...SEBELUM MEMBACA NOVEL INI, DISARANKAN MEMBACA "THEY CALL ME, MACBETH" TERLEBIH DAHULU, AGAR PAHAM JALAN CERITANYA 🙏...
...❄❄❄❄❄...
Keesokan harinya setelah melihat kejadian tadi malam, Evangeline memutuskan untuk tidak pergi ke Merciful, karena matanya yang bengkak akibat menangis terlalu lama.
Ketua tim dimana dia ditempatkan pun hanya menerima ijin itu, dan menganggap bahwa ini adalah sebuah shock hari pertama, dimana ketika seorang pegawai baru tiba-tiba mendapat begitu banyak tugas di hari pertama kerjanya, dan membuatnya kelelahan hingga jatuh sakit.
“Kau benar-benar tidak apa? Sepertinya ini tidak sesederhana itu? Katakanlah ada apa sebenarnya, Eva? Jangan mengelabui ku dengan pocker face mu lagi,” ucap Joy.
Gadis itu kembali dibuat khawatir oleh sang sahabat, meski kali ini Evangeline berusaha untuk tak diam seperti orang gila.
Istri Ardiaz itu terlihat baru saja selesai mandi dan masuk ke dalam walk in closet, dengan handuk yang membungkus rambut basahnya.
“Aku benar-benar tidak apa-apa? Aku menangis semalam hanya ingin meluapkan semuanya sekaligus dan mengakhiri semuanya. itu saja."
"Bukankah aku harus terus hidup dan menerima kenyataan bahwa suami ku sudah mati,” jawab Evangeline.
Dia mengambil sebuah pakaian casual yang ada di dalam deretan koleksi lemarinya. sebuah dress biru muda bercorak floral, dengan kerutan di bagian pinggang menjadi pilihannya.
Sementara Joy terus memperhatikan sahabatnya itu dari dalam kamar.
Apa kau pikir aku akan percaya begitu saja? Yang benar saja, batinnya.
Dia tak lagi membicarakan hal itu. Menurut Joy, percuma jika harus mencari tahu dari Evangeline.
Setelah kedua gadis itu selesai bersiap, mereka pun pergi dengan mobil masing-masing. Joy berkata jika dia hendak pergi ke Universitas karena ada kuliah siang ini.
Sementara Evangeline, dia berkata akan ke kampus juga setelah pergi ke suatu tempat.
Putri tunggal Hemachandra itu meminta Joy untuk melajukan mobilnya lebih dulu di depan, dan temannya itu pun hanya menurut.
Namun, ketika di pertigaan lampu merah, Joy melaju lurus ke alamat kampusnya, sementara Evangeline berbelok mengambil jalur lain.
Hal itu dilihat jelas oleh Joy melalui kaca spionnya.
“Kau mau main kucing-kucingan lagi ya? Baiklah, akan ku tangkap kucing manja seperti mu. Lihat saja,” gumam Joy seraya memutar kemudi, berbalik arah dan kembali ke pertigaan dimana Evangeline menghilang.
Dia dengan hati-hati mengikuti mobil Evangeline dari jarak yang aman, dibantu oleh teropong andalannya, agar bisa melihat kemana arah istri Ardiaz itu pergi.
Nampak mobil sport yang dikemudikan oleh Evangeline berbelok ke sebuah mall besar di kawasan dekat kampus mereka.
“Apa dia se tertekan ini sampai ingin pergi berbelanja? Ini memang kebiasaannya, bukan? Ah... Tapi sebaiknya ku ikuti terus saja. Aku tak mau sampai kecolongan lagi seperti waktu itu. Dia sekarang sudah sangat pandai bersandiwara,” gumam Joy.
Karena pertemanan mereka yang sudah cukup lama, membuat Joy tahu setiap kebiasaan Evangeline.
Termasuk kegemarannya berbelanja, ketika berada dalam suasana hati yang tidak bagus.
Istri Ardiaz itu bisa kalap dan membeli setiap benda yang dia lihat tanpa berpikir apa kegunaannya.
Joy bahkan dibuat geleng kepala saat Evangeline memaksa membeli pakaian yang menempel pada sebuah patung, lengkap dengan patung-patungnya, hanya karena patung itu mirip dengan pria yang dia sukai, yang pada saat itu adalah Aaron, kakak kandung Ardiaz.
Kasih sayang ayahnya lah yang membuat Evangeline selalu berbuat seenaknya. Hemachandra tak pernah melarang apapun keinginan Evangeline, bahkan hal aneh sekalipun.
Akan tetapi, satu yang dia tekankan bahwa Evangeline tidak boleh bebas keluar masuk tempat hiburan malam. Hingga gadis itu benar-benar menjadi gadis manja yang polos, yang sangat payah dalam urusan minum-minum.
Kembali ke saat ini, Joy melihat Evangeline memarkirkan mobilnya di basemen, begitu pun Joy yang mengambil tempat parkir agak jauh, namun masih bisa memperhatikan sahabatnya.
Mall tersebut memiliki lift dengan dinding kaca tembus pandang, sehingga siapapun bisa melihat ke dalam dari luar, begitu pun sebaliknya.
Joy tak masuk bersama Evangeline, dan menggunakan teropongnya untuk melihat tombol berapa yang ditekan oleh gadis cantik itu.
“Lantai dua belas? Bukankah itu...,” ucap Joy terpotong.
Dia menoleh ke papan petunjuk lokasi gerai di mall tersebut. Dia melihat bahwa di lantai yang dituju oleh Evangeline, bukanlah tempat gerai pakaian atau benda-benda lain yang biasa dibeli Evangeline.
Lantai tersebut hanya berisi restoran sky lounge dan restoran shabu-shabu terkenal di kota ini.
Joy pun segera berlari ke arah lift dan menuju ke lantai yang sama dengan Evangeline.
Di sana, nampak beberapa orang berseliweran hendak makan siang di kedua resto ternama itu.
Kebanyakan diantara mereka adalah orang dari kalangan atas, yang mampu membeli satu set makanan porsi kecil, dengan harga yang bahkan bisa membeli satu unik skuter matic.
“Apa kebiasaannya sudah berubah? Bukan lagi belanja barang tapi belanja makanan?” gumam Joy pada diri sendiri.
Dia pun kembali melangkah dan mencoba mencari dimana keberadaan temannya itu. Dia melihat dari luar kaca restoran shabu-shabu, berusaha menemukan Evangeline, namun dia tak melihatnya juga.
“Apa dia masuk ke ruang VIP? Haruskah aku memeriksa satu persatu?” keluh Joy.
Dia tak mungkin memeriksa ruangan khusus itu, karena pasti pihak manajemen restoran akan memarahinya dan dianggap pengganggu.
Dia kembali melihat sekitar, namun tiba-tiba netranya melihat sosok yang dicari, tengah berdiri di dekat resepsionis sky lounge resto di ujung sana.
Joy pun segera berlari kecil ke arah itu dan benar saja, itu memang Evangeline.
Gadis tersebut berjalan dipandu oleh seorang pelayan ke sebuah meja.
Joy tak bisa melihat dengan jelas dari luar, hingga dia pun terpaksa harus masuk ke dalam.
Dia terlalu fokus pada Evangeline, hingga sapaan penerima tamu pun tak digubrisnya.
Joy bahkan langsung masuk dan mencari tempat duduk yang membuatnya bisa memantau Evangeline dari jauh.
Joy terlihat seperti seorang penguntit yang menyembunyikan wajahnya di balik buku menu, karena tak mau jika Evangeline sampai lihat keberadaannya di sana.
Gadis itu melihat jika Evangeline tengah duduk seorang diri di sana. Namun, ada gelas lain yang ada di seberangnya, pertanda bahwa dia tidak sendiri.
Ada seseorang yang tadi menunggunya di tempat itu, namun entah sekarang pergi kemana.
Tak berapa lama kemudian, Evangeline tiba-tiba berdiri dan tersenyum ke arah depan, membuat Joy pun mengikuti arah tatapan sahabatnya.
Nampak seorang pria tampan berjalan ke arah sang sahabat. Pria dengan kemeja warna putih gading dengan tatanan rambut yang rapi, nampak berjalan ke arah Evangeline.
Joy semakin membola, saat Evangeline dengan manjanya memeluk pria tersebut dengan begitu akrabnya.
Siapa pria itu? Aku seperti pernah melihatnya. Apa jangan-jangan... wahhhh... batin Joy.
Dia tengah menerka-nerka sendiri akan hubungan keduanya, bahkan dia sampai menutup mulutnya karena pikirannya itu.
Ditengah keterkejutannya, seorang pelayan menghampiri dan bermaksud menanyakan pesanan Joy.
“Permisi, Nona. Apa sudah siap untuk memesan?” tanya pelayan.
Joy terkejut dengan kedatangan pelayan tadi, sampai dia menghela nafas dalam setelah melihat pelayan itu.
Mendengar pertanyaan pelayan tadi, dia pun melihat ke buku menu yang ada di depannya.
Dia kembali membelalak saat melihat daftar harga makanan yang ada di sana.
Gawat. Uang saku ku bisa habis kalau aku sampai makan di sini, batin Joy.
Dia pun lalu melihat lagi lembar demi lembar, hingga dia melihat deretan menu minuman yang ada di sana.
“Ah... Aku pesan coffee latte saja satu. Terimakasih,” ucap Joy.
Pelayan itu terlihat mencatat pesanannya, dan mengulangi lagi lalu kemudian berbalik hendak pergi.
Tetiba, Joy mencegahnya karena terbersit sesuatu di pikiran.
“Ehm... Tunggu sebentar,” seru Joy.
Pelayan itu pun kembali berbalik.
“Apa ada yang Anda butuhkan lagi, Nona?” tanyanya ramah.
“Apa mungkin kau mengenal pria itu? Maaf, hanya saja sepertinya aku tidak asing dengan wajahnya. Tapi... ah... maaf kan aku. Kau mana mengenalnya. Dasar aku saja yang bod*h,” ucap Joy menyanggah sendiri pertanyaannya.
Pelayan tadi pun menoleh, melihat ke arah yang ditunjuk oleh Joy.
“Oh... Maksud Anda pria itu? Dia adalah putra tunggal Tuan Andara, pemilik mall ini,” jawab si pelayan.
What? pekik Joy dalam hati dengan mata yang membola sempurna.
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments