai di depan rumah megah milik keluarga Nika. Senyum hambar Nika lukiskan. “Eyang Nika kayaknya lagi disini, Kak Fayyadh mau mampir?”
Fayyadh yang masih menatap tiga buah mobil LEXUS AM 350 yang terparkir apik di garasi luar rumah Nika, pria itu pun menggeleng. “Nggak, gue takut ganggu,” jelas Fayyadh menerima helm dari gadis tersebut. “Bye the way salam buat Om Khalil ya!”
“Iya kak, Kak Fayyadh hati-hati ya,” ucap Nika tersenyum lembut.
Fayyadh kembali menyalakan motornya, ia hanya ingin cepat-cepat keluar dari komplek perumahan mewah ini. Entah mengapa melihat tiga mobil itu membuat perkataannya di kedai Mie menjadi melemah, seharusnya sejak awal ia tidak memaksakan diri. Baik Nika maupun dirinya amatlah sangat berbeda.
“Annika?” panggil seseorang membuat Nika menolehkan kepalanya.
“EYANG???” Sapa Nika berlari menuju ke arah wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu masuk. “Eyang kakung mana?”
“Di ruang keluarga sama Khalil. Kamu disini aja ya, temani Eyang diruang tamu,” pinta wanita tua itu.
“Mamih ikut kesini, Eyang?” tanya Nika dengan mata binar. Wanita tua itu menggeleng. “Mamihmu bahagia disana Nika, jadi belum bisa datang kesini. Nanti kamu ya yang kesana, kalau bisa kuliah disana,” pinta wanita gua tersebut.
“Maksud Eyang?”
“Eyang kesini mau jemput kamu, Nika,” ucap Eyang Putri membuat air mata milik Nika menetes tanpa ijin.
Seorang perempuan yang sedari mendampingi Eyang Putri dengan cekatan memberikan sehelai tissue pada Nika. “Kamu mau 'kan? Mamihmu selalu nanyain kamu, rindu kamu katanya.”
Nika tersenyum simpul, masih meneteskan air matanya. Ia menggeleng, ketika netranya bertemu dengan manik mata milik Khalil yang tampak lelah.
“Mamih pasti bakal temuin Nika kesini kalau Mamih beneran kangen. Kalau Eyang aja kesini tanpa Mamih, Nika udah paham, bahwa Mamih nggak kangen Nika,” Ungkap Nika dengan hati yang terluka.
✄ - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -08-04-23𖠄ྀྀ
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments