. .THE PROMISE

...︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽︽...

...CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA, MOHON MAAF JIKA ADA KESAMAAN YANG HADIR TANPA DISENGAJA....

...INI HANYA CERITA FIKTIF JADI JANGAN SAMPAI TERBAWA KE DUNIA NYATA....

...SEKIAN TERIMAKASIH....

...______________________________________...

...—H A P P Y  R E A D I N G—...

...______________________________________...

GEMALATUK giginya terdengar bersama hembusan nafas gusar. Berulang kali ia berdecak untuk mengurangi perasaan yang menghantui pikirannya.

“Lu ngapain si bolak balik kaya setrika belum panas,” sindir seseorang yang bersandar pada salah satu bidang tembok rumah sakit.

Nika menatap tajam kearah pria di sampingnya sembari menenangkan dirinya yang terkejut. “LU!”

“Ya, gw kenapa?” tanya Arsa masih santai. “Soal si bajingan itu 'kan?”

“Dia punya nama, nama dia Kak Fayyadh!”

Arsa tertawa merotasikan kedua matanya malas. “Terus?”

“Lu gila ya, ngaku tunangan gw ke dia?” tanya Nika masih tak percaya.

“Hati lu! Enam tahun berlalu lu masih nyimpen nama cowok bajingan itu 'kan?” sindir Arsa jengah. “Sadar sebelum lu sakit hat—”

“Maksud lu apa Sa?”

“Lu udah dewasa, Nika. Jangan naif, lu paham maksud gue 'kan?”

“Gue nggak sebodoh itu, Arsa!”

“Lu bisa buat janji sama gue?”

Nika mengerutkan dahinya bingung. “Promise? For what?”

“Janji, buat nggak balik jatuh cinta sama bajingan itu!” jelas Arsa penuh penekanan.

“Selama ini lu tau kan soal Annika dan Kak Fayyadh?” tanya Nika mengalihkan topik pembicaraan.

Arsa tertawa renyah. “Ka, jangan ngalihin topik bisa?” Nika menggeleng. “Gue nggak ngalihin topik Arsa!”

“Aduh!” lontar Nika sambil memegangi dahinya yang terkena sentilan keras dari Arsa. “Lu gila ya?”

“Iya, gue gila ngadepin temen gue yang dengan jelas belum selesai sama masa lalunya! Puas lu?” sindir Arsa menatap tajam ke arah Nika

“Apasi Arsa, biasanya juga lu nggak gini, posesif tau nggak!” ungkap Nika tak nyaman.

Arsa melembutkan tatapannya, sembari mengenggam jemari milik Nika. “Nik, gue nggak perduli suatu saat lu nikah sama sahabat gue sendiri, tapi kalau sampai gue liat lu nikah sama bajingan itu gue adalah pihak yang paling menentang dengan keras keputusan itu,” perjelas Arsa.

“Arsa, lu tuh berlebihan tau nggak!” jawab Nika melepaskan pegangan tangannya dengan Arsa. “Lagipula namanya takdir nggak ada yang tau.”

“Bener 'kan. Perasaan lu itu, belum bisa ngelepas cowok bajingan yang udah buat lu menderita selama ini,” lontar Arsa. “Lu boleh anggep gue karakter jahat di antara kisah lu sama cowok bajingan itu, tapi yang harus lu inget, gue cuma nepatin janji gue dari Nyokap lu dan Oma, paham!”

“Iya gue paham,” putus Nika malas memperpanjang perdebatannya dengan Arsa. Ia hanya tak ingin didiamkan oleh pria itu dengan jangka waktu yang tak dapat ia kira.

Arsa tersenyum, menangkupkan wajah Nika dalam tangan besarnya. “Gue cuma butuh janji dari lu Nika. Gue emang terdengar sok ikut campur, tapi gue nggak rela liat lu nangis. Gue nggak rela liat lu menderita kaya enam tahun yang lalu, lu berhak bahagia. Dan ijinin gue buat bikin lu bahagia.”

“Apasi Sa, kalimat lu sok puitis tau nggak. Persis kaya di drama-drama yang sering lu tonton,” balas Nika setelah memukul lengan milik Arsa.

“Cielah lu mah, giliran gue serius malah disangka bercanda. Nanti giliran gue marah baru diem lu, gue terkam lama-lama nih!” ancam Arsa kesal.

Nika mengejek wajah masam milik Arsa. “Tega amat lu mau nerkam bidadari kaya gue.”

“Dih, bidadari dari sudut monas mananya lu? Diliat dari ujung sedotan juga kagak terpancar auran—”

“ARSA LU YA!” lontar Nika kesal bersiap untuk memukul Arsa. Arsa yang melihat itu langsung bersiap berlari, sembari tertawa ia melihat sebuah wajah kesal milik Nika yang membuatnya candu.

“KA! CAPEK!” teriak Arsa melambaikan tangannya.

Nika mendengus kesal. “Mangkannya jangan bikin gue kesel!”

“Lu-nya aja yang sensian. Inget umur, masih aja berlagak ABG lagi kasmaran,” sindir Arsa berjalan mendekat.

“Siapa yang kasmaran?”

“Ya lu lah, masa gue. Sama siapa?”

“Ganteng doang, pasangan nggak punya aduh, dokter kok jomblo!” sindir balik Nika sembari tersenyum mengejek.

Arsa berdecak kesal. “Ya gimana, orang yang gue ajak serius nolak mulu.”

Nika mengerutkan dahinya bingung, sementara Arsa memajukan bibirnya seolah memberikan isyarat. “Ih lu, bibir lu kenapa? Mau dicium?”

“Otak lu!” ucap Arsa menjitak kepala Nika. “Gue tuh nunjuk lu, aduh jadi manusia kok nggak peka.”

“Denger ya Pak Dokter Arsa. Kita tuh sahabatan, dan selamanya akan seperti itu, jangan berharap lebih, anda bukan tipe saya,” jelas Nika.

“Kalau gitu, gue bakal berusaha patahin pemikiran kuno lu itu!”

“Kok kuno sih?” bela Nika tak terima.

“Annika Sabrina Theodor—”

“Nama gue jangan dibolak-balik ya Arsa!” omel Nila.

Arsa mendengus. “Sabrina Annika Theodora. Wanita aneh yang randomnya diluar angkasa, gue janji suatu saat lu bakal jadi milik gue.”

“IN YOUR DREAM!” balas Nika.

“Kan lu mah mulai!” kesal Arsa jengah. “Intinya gue tarik ucapan gue yang rela lu nikah sama sahabat gue sendiri, apalagi lu nikah sama si bajingan itu. Annika harus jadi nyonya Arsa titik nggak pakai koma!”

Nika tertawa mencubit hidung Arsa gemas. “Sadar Om, umur udah mau 25 masih aja berlagak ABG labil.”

“Terserah, gue mau siap-siap pulang,” putus Arsa bersiap untuk pergi meninggalkan area belakang rumah sakit.

“Sendiri aja Om, nggak mau ngajak dedek gemes?”

Arsa berdecak. “Dedek gemes dari mananya lu, balik lu jagain Sakha.”

“Titip Martabak lumer di depan komplek perumahan boleh?” ucap Nika tersenyum manis seolah memohon ke arah Arsa. Sementara pria itu tampak menimbang permintaan Nika.

“Imbalan buat gue apa?” pinta Arsa.

Nika berdecih, “Kalau nggak ikhlas nggak usah, nanti gue pesan online aja!”

“Iya, nanti gue beliin. Gitu aja ngambek. Mau nitip apa lagi?” tawar Arsa.

“Sam—”

“Chat gue aja nanti, keburu macet yang ada gue nggak keburu jenguk Sakha, okey?” perjelas Arsa melirik arloji yang melingkar di tangannya.

“Okay, not problem. Tapi janji ya lu dateng malam ini, gue ada kerjaan soalnya, lebih tepatnya mau bergadang,” ungkap Nika diakhiri tawa. Arsa menghembuskan nafasnya berat sebelum mengangguk setuju dan berpamitan pergi.

Saling melambaikan tangan. Arsa melangkah menjauh. Mau bagaimanapun dalam hidup Nika, hanya Arsa dan Sakha yang ia punya. Dan ia dengan sukarela akan melakukan apapun untuk cinta pertamanya itu. Apapun.

Maka, kehadiran Fayyadh adalah sebuah ancaman besar dalam kisahnya bersama Nika. Dalam hatinya, Arsa berusaha untuk tidak mempertemukan kekasih dimasa lalu itu, tapi sialnya takdir berkata lain.

Dan saat ini, pikirannya dihantui dengan berseminya cinta mereka yang ia yakini baik Nika maupun Fayyadh masih menyimpan perasaan memuakkan itu. Maka tugasnya untuk membuat Nika tidak kembali bersama pria pengecut yang melukai hatinya enam tahun yang lalu. Masa dimana Arsa melihat titik paling rapuh dalam kehidupan Nika.

Masa kelam yang selamanya harus ia kubur dengan kenangan menyenangkan.

“Lu nggak pantes, Ka. Lu nggak pantes terluka dengan orang yang sama,” jelas Arsa sebelum termenung memandang kemudi mobilnya. “Bajingan itu harusnya nggak pernah datang lagi, SIAL!”

...꒰🖇꒱...

“Nika, tunggu!” panggil seseorang membuat langkah milik Nika terhenti.  Wanita itu menengok ke sumber suara mendapati sesosok pria dengan kumis tipis miliknya.

“K-kak Fayyadh? Belum pulang?”

Fayyadh menggeleng. “Saya sengaja nunggu kamu Ka, ada sesuatu yang harus saya jelaskan.”

“Apa kak?” tanya Nika. “Tentang hubungan Nika sama Arsa?”

“Bukan. Tapi ini tentang kejadian enam tahun yang lalu, Nika,” koreksi Fayyadh.

“Maaf kak, bukannya tadi Nika udah bilang nggak mau bahas ini lagi?” tolak Nika. “Lagipula baik Nika sama Kak Fayyadh sudah punya hidup masing-masing bukan?”

“Justru itu Nika. Saya pengen kamu dengar penjelasan saya, saya mohon ini nggak bakal sampai satu jam,” ungkap Fayyadh berharap.

Sembari menimang Nika menghembuskan nafasnya dalam. “Okay, jadi mau dimana kita bicara?” putusnya mengalah.

“Kamu bakal baik-baik aja?” tanya Fayyadh khawatir. “Maksud say—”

“Kak, kita sudah punya kehidupan masing-masing. Dan Kak Fayyadh tau kalau Nika udah punya tunangan. Bisa tolong jangan bertele-tele? Kita selesaikan semua hari ini,” tegas Nika menatap ke arah Fayyadh. Sementara pria itu mematung menyadari perbedaan besar dalam diri Nika. Ia tersenyum. “Ayo ke taman rumah sakit!” ajak Nika berjalan terlebih dahulu, membiarkan Fayyadh berdiri seorang diri di ramainya ruang tunggu rumah sakit.

Langit hitam yang membentang dengan bulan yang bertengger apik sebagai penerang malam menemani kecanggungan dua insan manusia yang pernah memiliki rasa yang begitu dalam tersebut, rasa dimana sebuah cinta hadir bersamaan kasih sayang yang selalu diberikan.

“Annika, mana?” ucap Nika membuka obrolan.

“Saya suruh supir sama Nanny-nya pulang duluan, Ka,” jawab Fayyadh. “Nika?”

“Ya kak?”

Fayyadh menghembuskan nafasnya panjang, seolah mempersiapkan dirinya. Ia tau kesalahannya amat sangat fatal. “Maaf, saya nggak pernah cerita sama kamu tentang rencana pernikahan saya sama Adel enam tahun yang lalu,” ungkap Fayyadh dengan suara gemetar.

“..kalau bukan karena permintaan orang tua, dan masa depan usaha bapak saya mungkin bakal menolak dengan keras rencana itu, Nika.”

“Kak, nasi udah jadi bubur. Rasanya percuma kalau sekarang Kak Fayyadh menyesal,” jawab Nika.

“Saya tau Nika, saat saya ketemu kamu hari ini ribuan penyesalan itu semakin menumpuk.”

“...kehidupan layak saya sekarang ini atas peran besar papa mertua saya, orang tua Adel. Tapi, satu yang harus kamu tau Nika, semenjak kepulangan saya dari honeymoon saya nyari keberadaan kamu selama ini.”

“..saya datangi tempat tinggal kamu, menanyakan semua sahabat kamu, termasuk adik saya sendiri, Priya. Tapi, entah mengapa semua membungkam. Kamu kemana Nika? Apa kamu pergi karena kecewa sama saya?” tanya Fayyadh mengakhiri penjelasan panjangnya.

Nika hanya tersenyum simpul, merutuki kebodohan Fayyadh yang tidak pernah mengerti keadaanya.

“Jika benar, saya minta maaf sama kamu.”

“Nika, udah maafin Kak Fayyadh. Tapi, ada satu hal yang bikin Nika nggak nyaman ketemu Kak Fayyadh,” ujar Nika terus terang.

“Apa, Ka?” tanya Fayyadh penasaran.

Nika menggeleng, membasahi bibirnya yang kering. Sementara matanya menatap lurus ke arah lampu taman yang menjulang tinggi menyumbang bantuan untuk bulan. “Gimana dengan Kak Adel? Annika bilang Kak Adel sudah disurga?”

“Annika benar. Pernikahan kami rasanya hambar, Nika. Baik saya yang belum memiliki perasaan dengan Adel, ataupun Adel yang terus fokus sama kegiatannya. Tapi, rasa hambar itu berubah, setelah beberapa bulan kami menikah, kabar gembira datang, Adel hamil,” jelas Fayyadh sembari tersenyum. Nika terdiam. Senyum itu, senyum yang sama, senyum yang selalu Nika lihat ketika Fayyadh selalu bersamanya.

“..Annika, bidadari kecil saya berhasil membuat hubungan saya dan Adel sedikit penuh rasa. Sembilan bulan saya dan Adel menghabiskan waktu untuk terus bersama.” Fayyadh terdiam, air wajahnya berubah sendu.

“Ada apa Kak?” tanya Nika khawatir.

Fayyadh menggeleng. “Kehadiran Annika, membawa luka bagi saya, saya harus kehilangan Adel untuk selama lamanya, Nika. Saya harus kehilangan seorang wanita yang mencintai saya secara tulus.”

Nika terhenyak. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan terakhir Fayyadh. Hatinya tercabik bukan main, senyum terukir lebih terlihat dipaksakan. “Nika turut berduka cita atas meninggalnya Kak Adel.”

“Iya, Terimakasih, Nika.” Fayyadh tersenyum membalas senyuman Nika yang masih sama seperti dulu.

“Jadi, selama ini Kak Fayyadh besarin Annika sendirian?” tanya Nika penasaran.

Fayyadh menggeleng. “Saya tidak sekuat itu,” jawab Fayyadh. “Orang tua dan mertua saya turut membantu saya merawat Annika, dan kamu tau buku Parenting yang pernah kita beli bersama?”

Nika mengangguk. “Buku itu, berhasil membuat saya mengerti bagaimana cara membesarkan dan mendidik anak secara benar dan baik. Saya ingin berterimakasih sama kamu, Nika. Berkat kamu, berkat paksaan kamu di masa lalu saya punya ilmu.”

“Iya Kak, rasanya pujian Kak Fayyadh terlalu berlebihan, rasanya juga akan percuma jika Kak Fayyadh hanya membeli dua buku yang sama tapi tidak pernah Kak Fayyadh baca bukan?” tanya Nika.

“Iya, berkat mimpi kamu, Nika. Berkat kamu,” pertegas Fayyadh sekali lagi.

“Cerita saya sudah selesai, bagaim—”

Suara dering telfon milik Nika berhasil memotong ucapan Fayyadh. Dengan cepat Nika meraih benda persegi panjang itu dalam tas selempang miliknya. Arsa menelfon. “Bentar ya Kak, Nika angkat telfon dulu.” Fayyadh mengangguk.

“Apa Arsa?”

“Lu dimana sekarang?”

“Taman rumah sakit, ken—”

“Oke gue kesana sekarang!”

“Ngapain, lu diman—”

Sambungan terputus, Nika menatap heran ke arah layar handpone miliknya menampilkan sebuah foto bayi yang menjadi latar dari layar kunci handphone-nya. “Tunangan kamu?” tanya Fayyadh.

Nika mengangguk, kembali memasukkan handphone ke dalam tas.

“Nika!” panggil Arsa berlari menghampiri Nika.

“Lu kenapa lari, nanti jatuh aja,” peringat Nika. Arsa tak menggubris ucapan Nika, memandang malas ke arah pria disamping sahabatnya itu.

“Selamat malam dokter Arsa,” sapa Fayyadh menyunggingkan senyum.

Arsa membalas sedikit berbasa-basi meski sejujurnya ia malas. “Malam Papa Annika, belum pulang?”

“Saya sengaja, menunggu Nika,” jawab Fayyadh.

“Dimana Annika?”

“Sudah pulang bersama supir dan Nany-nya.” mendengar jawaban Fayyadh membuat Arsa menganggukkan kepalanya.

“Kenapa nggak jagain Sakha?” tanya Arsa marah.

“Tadi, waktu gue mau ke ruangan Sakha, Kak Fayyadh dateng jadi ngobrol dulu bentaran,” jelas Nika.

“Nika, gimana kalau Sakha kenapa-kenapa?” Ungkap Arsa khawatir. “Gimana kalau Sakha nyariin lu? Kan gue udah bilang gue pasti bakal balik lagi, nunggu bentar doang nggak bisa?”

“Maaf dokter Arsa saya memotong. Sebetulnya saya yang memaksa Nika untuk berbincang dengan saya, sekali lagi saya minta maaf,” bela Fayyadh.

Nika hanya diam memandang ke arah Arsa lekat. “Udahkan ngobrolnya?” sindir Arsa. Fayyadh mengangguk. Berpamitan pergi dan kembali meminta maaf.

“Gue dah bilang 'kan sama lu buat nggak deket sam—”

“Kak Fayyadh cuma ngasih penjelasan atas kejadian enam tahun yang lalu Arsa, jangan lebay deh!” kesal Nika.

“Apa yang lu dapet? Kata-kata manis tentang penyesalan Fayyadh? Kata-kata bujukan buat balik lagi bareng?” cecar Arsa dibalut emosi. “Inget ya Nika, gue bakal nolak dengan tegas hubungan kalian nanti!”

“Apasih Sa, kita 'kan udah bahas soal ini tadi, kenapa masih lu ungkit!” ucap Nika. “Lagipula penjelasan Kak Fayyadh cukup jelas kalau nama gue udah nggak ada lagi di hatinya, puas lu!”

Arsa melunak, langsung mendekap tubuh Nika untuk ia bawa pelukannya. Ia terdiam bernafas lega atas kekhawatirannya. “Jangan pernah ngomong bahkan ketemu lagi sama bajingan itu, Nika. Apalagi kalau nggak ada gue, ngerti?”

“Lu apaan si lebay banget,” ujar Nika sambil melepaskan pelukannya dengan Arsa. “Lu tuh terlalu serius jadi tunangan gue tau nggak!”

“Ya lagian, lu diajak serius kagak mau, ya mumpung gue ngaku-ngaku jadi tunangan lu ya gue harus totalitas, ya nggak?” goda Arsa sebelum mendapat cubitan diperut karya Nika. “Aww, Nika mainnya nyubit,” rintih Arsa memegangi perutnya.

Nika tak perduli berjalan terlebih dahulu setelah merebut kantung plastik dalam genggaman Arsa. “Buruan! Lu tadi khawatir sama Sakha!” teriak Nika.

“Sakha! Calon Papa kamu datang!!!!”

Wanita yang berdiri di depan pintu rumah sakit itu hanya menggeleng tak habis pikir. Arsa tidak pernah berubah. Selalu bersikap konyol hanya untuk membuatnya tertawa. “Gila lu!”

“Iya gue gila biar bidadari gue ketawa, eaaa!”

“Gombal!”

“Love you too, Nika!”

✄  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -03-04-23𖠄ྀྀ

Terpopuler

Comments

abdan syakura

abdan syakura

waahhhh
Arsha,loe pny tugas berat nih....
but....
Fighting!!❤️💪

2023-04-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!