Kiara kembali menginjakkan bumi saat orang yang mobilnya hampir bertabrakan dengan motornya menepuk pundaknya.
"A-aku tidak apa-apa. Aku minta maaf." Kiara meneteskan air matanya.
"Kamu sedang ada masalah?"
"Aku tidak apa-apa." Kiara memutar motornya dan langsung pergi dari sana.
Pria itu memandang aneh pada Kiara. Lalu, dia kembali masuk ke dalam mobil.
Kiara mengendarai motornya dengan agak ngebut agar segera sampai di rumahnya.
Saat sampai di sebuah rumah dengan ukuran 12x5. Rumah dengan didominasi warna pastel itu terlihat sederhana dan ada halaman dengan pintu pagar kecil.
Rumah dan motor zaman dulu inilah peninggalan mendingan ayah Kiara. Dulu ayah Kiara seorang pegawai di sebuah perusahaan, tapi dikeluarkan karena dituduh menggelapkan uang perusahaan, dahal hal itu tidak benar.
Ayah Kiara yang dikeluarkan dari perusahaan tanpa pesangon, hanya saja tuduhan itu tidak diproses hukum karena mengingat dia bekerja sudah cukup lama karena hal itu ayah Kiara menjadi sakit-sakitan dan sampai meninggal.
Ibu Kiara yang memiliki tabungan dia gunakan untuk membuka lagi toko kue yang lama ditutup karena tidak berjalan. Toko itu kembali dibuka karena tidak ada lagi penghasilan yang bisa dia dapatkan, apa lagi Kiara masih sekolah.
"Kiara masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamar mandi yang ada di dekat kamarnya. Dia mandi tanpa melepas bajunya. Dia seolah marah pada dirinya sendiri dan pria yang sudah mengambil kehormatannya.
Beberapa menit dia menangis di dalam kamar mandi. Kiara mencoba bangkit dan dia keluar untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia dalam kamar dia berganti baju dan duduk termenung di depan meja belajarnya.
"Ayah! Aku ingin menyusul ayah ...!" Tangisnya sekali lagi pecah saat melihat foto kedua orang tuanya yang ada di atas meja belajarnya.
Kedua mata Kiara menatap gunting yang ada di atas meja belajarnya. Kiara mengambil dan ingin sekali menusukkan gunting itu pada perutnya, tapi saat matanya melihat pada foto kedua orang tuanya. Dia teringat apa yang ayahnya katakan.
Ayahnya berpesan sebelum meninggal agar Kiara menjaga baik-baik dirinya dan ibunya karena di dunia ini Kiara dan ibunya sebatang kara. Ibunya dan mendiang ayahnya adalah anak tunggal yang tidak memiliki saudara.
Kiara melempar gunting itu dan mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Dia tidak mau meninggalkan ibunya sendirian di dunia ini.
Ponsel Kiara berbunyi dan sekali lagi ibunya menelepon. Kiara mencoba menghapus air matanya dan menarik napasnya dalam agar dia terdengar lebih tenang.
"Halo, Bu, ada apa?"
"Ya ampun, Kiara! Kamu ini ke mana saja? Ibu sudah menghubungi kamu, tapi kamu malah tidak menjawab panggilan Ibu, ibu jadi khawatir ini."
"Aku masih di jalan tadi saat ibu menghubungiku, dan saat sampai di rumah aku lupa karena langsung mengerjakan tugas sekolah." Bohong Kiara.
"Ya sudah kalau kamu sudah sampai di rumah karena perasaan ibu tadi tidak enak. Ibu takut kamu kenapa-napa, Kiara."
Kiara hanya bisa meneteskan air mata. Perasaan seorang ibu memang jauh lebih kuat jika sesuatu terjadi pada putrinya. Seperti apa yang baru saja Kiara alami.
"Aku baik, Bu. Bu, sudah dulu, ya, aku mau kembali mengerjakan tugas sekolahku."
"Oh, ya! Apa kamu sudah meminjam buku pada Mega?"
"Belum, Bu, tadi Mega tidak ada di rumah. Jadi, aku langsung pulang saja."
"Ya sudah kalau begitu kamu kerjakan tugas sekolah dulu karena Ibu mungkin akan sampai malam karena ada pesanan dari langganan Ibu untuk besok pagi."
"Ibu kenapa malah berkerja sampai malam? Ibu lupa kalau harus banyak istirahat?"
"Kiara, ini ada rezeki yang tidak boleh kita tolak. Lagi pula ada Tami yang membantu Ibu dan kue pesanan mereka tidak terlalu sulit membuatnya."
"Ya sudah, nanti setelah aku menyelesaikan tugasku langsung ke sana."
"Kamu di rumah saja istirahat dan belajar, tidak perlu ke sini, Nak."
Kiara berpikir, dia memang lebih baik tidak ke sana, apa lagi kedua matanya tampak sembab. Nanti kalau ibunya bertanya bagaimana?
"Iya, Bu. Kiara jaga rumah saja sekalian mau memasak untuk makan malam kita."
"Iya, kamu masak saja, nanti kalau ibu pulang, ibu mau makan masakan buatan putri cantik ibu." Kiara tersenyum mendengar ucapan ibunya.
Mereka mengakhiri panggilan. Kiara kembali menangis dengan memeluk ponselnya. "Ibu, maafkan Kiara."
***
Di dalam kamar, di mana seorang pria masih tertidur setelah melakukan pergulatan hebat dengan gadis yang dia sendiri tidak kenal. Pria itu perlahan mengerjap dan merasakan kepalanya yang berat. Dia duduk dan melihat keadaan sekitar kamarnya.
"****! Kepalaku sakit sekali." Tangannya memilin perlahan kepalanya. Setelah merasa agak baikkan dia yang ingin bangun, seketika merasa aneh melihat dirinya yang tidur tidak memakai apapun sama sekali.
"Oh God!" serunya dengan nada tidak percaya. Aku sudah melakukan sesuatu hari ini, dan tadi kenapa rasanya luar biasa sekali?" Arthur tampak bingung dengan apa yang baru saja dia alami, tapi belum ingat sepenuhnya. Dia coba mengingatnya lagi, tapi kepalanya terasa berat.
Arthur bangun dan mencuci mukanya di dalam kamar mandi. Wajah ganteng dan tampak mempesona itu terlihat di depan cermin. "Sepertinya aku tadi bersama Selena, tapi kenapa Selena tidak ada? Apa dia pergi tanpa membangunkan aku?" Dalam keadaan tidak sadar itu memang Arthur membayangkan telah bercinta dengan Selena.
Dia keluar kamar dan alangkah terkejutnya saat melihat ada noda merah dia atas seprei putihnya.
"Oh God! Ini apa?" Arthur memeriksa noda merah itu dan dia baru tau jika itu adalah bekas darah. Arthur tau jika Selena tidak mungkin masih perawan karena Selena mengatakan sendiri jika hal berharganya sudah diambil oleh teman sekolahnya saat dia masih sekolah di luar negeri.
Arthur yang sangat mencintai Selena tidak memikirkan hal itu.
"Ini noda darah siapa?" Arthur berpikir sejenak dan mencoba mengingat kejadian yang dia alami sampai akhirnya dia tidak sengaja menginjak sesuatu.
"Ara?" Arthur menemukan gelang dengan tulisan nama panggilan Kiara. "Siapa, Ara?" Arthur tampak shock. Dia baru saja mengambil kehormatan seseorang dengan paksa, tapi dia sendiri tidak tau siapa gadis yang sudah dia ambil kehormatannya?
"Arthur? Ada apa ini?" Seorang pria tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan melihat kondisi kamar Arthur yang berantakan, serta ada pecahan botol minuman.
"Gio, kamu ada apa ke sini?"
Pria yang dipanggil Gio itu berjalan masuk dengan perlahan menghindari pecahan kaca di lantai.
"Aku ke sini karena ingin memberitahu kamu sesuatu yang penting, tapi sepertinya kamu sudah tau duluan hal penting yang ingin aku sampaikan?" Gio melihat sekali lagi keadaan kamar Arthur.
Arthur terduduk di atas tempat tidurnya, dia memikirkan tentang siapa gadis yang sudah kehilangan kehormatannya karena dirinya. Dia tidak mungkin wanita penghibur karena ada noda darah itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
tina yusuf
hi kak aku dah mampir ,mampir jg ke tptku y kak,semangat kak
2023-04-10
2