Siang hari di sebuah apartemen mewah di kawasan pusat Kota Orchid, seorang pria terlihat masih terbaring di atas tempat tidurnya, dengan pakaian acak-acakan seperti sisa semalam.
Sepatu dan jasnya berserakan di bawah, dan bahkan sebelah kaus kaki masih menempel di tubuhnya.
Bau alkohol yang menyengat menyeruak dari tubuh pria tersebut.
Dia seolah masih enggan untuk bangun, meski matahari telah berada tepat di atas ubun-ubun. Apalagi tirai tebal di sana masih tertutup, dan menghalangi cahaya terik siang ini.
Namun tiba-tiba, sebuah ketukan keras terdengar dari luar kamarnya. Semakin lama, ketukan semakin terdengar begitu keras dan mengusik pria tadi.
Dia pun menggeliat karena terganggu dengan suara berisik dari luar.
“Apa yang Charlie lakukan?” gumamnya.
Dia masih sangat malas untuk bangun, terlebih kepalanya yang juga terasa sangat pusing.
Dia tak ingat jelas berapa banyak alkohol yang dia minum malam tadi. Tapi yang jelas, itu pasti jumlah yang sangat banyak mengingat dia yang tak mudah mabuk sampai tumbang.
Dia hanya mengingat, dia mengeluarkan semua koleksi alkohol dari lemarinya.
Ketukan berubah menjadi gedoran yang begitu kuat, hingga pintu hampir jebol dibuatnya.
Pria yang tak lain adalah Ardiaz itu pun lalu mencoba bersuara dengan keras agar rekannya yang diluar segera berhenti.
“Charlie, hentikan. Aku sudah bangun,” teriaknya.
Setelah mengatakannya, Jordan pun diam dan tak lagi menggedor pintu. Namun, suaranya berganti dengan garukan pada kayu.
Ardiaz tau dengan jelas kode itu. Jordan selalu kelakuannya setiap kali ada pesan penting yang datang.
“Kirimkan saja ke ponsel lama ku,” teriaknya lagi.
Dia berharap Jordan tak lagi mengganggunya, karena sudah berhasil menyampaikan pesan. Namun, suara itu terus terdengar yang menandakan bahwa perintah Ardiaz tak mungkin dilakukan.
Akhirnya, mau tak mau dengan kepala yang terasa berat dan hampir pecah, Ardiaz pun bangun dan membuka pintu.
Nampak rekannya sudah berdiri di depan kamarnya dengan Macbook di tangan.
...Jordan / Charlie...
“Apa ini surel?” tanya Ardiaz.
Tanpa menjawab, seperti biasa Jordan akan langsung mengutak atik layar dan menunjukkan sesuatu kepada Ardiaz.
“Baiklah. Aku pinjam dulu milikmu ini,” ucap Ardiaz.
Dia pun kembali masuk dan meletakkan MacBook tadi di atas ranjang, sementara dirinya berjalan ke arah kamar mandi.
Ardiaz mencoba menyegarkan diri dengan guyuran air dingin, mengingat dia harus segera memeriksa email yang masuk tadi.
Setelah selesai mandi, dia keluar dengan hanya mengenakan bathrobe dan berjalan ke arah tempat tidur.
Ardiaz meraih Macbook tadi dan turun ke bawah. Pria tersebut berbelok ke arah dapur dan mengambil sebuah botol kecil berisi minuman penghilang mabuk yang ada di dalam lemari pendingin.
Jakunnya naik turun meneguk semua isi botol tersebut, dan membuang wadah kosongnya ke tempat sampah.
Rasa mint dari minuman tadi terasa memenuhi seluruh rongga mulut Ardiaz. Dia kemudian mengambil air mineral dan membawanya ke arah ruang tengah.
Nampak begitu banyak botol kosong yang berserakan di sana, sisa masuknya semalam.
Meski dia bersikap tak acuh dengan perkataan Mac duff semalam, namun sejujurnya, Ardiaz pun merasa bersalah dan sakit hati melihat Evangeline yang pergi sambil menangis, saat melihat Alexa berdekatan dengannya.
Ardiaz duduk di sofa, bersandar dengan sebelah kaki yang bertopang pada kaki lainnya.
Matanya mulai fokus pada layar Macbook sementara jemarinya lincah menari di atasnya. Dia membuka satu bersatu file yang dikirimkan secara anonim kepada Jordan.
Tanpa harus mencari tahu, Ardiaz sudah bisa menebak siapa yang telah mengirimkan semua informasi tersebut.
File-file itu berisikan perjanjian kerjasama antara Merciful dan rekanannya. Semua nampak normal di awal.
Ardiaz pun sama sekali tak tertarik saat melihat semua berkas-berkas lama tersebut. Namun tiba-tiba, pupilnya melebar dengan alis yang hampir menyatu, saat matanya memperhatikan sebuah keanehan di dalam berkas yang saat itu dilihatnya.
Nampak di sana sebuah gambar benda antik, dan dibawahnya ditulis sumbangan lelang dari klien tersebut.
Benda tersebut tak lain adalah keramik dari jaman kuno yang memiliki nilai sejarah yang sangat mahal, dan Ardiaz pernah melihat benda tersebut di acara lelang Lucifer beberapa waktu lalu.
Dia pun kemudian mengulanginya lagi dari awal, dan meneliti setiap berkas yang ada. Ada beberapa berkas kerja sama yang memiliki benda sumbangan seperti tadi, ada pula yang tidak ada.
Ardiaz pun mulai menyimpulkan bahwa dokumen perjanjian bergambar adalah yang berkaitan dengan Lucifer, sedangkan yang tidak hanya berkaitan dengan Merciful.
Hingga tiba pada sebuah berkas perjanjian dengan nama klien yang membuat rasa penasaran Ardiaz semakin bertambah.
Perusahaan tersebut bergerak di bidang retail dan pariwisata, yang selama ini terus berusaha melebarkan sayapnya hingga ke pelosok negeri, bahkan ke mancanegara.
Satu-satunya perusahaan yang tak memiliki cabang di Kota Wisteria, Andara Corporation.
Jemarinya dengan hati-hati menggulir layar ke atas untuk melihat berkas di bawahnya. Berbeda dengan gerak jari, jantung Ardiaz kini berdegup begitu kencang.
Dia takut jika apa yang dikatakan oleh Joker sebelumnya benar, dan itu pasti akan membuat pertemuannya dengan Malcolm menjadi berbeda dari sebelumnya.
Di tengah kegamangannya, jemari Ardiaz berhenti tepat di salah satu halaman, dengan sebuah gambar kalung bermata biru yang sangat dia kenal.
Udara di sekitarnya seolah menghilang, hingga dia pun tak bisa bernafas. Bola matanya bergerak tak tentu, dengan tangan yang meremas pinggiran Macbook dengan kuat.
Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalung blue ocean milik sang ibu yang tewas dalam pembantaian berada di sana, dan tercantum sebagai sumbangan kepada Merciful.
Meski dalam perjanjian tersebut nama yang tercantum adalah Howard, namun jika ini menyangkut Lucifer, sudah pasti bahwa sang CEO pun ikut terlibat dan bisa saja justru dia lah dalangnya.
Sayangnya, Keterkejutan Ardiaz tidak selesai sampai di situ. Entah kenapa semuanya terjadi bersamaan.
Di saat dia baru saja menemukan sebuah fakta mengenai kebenaran di balik tragedi pembantaian keluarganya, sebuah pesan dari nomor Mac duff semakin membuatnya menggila.
Bos sky night itu tiba-tiba mengirimkan sebuah foto yang menampilkan sepasang pria dan wanita, tengah duduk berhadapan di sebuah restoran sky lounge.
Tidak. Tak akan ku biarkan kau jatuh ke tangan orang yang salah, batin Ardiaz.
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
dekuroi
lanjut thor..
2023-04-02
1