CAIRAN IMMORTAL

Aku duduk di depan komputer dengan layar lebar sambil bersandar di kursi empuk. Aku memasangkan beberapa data mahasiswa yang ku peroleh dengan data target yang sudah ku dapatkan dari hasil meretas data bank. Ada 8 mahasiswa yang orang tuanya memiliki tumpukan harta di luar kewajaran.

Aku membuka jaringan milik universitas, mulai meretas data-data mahasiswa yang masuk dalam daftar ku. Dua di antaranya mendapatkan beasiswa keringanan, satu putra rektor Fakultas Seni, satu putra seorang dokter spesialis, dua lagi putra pejabat negara, dan dua sisanya putra seorang pegawai swasta.

Aku mencoret data Julius Johansyah, mahasiswa kedokteran, putra seorang dokter spesialis bedah ortopedi yang mengelola klinik ortopedi. Nama Andre Johansyah sebenarnya memang sudah berada pada daftar hijau di dalam data ku, karena profesi istrinya yang seorang dokter spesialis bedah. Tidak terlalu aneh jika seorang dokter memiliki tumpukan harta hingga 10 digit, terlebih lagi jika dia mengelola sebuah klinik mandiri. Tetapi tetap saja aku harus mensurvey kebenarannya sebelum benar-benar mencoretnya dari daftar targetku.

Aku mengulang daftar 21 nama yang berbaris di komputer ku, mengeja nama-nama yang berada pada daftar merah. Bayangan Raya dengan sepatu limited edition berkelebat di dalam benakku.

"Siapa dia sebenarnya. Kenapa aku tidak dapat menemukannya di akun manapun. Data di universitas juga tidak banyak membantu karena Raya mahasiswa yatim piatu dengan beasiswa berprestasi. Walinya hanya seorang dokter spesialis bedah sebuah rumah sakit swasta yang juga tidak memiliki timbunan harta. Yang masih menjadi pertanyaan ku, dari mana Raya mendapatkan uang untuk membeli barang-barang branded miliknya. Karena aku juga tidak bisa menemukan data pribadinya di bank manapun yang artinya dia tidak menyimpan uangnya sama sekali di bank.

Aku, pengintai CEP, Lima belas tahun bergelut di bidang ku, baru kali ini dibuat pusing dengan seorang target.

Lima belas tahun. Ya. Lima belas tahun. Sudah ku katakan angka di kartu identitas ku tidak sama dengan usiaku yang sebenarnya. Aku, yang terkenal sebagai Rey Edward, adalah jelmaan remaja setengah fana, lima belas tahun yang lalu.

-Flashback-

Ayahku, Edward Darwin, terlibat dalam sebuah perkumpulan yang bisa dibilang antara benar dan salah. Mereka membobol rekening, meretas banyak situs dan merampok. Tetapi mereka tidak sekedar merampok. Mereka mengkhususkan target pada orang-orang yang menumpuk harta kekayaannya dengan cara yang tidak wajar dan merugikan orang lain, kemudian mengirimkan harta jarahannya kepada negara-negara dan wilayah-wilayah yang membutuhkan bantuan.

Aku ikut terjerumus di dalamnya saat usiaku menginjak tiga belas tahun. Aku tergolong anak yang sangat pintar di usiaku. Aku mampu meretas banyak situs hanya dalam waktu singkat.

Aku memang senang menggunakan komputer. Sejak kecil ayahku memfasilitasiku bahkan mengajariku menggunakan komputer. Sejak aku belum bisa berbicara lancar apalagi membaca. Aku tidak mengenal huruf alfabet A B C D dan seterusnya, tapi aku bisa membaca. Aneh, ya. Karena sebelum aku belajar alfabet ayahku telah memaksaku membaca dengan mengajariku bermain komputer. Aku menghafal kata per kata, bukan huruf per huruf. Tentu saja aku tidak keberatan belajar membaca seperti itu karena aku senang memainkan komputer dan jika aku tidak menghafal kata perkata yang sering muncul maka aku tidak akan bisa melanjutkan mainanku ke tingkat berikutnya.

Ketika usiaku 16 tahun, seorang teman ayahku, aku memanggilnya paman Bown –entah siapa namanya aku selalu menyebutnya paman Bown begitu pun teman-teman ayah dan ayah selalu memanggilnya, Bown– berhasil menemukan informasi tentang sebuah kapal yang akan mengirim bahan kimia ilegal, akan bersandar di dermaga kota kami. Mereka berhasil merampoknya dan membawa bahan-bahan kimianya ke gudang.

Aku berhasil meretas informasi itu dari e-mail ayah. Ya, milik ayahku sendiri. Aku tahu informasi di dalamnya mengatakan, itu bahan kimia terlarang dan mungkin akan sangat berbahaya. Dikatakan di dalam pesan itu, salah satunya adalah bahan kimia yang mempu membuat sel-sel di dalam tubuh membeku sehingga peminumnya bisa berhenti berkembang pada usia ketika dia meminum cairan itu, tanpa membuatnya mati.

Immortal. Itu satu-satunya penjelasan yang muncul di benakku. Pikiran itu memikatku, jauh lebih kuat dari pada obat terlarang yang bertumpuk berkarton-karton di dalam gudang.

Aku, remaja tanpa pendampingan orang tua –ayah sibuk dengan bisnisnya sementara ibu pergi entah kemana– tentu saja sangat penasaran. Cairan itu membuat mereka gempar, karena –seperti aku– mereka berfikir cairan itu bisa menciptakan manusia-manusia immortal. Akan sangat berbahaya jika di dunia ini berkeliaran manusia-manusia seperti vampir. Karenanya ayah dan seluruh kelompoknya bermaksud memusnahkan benda terkutuk tersebut untuk menghindari sesuatu yang mengerikan terjadi.

Sebelum mereka sempat memusnahkannya, aku diam-diam menyelinap pada malam hari, memasuki gudang tempat mereka menyimpan bahan-bahan kimia hasil jarahan.

Aku mencari di antara kotak-kotak besar tanpa label yang bertumpuk-tumpuk. Dalam sekali pindai, aku langsung tahu aku tidak perlu mencarinya di setiap kardus. Barang terlarang itu pasti akan dipisahkan atau paling tidak diletakkan di tempat teratas. Karena jelas mereka tidak ingin menanggung resiko memecahkan salah satu tabung kaca bahan kimia itu dan meledakkan gudang.

Tidak sampai tiga puluh menit, aku sudah berhasil menemukan cairan-cairan kimianya. Tapi aku terbentur masalah, cairan itu bermacam-macam warna dan aku tidak tahu mana cairan kimia yang aku maksud. Akhirnya aku memutuskan membuka laptop dan mulai meretas situs yang berhasil dibobol paman Bown dan mencari informasi lebih lanjut tentang cairan itu.

Satu setengah jam berlalu, akhirnya aku berhasil meretas situsnya dan memecahkan pesan terenkripsi dengan sandi super rumit. Aku tahu aku harus mencari botol dengan cairan berwarna hijau kekuningan.

Sayangnya keberhasilanku tidak semulus yang aku perkirakan. Tepat di detik keberhasilanku mengungkap tabung mana yang harus ku minum, Paman Bown menemukanku dengan kardus bahan kimia yang sudah terbuka. Cukup sekali lihat, paman langsung tahu apa yang akan aku lakukan.

Tetapi tentu saja aku tidak mau menyerah begitu saja.

"Paman. Paman bisa saja melaporkanku pada ayah, tentang apa yang sudah aku lakukan. Tetapi perlu Paman ingat,aku mampu elakukan apa pun yang bahkan tidak sanggup kalian lakukan selama ini. Dan jika ayah menghukumku dan membuangku entah kemana, maka bisa saja aku akan berbalik melawan kalian." Aku tahu ancaman terkadang sangat efektif digunakan dalam situasibterdesak seperti ini.

Paman Bown tersenyum. "Kau tidak akan pernah mengancam kami, Raja."

"Kenapa. Kenapa aku harus selalu menuruti kalian. Aku bisa saja memberontak karena lelah terus menerus hidup di bawah tekanan."

Paman Bown tertawa. "Raja, Raja. Hidup berdampingan dengan ayahmu, mengerjakan hal yang sama dengannya, bukan berarti aku memiliki sifat yang sama persis dengan ayahmu."

"Dan apa maksudnya itu?" tanyaku dingin.

"Artinya adalah,aku lebih bisa di nego daripada ayahmu."

Aku diam mematung, menatap Paman tidak percaya.

"A-apa maksud Paman?" tanyaku sekali lagi.

"Apa kau bersedia memberitahuku kenapa kau mencari cairan itu?" tanya Paman tenang. Dia bergerak ke tengah gudang, menurunkan satu karton yang entah berisi apa, menepuk-nepuknya sebentar sebelum duduk di atasnya.

"Aku...."

"Katakan. Aku tidak akan mengadukanmu, tetapi itu juga bukan berarti aku akan menuruti maumu."

Aku menghembuskan nafas panjang, lalu mengikuti duduk di atas kardus yang disiapkan paman.

"Seperti yang sudah kalian oerkirakan, aku juga berpikiran tentang hal yang sama mengenai cairan itu jika seseorang meminumnya." Aku mulai berbicara.

"Lalu?"

"Ya, seperti yang kau lihat. Aku akan membuktikan kebenaran terori itu."

"Dan apa tujuanmu?" tanya Paman tegas.

"Tentu saja menjadi immortal, Paman."

"Dan apakah kau tidak pernah berpikir resiko yang bisa kau dapatkan jika menjadi immortal?" tanya Paman, nada suaranya mulai terdengar dingin.

Aku menggeleng. "Tentu saja tidak akan terjadi apa-apa selain menjadi abadi."

"Barang itu sedang di uji coba."

"Tentu saja. Tapi siapa pun yang membuatnya, tidak akan pernah menguji cobanya kepada manusia jika itu masih dalam taraf pengembangan. Aku yakin mereka hanya ingin melihat apakah efek yang ditimbulkan sama pada setiap orang."

"Tidak selalu begitu!"

"Tidak ada ilmuwan yang sekeji itu,menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan, Paman!" Nada bicara kami berdua mulai meninggi.

"Kau jagan terlalu naif, Raja. Jangan menutup mata pada kenyataan banyaknya manusia yang tega membunuh manusia lainnya demi mendapatkan apa yang mereka inginkan."

"Dan Paman juga jangan terlalu buta akan ilmuwan yang tidak pernah bersikap seperti preman jalanan yang kelaparan."

"Degarkan aku, Raja. Kau tidak perlu meminumnya. Jadi sekarang pergilah dan aku tidak akan pernah mengadukanmu pada ayahmu."

"Aku tidak akan pergi sebelum mendapatkan cairan itu."

"Cairan itu tidak aman!"

"Aman!"

"Kau tidak tahu!"

"Aku tahu lebih banyak dari kalian!"

"Mereka baru akan mengujinya pada para tawanan, yang itu artinya mereka tidak akan banyak kehilangan jika terjadi apa-apa para tawanan-tawanan itu!"

"Dengan resiko para tawanan itu akan menjadi immortal?!" tanyaku sengit. "Kau yang terlalu naif, Paman. Kau menelan mentah-mentah surat yang ada di dalam email, tanpa merasa perlu menggalinya lebih dalam."

Paman terdiam.

"Apa kau menemukan sesuatu yang terlewat oleh kami?" tanya paman, setelah terdiam beberapa saat.

"Biasanya begitu, bukan?"

Diam. Hening. Paman berusaha mencerna apa yang baru saja ku katakan, dan mencoba menghubungkannya dengan apa yang hampir saja aku lakukan.

"Jadi, apa yang terjadi pada peminumnya?"

"Cairan hijau kekuningan itu adalah cairan yang di maksud. Cairan yang bisa membekukan sel-sel darah, sehingga membuat peminumnya nyaris abadi. Yang merah adalah penetralisir jika terjadi sesuatu di luar keadaan normal, seperti perubahan sikap dan perilaku peminumnya. Dan tiga sisanya adalah cairan biasa."

Paman menatapku, masih dengan diam.

"Apa mereka sudah menguji cobanya?"

Aku mengangguk. "Sudah. Dan berhasil."

"Kemana cairan itu akan di bawa?"

"Di simpan di tempat yang aman, yang tidak akan diketahui orang lain."

"Apakah kau tahu lokasi yang di tuju barang itu?"

Aku menggeleng. "Tidak. Orang yang akan menerima barang itu lah satu-satunya yang mengetahui lokasinya. Dan siapa penerima barang itu, aku juga tidak bisa menebaknya. Aku yakin nama dan identitas orang itu pastilah palsu."

Paman kembali terdiam.

"Baiklah." Akhirnya paman Bown menyerah. "Kau boleh melakukan apa yang kau inginkan, tetapi dengan syarat."

Paman mengajukan syarat, tetapi dala hati aku sudah melompat kegirangan. Syarat yang diajukan pama Bown tidak pernah mempersulit ku, karena paman sangat menyayangiku.

"Katakan, Paman." Aku mengangguk setuju.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!