Bab Empat

Berapa hari berlalu, Diana masih menunggu kepulangan suaminya. Rasanya ia sudah hampir putus asa, sudah kebeberapa tempat ia datangi, tempat di mana Daffa biasa pergi, akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan keberadaan Daffa.

Diana sama sekali tidak mendapatkan petunjuk di mana Daffa saat ini. Bahkan Diana sudah bertanya-tanya pada orang-orang sekitar sana, yang dikenalnya maupun tidak di kenal, mereka sama sekali tidak pernah melihat Daffa. Bahkan Diana sudah melaporkan pada kantor polisi atas hilangnya suaminya, tapi sampai saat ini tidak ada kabar dari mereka.

"Ya Allah, harus kemana lagi aku mencari Mas Daffa," gumam Diana lirih, ia kini tengah berjalan menulusuri jalan raya, masih berusaha mencari keberadaan suaminya, harapannya masih besar untuk bertemu dengan Daffa kembali.

Langit mulai gelap, terdengar beberapa kali petir menyambar, beberapa saat kemudian air hujan turun dengan deras, Diana langsung berlari, ia menepi sambil berteduh di salah satu halte yang berada di sana.

Hujan semakin lebat, petir pun terus bergemuruh. Beberapa kali Diana menghembuskan nafas beratnya. Dalam hati ia masih bertanya-tanya, dimanakah suaminya itu? Kenapa Daffa pergi begitu saja, tidak ada kabar dan berita bak ditelan bumi.

"Kamu berjanji akan selalu di samping aku dan membahagiakan aku, Mas. Tapi, kenapa sekarang kamu meninggalkan aku?" ucap Diana sendu diiringi dengan air mata yang menetes dari sudut matanya.

Diana benar-benar tidak menyangka akan berada di situasi seperti ini, padahal sebelum Daffa pergi, mereka baik-baik saja, bahkan mereka malamnya sangat menikmati malam pertama pernikahannya. Tapi, kenapa saat pagi menjelang Daffa sudah tidak ada.

Menghubungi Daffa pun saat ini Diana tidak bisa, kerena ponselnya rusak, dan kini masih diperbaiki. Tapi, beberapa hari ini Diana meminta tolong pada Bu Tina sang pemilik kontrakan untuk menghubungi nomer Daffa, tapi Bu Tina mengatakan sampai saat ini pun nomer ponsel milik Daffa belum aktif juga.

"Apa mimpi waktu itu akan menjadi nyata? Apakah kamu benar-benar akan meninggalkan aku, Mas? Sebenernya kamu kemana? Di mana kamu? Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa polisi pun tidak bisa melacak keberadaan kamu, apa kamu baik-baik saja di sana?" Lagi-lagi Diana berucap sendiri.

Perih rasanya hati, terkikis rasa nyeri, Daffa pergi meninggalkannya seorang diri. Padahal Daffa-lah harapan Diana saat ini, untuk berbagi kasih, kerena tidak ada orang lain yang ia punya saat ini, hanya Daffa, sang suami tercinta yang sekarang tidak tahu keberadaannya di mana.

Sudah hampir satu jam Diana duduk di halte tersebut, tidak ada tanda-tanda hujan akan reda. Diana mulai merasakan kedinginan, di tambah angin cukup kencang membuatnya menggigil.

Tiba-tiba saja sebuah motor terlihat berhenti di depan Halte tersebut, di atas motor tersebut terlihat dua orang pria yang keadaanya basah kuyup. Diana hanya diam, ia pikir mereka mungkin akan berteduh, akan tetapi tiba-tiba orang yang duduk di belakang turun dan dengan cepat mengambil tas Diana.

"Jambret!" teriak Diana terkejut. Ia berusaha merebut tasnya kembali, sayangnya tenaga Diana kalah dengan si pria tersebut.

"Kembalilah tasku!" teriak Diana, saat si pria tersebut berhasil mengambil tasnya.

Diana mencoba mengejar mereka, walaupun sebenernya terasa mustahil, mereka pergi menunggu sepada motor sementara Diana hanya berlari. Beradu kecepatan dengan mesin tentu saja ia kalah.

Mau tidak mau Diana pun pasrah, ia tidak bisa mengejar mereka, Diana tertinggi jauh. Keadaan di sekitar sana pun sangat sepi. Padahal dalam tas itu ada dompetnya, dimana di dompet itu semua uangnya ada di sana.

"Ya Allah cobaan apa lagi ini?" lirih Diana, dibawah guyuran air hujan tersebut. Air matanya bercampur dengan rintikan air hujan yang membasahinya.

Entah harus berbagai Diana menjalani kehidupan esok dan seterusnya? Daffa, cinta dan kasih yang ia miliki kini tidak tahu di mana, dan harta yang sedikit ia punya kini di ambil pula oleh orang yang tak dikenalnya.

"Apa salahku, kenapa engkau menghukumku dengan cara seperti ini, ya Robb?" Diana masih menangis lirih. Ia benar-benar putus asa.

Melihat mobil berlalu-lalang di jalan raya sana, Diana pun perlahan melangkahkan kakinya. Akal sehatnya seperti tak berfungsi, Diana tak perduli apa yang terjadi nanti. Yang ia rasakan saat ini hanyalah putus asa, dan rasanya ia lenyap saja dari dunia yang terasa pahit baginya itu.

dari arah yang berlawan terlihat sebuah mobil melaju dengan kencang, Diana merentangkan tangannya seraya menutup matanya. Dan ...

Brugh!

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

shyafira fitri

shyafira fitri

Ceritanya hujan"an terus,,

2023-07-16

0

Adfazha

Adfazha

Oalahh Diana bundir... oohh gk smdh itu marimar 😅tuh copet suruhan x yaa sengaja biar Diana mkin menderita

2023-04-05

1

Riana

Riana

manten anyar pas sayang2e 🥺🥺🥺malah ditinggal

2023-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!