Ayah Kandung Anakku

Ayah Kandung Anakku

Bab Satu

"Saya terima nikah dan kawinnya Diana binti Haris almarhum dengan Mas mas kawin seperangkat alat shalat dan emas empat gram dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi SAH?"

"SAH."

Seorang pria baru saja selesai mengucapkan ijab qobul secara lugas, dihadapan Pak penghulu dan para saksi serta seorang wanita yang duduk di sampingnya.

Pacaran wajah haru bahagia jelas terlihat dari wajah sepasang pengantin baru tersebut. Tidak ada pesta pernikahan seperti pada umumnya, hanya acara ijab qobul saja, itu pun dilakukan di sebuah KUA di daerah setempat mereka.

Daffa dan Diana, kini mereka sudah SAH menjadi pasangan suami istri, setalah sebelumnya mereka menjalani masa pacaran selama kurang lebih tiga bulan. Memang terbilang sangat singkat, namun mereka sama-sama saling mencintai, dan atas keseriusan Daffa, Diana pun menerima pinangan pria tersebut. Untuk apa berpacaran lama-lama, mereka pikir usia mereka sudah cukup untuk berumah tangga. Bukan hanya itu, memutuskan untuk menikah karena mereka pikir akan lebih menghindari dari dosa, ya walaupun selama berpacaran mereka tidak pernah macam-macam, berpegangan tangan pun jarang, kerena sama-sama masih sungkan.

Usai ijab qobul selesai, Daffa dan Diana pun meninggalkan KUA tersebut. Mereka berdua sama-sama yatim piatu, jadi tidak ada keluarga yang mengantarkannya.

"Maaf ya, aku cuman mampu ngajak kamu tinggal di kontrakan petak seperti ini, aku janji kalau ada rezeki kita kontrak rumah yang lebih besar," ucap Daffa pada Diana. Mereka kini sudah tiba di sebuah kontrak, yang sebelumnya memang sudah Daffa bayar untuk tinggal mereka berdua.

"Iya Mas, gak apa-apa kok. Lagian kita cuman tinggal berdua aja, gak masalah," sahut Diana sambil menapakkan senyuman manisnya, memperlihatkan kalau ia sama sekali tidak keberatan tinggal di sana.

Daffa membalas senyuman sang istri dengan tangan yang terulur, lalu menarik tangan Diana. "Terima kasih, aku berjanji akan selalu membuat kamu bahagia, mungkin aku tidak bisa memberikan kemewahan sama kamu, tapi aku akan berjuang untuk selalu memenuhi semua kewajiban aku. Dan satu lagi ... maaf aku tidak bisa membuatkan pernikahan kita berkesan,"

"Mas," sela Diana, memotong ucapan pria yang kini sudah berstatus suaminya itu. "Kita sudah bicarakan hal ini sebelumnya, aku tidak apa-apa Mas, yang terpenting itu pernikahan kita Sah Dimata hukum dan agama, lagian kalau punya uang pun sayang sekali rasanya kalau dipake buat pesta, mending uangnya di tabung, buat cita-cita kita," imbunnya.

"Terima kasih ya sudah mengerti, ya sudah kalau begitu Mas mau bersih-bersih dulu." Daffa melapaskan genggaman tangannya, lalu ia pun berlalu menuju kamar mandi.

Sementara Diana, ia memutuskan untuk berganti pakaian saja terlebih dahulu, ia berencana akan memasak untuk makan malam, setalah itu baru bersih-bersih.

Sebenernya rumah kontrakan itu tidak terlalu sempit, masih leluasa jika hanya ditinggal oleh mereka berdua, kontrak dengan satu kamar, kemudian ada ruang tamu yang terhubung dengan dapur, dan kamar mandi.

Perabot di sana pun sudah terbilang lengkap, memang Daffa melengkapinya sebelum beberapa hari ia akan menikah dengan Diana.

Usai berganti pakaian, Diana pun bergegas menuju dapur, ia membuka kulkas untuk melihat apakah ada stok bahan makanan yang bisa dimasak, dan ternyata ada.

"Banyak banget isi kulkasnya, apa Mas Daffa sengaja ya?" gumam Diana, sambil memandangi semua bahan yang ada di dalam kulkas tersebut, dan berpikir ia akan memasak apa.

Setalah berpikir beberapa saat, Diana pun mengambil beberapa bahan makanan, sayuran serta ikan yang ada di dalam kulkas tersebut. Ia pun segara mengelolanya.

"Sayang kamu lagi ngapain?" Tiba-tiba saja Daffa yang baru saja usai dengan ritual mandinya itu keluar dari kamar mandi.

Diana pun menoleh kearah Daffa. "Aaaaa ... " teriak Diana, ia langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan saat melihat suaminya hanya mengangguk handuk yang melilit pinggangnya.

Daffa terkejut juga merasa heran, apa ada yang salah dengannya? pikir Daffa. Perlahan ia pun berjalan mendekati istrinya.

"Kamu kenapa?" tanya Daffa mengkhawatirkan sang istri.

"Mas jangan mendekat," pinta Diana, ia memundurkan langkahnya menghindari Daffa.

Daffa semakin di buat heran, ia menarik tangan Diana perlahan, agar bisa menatap wajah istrinya itu, ingin bertanya lebih jelas, kenapa Diana tiba-tiba berteriak saat melihatnya?

'Apa aku terlihat jelek saat ini?'

Daffa membantin, merasa tidak percaya diri. Padahal bukan itu maksud Diana, ia berteriak kerena terkejut melihat Daffa yang hanya menggunakan handuk saja, jelas terekspose tubuh bagian atas pria itu. Mungkin kerena belum terbiasa, dan ini untuk pertama kalinya Diana melihatnya, ia jadi terkejut.

"Kenapa, Nana?" tanya Daffa lagi, Nana adalah panggilan sayang Daffa untuk Diana.

"Itu Mas ih, mending Mas ganti baju dulu deh, tadi aku udah siapin baju ganti Mas juga," jawab Diana sambil menunduk kepalanya menyembunyikan wajahnya yang memerah kerena tersipu-sipu.

"Oh ini, ya ampun. Mas kira kamu kenapa, keget tahu, Mas. Ya udah sih santai aja, kitakan udah Sah," ujar Daffa sambil terkekeh geli melihat ekspresi sang istri yang masih malu-malu padanya, padahal mereka kini sudah sah, ya begitulah. Diana bisa dikatakan masih polos, walaupun usianya hampir menginjak 24 tahun.

"Apa mau liat yang bawahnya juga," lanjut Daffa berbisik sambil menahan tawanya. Senang rasanya ia menggoda istrinya itu.

"Ih apaan sih, Mas." Diana langsung membalikan badannya, ia berpura-pura kembali fokus mengiris bahan-bahan yang akan ia masak.

'Aaa ya Tuhan, kenapa kok aku deg-degan benget!'

"Udah ah, Mas ganti baju dulu gih. Nanti masuk angin loh," sambung Diana. Sengaja, kerena ia merasakan perasaannya sudah tak karuan jika Daffa masih ada di sana, bisa-bisa ia tidak bisa fokus memasak.

"Baiklah istriku," ucap Daffa menurut. Senyuman terlihat tak hentinya terulas dari bibir Daffa, ia pun berjalan menuju kamar untuk berganti pakaian.

Selang beberapa menit kemudian, Daffa pun kembali menghampiri istrinya, yang kini terlihat sedang mengolah bahan-bahan makanan yang tadi.

"Masak apa, Sayang?" tanyanya.

"Ini Mas, aku bikin sayur capcai sama ikan goreng," jawab Diana, sekilas ia menoleh kearah suaminya lalu kembali fokus ke aktifitas memasaknya.

"Ummm, dari wanginya enak banget nih. Jadi laper," ucap Daffa yang kini sudah berdiri di samping Diana.

"Ini bentar lagi metang kok Mas, aku siapkan dulu ya, Mas tunggu aja di depan," ujar Diana.

"Ya udah Mas tunggu di depan ya."

Diana mengangguk, setalah itu Daffa pun berlalu dari sana. Ia duduk di ruang tamu yang memang terhubung dengan dapur tersebut, jadi Daffa masih bisa melihat aktifitas istrinya.

Beberapa saat kemudian, Diana pun sudah selesai memasak, ia langsung membawa makanan tersebut ke depan. Keduanya duduk lesehan di karpet. Diana pun melayani Daffa, menyodorkan nasi serta lauk pauk ke atas piring suaminya.

"Makasih Sayang," ucap Daffa sambil tersenyum. Rasanya Daffa tidak bisa lagi berkata-kata, perasaannya sungguh bahagia mempunyai istri seperti Diana.

Mereka pun menikmati makanan tersebut, sambil mengobrol apa saja, sekali tawa keduanya terdengar sangat gembira.

*

Malam pun tiba, Daffa terlihat sudah berbaring dia tas kasur, sejak tadi ia merubah-ubah posisinya, entah mengapa rasanya Daffa gelisah. Tapi, sepertinya ia bukan gelisah, melainkan gugup tak karuan, mengingat malam ini adalah malam pertama pernikahannya dengan Diana, jelas seperti pasangan pada umumnya, Daffa pun memikirkan bagaimana nanti memulai malam dengan istrinya.

Sementara itu, Diana kini tengah berada di kamar mandi, sudah hampir setengah jam Diana berada di sana, sejak tadi ia terus berjalan mondar-mandir tidak jelas.

"Aaa, gimana ini? Aku deg-degan benget. Malu juga rasanya, ya ampun nanti gimana rasanya ya?" gumam Diana konyol, tentu saja ia tengah memikirkan hal yang sama dengan Daffa.

"Hah." Diana menghembuskan nafasnya, lalu menghirupnya. "Tidak, nafasku tidak bau. Aku sudah mandi juga, wangi juga," sambungnya sambil mengendus-endus ketiaknya.

Tentu saja Diana takut jika nanti Daffa ilfil jika ia bau. "Ayolah Diana, apa yang kamu takutkan? Daffa sudah resmi menjadi suami kamu, apa pun yang akan dilakukan ke kamu, sudah seharunya begitu. Ayo jangan gugup, semuanya pasti akan baik-baik saja, kamu harus yakin, jangan sampai mengecewakan suamimu di malam pertama ini." Diana bergumam lagi, ia mencoba menyakinkan dirinya.

Beberapa kali ia mengatur nafasnya, setalah merasa lebih baik ia pun keluar dari kamar mandi, lalu berjalan menuju kamarnya.

Ceklek!

Diana membuka pintu kamar tersebut, Daffa yang berada didalam terlihat langsung menatap kearahnya.

Terlihat jelas keduanya sama-sama gugup, perlahan Diana pun masuk ke dalam kamar lalu ia ikut berbaring di atas kasur bersama suaminya itu.

Hening, seketika keduanya masih sama-sama diam larut dalam pemikiran dan perasaan mereka masing-masing.

"Ehemm ... " Suara deheman Daffa memecah suasana hening tersebut.

"Emm, Nana apa boleh,"

Belum saja Daffa menyelesaikan ucapannya, Diana terlihat langsung menganggukkan kepalanya. Daffa terlihat tersenyum lebar.

Ia pun mulai melakukan aksinya, tepatnya kewajibannya. Perlahan namun pasti, keduanya pun larut dalam suasana yang memabukkan, membuat mereka merasa terbang sampai keawang-awang, malam tersebut terasa menjadi malam yang sangat panjang, hujan di luar menambah suasana semakin mengguncang.

Daffa berhasil merenggut mahkota milik istrinya, keduanya saling melepas mahligai dan gelora yang membara di malam pertama.

"Terima kasih sudah menyerahkan mahkotamu untukku," bisik Daffa usai mereka sama-sama mencapai titik puncak kenikmatan.

Diana yang merasa lelah, ia hanya mengangguk pelan. Daffa tersenyum, sekilas ia mengecup kening istrinya, sementara Diana setalah itu ia sudah tidak ingat apa-apa, rasa lelah membuatnya begitu mudah masuk ke dalam dunia mimpinya.

Entah sudah berapa lama Diana tertidur, wanita itu perlahan membuka matanya. Dengan tangan yang meraba-raba ke samping di mana semalam Daffa tertidur di sana.

"Mas Daffa," panggil Diana dengan suara yang masih khas, kesadarannya belum sepenuhnya kembali, kerena matanya merasa sangat berat untuk terbuka.

"Maafkan aku Diana," gumam Daffa yang berdiri di ambang pintu kamar tersebut sambil memandangi Diana yang sudah terlelap kembali.

Setalah itu Daffa pun menutup pintu kamar tersebut dengan hati-hati. Dengan mata yang berkaca-kaca Daffa terlihat melangkah kakinya keluar dari rumah kontrakannya itu, sebuah tas ransel terlihat menggantung di punggungnya.

"Maafkan aku Diana, aku janji, aku pasti kembali," gumamnya, setalah keluar dari rumah kontrakan tersebut.

Jam menunjukkan pukul 02.00 pagi, di luar terlihat masih hujan gerimis, namun Daffa terlihat tidak ragu menerobosnya.

Sebenernya akan pergi kemana Daffa?

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Istri pertama

Istri pertama

Kayak nya bakalan seru ni ceritanya

2023-05-21

1

Riana

Riana

ada apa dg daffa 🧐🧐🧐🧐slth MP kok pergi ada yg ancam kah atau cuma sembunyi aja dg menikah dg diana

2023-04-04

0

Riana

Riana

ada apa dg daffa 🧐🧐🧐🧐slth MP kok pergi ada yg ancam kah atau cuma sembunyi aja dg menikah dg diana

2023-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!