Minta Bantuan

Haaah..... Masalah sandi masih belum selesai dan sekarang malah ada rumor jelek tentangku. Sepertinya minggu ini akan menjadi minggu terburuk dihidupku.

"Kak Jinna, apa ada masalah?"

Oh iya, aku lupa. David juga menjadi tanggunganku sekarang. Jika aku terus menunjukkan kekesalanku, mungkin tinggal menunggu waktu saja sampai Joe mengetahuinya.

"Kak Jinna, kakak tau sendiri kan kalau Veny itu suka sama Johan. Jadi, meskipun Johan berbohong sekalipun dia pasti akan membelanya."hibur Fero yang duduk menunggu makanan bersamaku dan David.

"Fero, kau memanggilku dengan sebutan Kakak tapi memanggil Veny dan Johan yang setahun lebih tua dariku itu seperti biasa. Kau mau membuatku terlihat tua?"

Fero hanya nyengir kuda mendengar keluhanku. "Kau kan berbeda kak, mereka itu sudah kayak lalat tapi kau kan bunganya jadi mana mungkin aku bersikap tidak sopan padamu."ujarnya.

"Apa masalah Kak Johan kemaren? Aku tak memperdulikannya kak! Lagipula aku juga ga percaya Kak Jinna bisa bersikap seperti itu. Meskipun bersikap begitu pun pasti karena ulah Kak Johan yang memaksa kakak bersikap begitu."

David sangat bersemangat mengolok John. Padahal mereka duduk bersebelahan tapi kenapa mereka bermusuhan? Belum juga seminggu David disini.

"Johan itu pria aneh yang paling di benci karyawan pria lain kak, jadi jangan khawatir." Fero menjawab seakan tau apa yang kupikirkan.

"Fero, setelah ini aku ada urusan dengan David jadi kau boleh balik ke kantor duluan. Oke?"

"Apa? Mau kencan? Hahaha..... siap K-!"

Bruuh!

"Ada apa David?"ujarku kaget melihat David yang tiba tiba menyemburkan teh yang dia minum itu ke wajah Fero.

"Ah maaf, maaf, a-aku permisi sebentar!" David langsung pergi meninggalkan Fero yang sudah berwajah masam.

"Kampret!"Umpat Fero yang membuatku sedikit tertawa.

Kencan? Em.... tak enak juga kalau bilang begitu. Tapi aku terpikirkan sesuatu setelah melihat David hari ini.

* * * *

Author POV

"Begini kak, apa aku boleh masuk sampai kesini?"tanya David saat mereka sudah memasuki lorong ruangan pengawas.

"Tenanglah, aku yang mengajakmu kan? Jadi tentu saja boleh!"

"Tapi ini sangat sepi dan agak gelap. Dan kita hanya berdua. Hah! Apa jangan jangan-"

Bletak!

Pukulan kecil melesat tepat di ubun ubun David membuat pria itu mengusap ujung kepalanya.

"Apa yang kau pikirkan? Hentikan pikiran kotormu itu!" Wajah marah Jinna bahkan terlihat seperti peri bagi David. Entah bagaimana David menyimpulkan seperti itu tapi karena takut Jinna bertambah marah padanya dia pun menunduk.

"Ma-maaf... Kak.'Jantungku.... Bertahanlah! Jangan berisik di lorong Sepi ini!!!' " David tengah berperang melawan batinnya. Wajahnya sekarang sudah memerah karena malu.

"Sudahlah, ikuti saja aku!" 'Huuuh.... Dasar bocah ini. Yah... Meskipun dia tampan dan polos tapi dia masih muda dan belum sehebat diriku.' Jinna bahkan tidak merasa bersalah sedikitpun pada David.

David yang masih berperang batin itu memperhatikan ruangan Jinna dari kejauhan. Ruangan full kaca yang jaraknya kurang lebih 3 meter darinya berdiri. Tampak seorang pria yang duduk di kursi Jinna.

"Eh, kenapa...."

"John?!"panggil Jinna kaget melihat Pria yang duduk santai di ruangannya itu adalah Johan.

Pintu masih terkunci, tapi Johan sudah ada didalam. Jinna pun dengan cepat membuka kunci dan masuk.

"Oh, Jinna. Dan..... (Cih, bocah kampungan!)"

Ucapan terakhir Johan membuat Jinna bingung karena tidak mengerti maksudnya. Jinna hanya sedikit memiringkan kepala dan mengerutkan alisnya.

"(Kenapa kau memanggilku begitu hah! Apa aku terlihat kampungan dimatamu?!)" David yang sudah kesal melihat Johan dari kejauhan sekarang mendekatinya dan menarik kerah Johan untuk memakinya.

Baru pertama kali Jinna melihat David semarah itu. Dan Johan, dia hanya membalas David datar tanpa ekspresi seakan sengaja membuat David terpancing. Jinna berpikir mungkin dirinya pun akan terpancing jika melihat ekspresi Johan yang seperti tirani itu.

Jinna semakin kesal karena tidak mengerti apa yang Johan dan David bicarakan dalam bahasa asing itu. Dia seakan tak dianggap oleh mereka berdua. Padahal, ruangan yang mereka tempati adalah milik Jinna.

"Hentikan! Ini ruanganku kalian tau?! Dan David, kau ku ajak kesini karena aku meminta bantuanmu. Dan kau John, kenapa kau ada disini? Cepat keluar!" Jinna meninggikan suaranya pada Johan tapi Johan malah duduk dan tak menghiraukannya.

"Kau tidak mendengar ucapan Kak Jinna?"sindir David yang membuat Johan menatapnya tajam. Johan tidak mau mengalah jika harus berurusan dengan David.

"Begini Bu Pe-nga-was. Apa ibu tidak keberatan kalau saya mengadu pada Veny jika ibu mengusir saya lagi? Apa ibu tidak keberatan?"jawab Johan pada Jinna dan mengabaikan David.

Jinna melupakan kejadian tadi pagi dan berpikir akan berbuat kesalahan lagi. Jinna pun memijat pelipisnya karena pusing dengan masalah yang semakin panjang ini.

"Baiklah John! Kau boleh disini. Tapi duduklah dipojokan karena kau sama sekali ga membantu."

Jleb!

Ucapan Jinna bagai panah yang langsung menusuk sanubari Johan. Johan ingin menjawab ucapannya itu tapi melihat Jinna yang sudah tidak menghiraukannya membuatnya seperti benar benar dibuang.

"Jinna, i'm Johan. Not John-"

"You know! Begitu kan lanjutannya? Aku bosan mendengarmu selalu berkata seperti itu. Cukup! Sekarang pergilah ke pojokan!"pintah Jinna seketika membuat Johan yang selalu datar itu menjadi terkejut.

Dia akhirnya menuruti perintah Jinna menggeser kursi sampai ke pojok ruangan. David yang merasa menang malah dengan bahagia duduk di kursi Jinna seakan meledek kekalahan Johan.

Johan tidak melakukan apapun. Dia sibuk menatap tajam David dan Jinna secara bergantian. Laptop yang dia bawah sudah ditinggalkan di meja Jinna.

"Ini dia! Kau bisa membobol sandi angka ini kan David?"

"Hah! Ah iya Kak."jawab David gugup karena Jinna yang berdiri di belakangnya itu mendekat dan menunjuk nunjuk ke layar monitor didepannya.

Suara lembut Jinna tepat berada di telinga David membuat wajahnya memerah. Jaraknya kini kian dekat dan malah membuat David salah tingkah.

Kiiiiit......

"Aku keluar!" Johan mendorong kursinya kebelakang sebelum berdiri dengan kasar. Dia kembali menatap David garang dan mulai keluar dari ruangan Jinna.

"Duh.... Ngapain sih tuh orang?"keluh Jinna membiarkan Johan pergi. Kini pandangannya tertuju pada David yang menatap melas kepergian Johan seakan ingin menahannya.

"Emm... David? Apa kau merasa canggung denganku?"

"Hah! Eh? B-bukan begitu Kak! A-aku hanya sedikit bingung?" David melambai lambaikan kedua tangannya membuat Jinna sedikit menjauh.

"Begitu ya.... Jadi? Bagaimana kau bisa menerobos keamanan TYO? Seharusnya untuk memecahkan sandi ini ga perlu banyak waktu kan?" Jinna kembali mendekatkan wajahnya pada David hingga membuat David sedikit mundur.

Pyaaaar!!!.....

Pot bunga depan ruangan Jinna yang dengan sengaja dijatuhkan Johan membuat David dan Jinna terkejut.

Bertambah lah kekesalan Jinna pada Johan saat itu. Meskipun ada niatan memukul kepala Johan, tapi dia tetap menahannya karena masih ada David disana.

Jinna menghela napas panjang sambil kemudian berusaha tidak perperdulikan Johan. Dia lebih mendekat pada David untuk menunjukkan sesuatu dilayar monitor.

Johan yang melihat itu merasa sesak di bagian dadanya. Dia terus memperhatikan kedekatan David dan Jinna hingga dia tak sadar menyentuh bagian vas yang tajam.

"AD- duuuh ...."

"John!" Jinna langsung pergi menuju Johan saat melihat John yang meringis kesakitan itu. Meninggalkan David yang sedari tadi salah tingkah.

David melihat Jinna yang begitu perhatian pada Johan itu kesal dan tanpa dia sadari dia menekan tombol keyboard yang salah.

Ziiiiiing.....

Suara mendengung keras keluar dari komputer yang di pakai David. Jinna dan Johan pun segera mendekat untuk meredakan kekacauan itu.

Johan langsung menyingkirkan David dan dengan cepat duduk di kursi Jinna memperbaiki komputer itu. Dia bahkan lupa dengan luka di jarinya yang dengan cepat mengetik di atas keyboard nya.

David tercengang. Dia masih syok dengan apa yang dia lihat. Kesalahan yang dia perbuat bisa saja membuat berkas yang dengan susah payah di salin Jinna itu menghilang semua.

Jinna juga hanya bisa melihat Johan dengan kecepatan jari yang hampir tidak bisa diikuti itu dengan gelisah. Apalagi ada sedikit rasa takut Johan atau David mengetahui rencananya.

Dia terus berdoa berharap hal hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Dia kembali menatap layar komputer dan Johan secara bergantian.

"Eh!!! John?!"guman Jinna.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!