Mereka yang selalu ada untukku adalah sahabatku.
-Siti Nur Halimah-
Kini masa - masa SMA telah berakhir. Haflah akhirussannah telah di lalui. Mereka yang dinyatakan lulus tengah menampakkan kebahagiaan nya masing-masing, kecuali Aisyah. Sebenarnya ia senang karna masa sulitnya di bangku SMA ia mampu melaluinya. Hanya saja, ia tidak pernah sekalipun merasakan betapa bahagianya berfoto bersama dengan kedua orang tuanya seperti disaat momen manis seperti ini.
Bahkan ia tak mengingat sama sekali seperti apa wajah mereka. Karna ibunya meninggal tepat saat ia dilahirkan. Dan ayahnya pun menyusul saat ia masih berusia dua tahun. Di usia yang masih balita bagaimana ia bisa mengingat wajah orang tuanya.
Aisyah menangis dalam diam. Dia sangat merindukan ibunya. Ia juga ingin bertemu dengan Ayahnya. Dia ingin menjadi anak yang Shalehah dan berharap kelak akan di pertemukan dengan kedua orang tuanya di dalam surga. Karna anak yang shaleh merupakan salah satu amal jariyah. Amalan yang tak akan terputus selama anak tersebut masih hidup. Dan masih bisa mendo'akan kedua orang tuanya.
Ia tak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Isakan tangisnya semakin terdengar pilu. Siapapun yang mendengarnya akan ikut merasakan betapa sedihnya hati Aisyah.
🌹🌹🌹🌹
Seperti itulah yang dilakukan Aisyah di saat hari wisuda telah tiba. Dirinya selalu menghindar dari keramaian karna ia tau, kalau ia tak akan kuat berdiri di antara teman-temannya yang yang tengah berbahagia dengan anggota keluarga mereka. Ais suka berkeliaran di kolam renang belakang sekolah. Melihat air biru yang mengalir begitu jernih cukup bisa membantu menghilangkan perasaan sedihnya
" Aisyah." teriak Liya tepat di sebelah telinga kanan Ais.
Otomatis Aisyah kaget dan tersungkur ke dalam kolam renang. Liya hanya menertawakan nasib sial Aisyah tanpa berniat membantu sama sekali. Bahkan ia terlihat tidak merasa bersalah. Dengan mudah Aisyah menggapai tepi kolam. Walau agak kesulitan karna rok yang digunakan nya.
"Kok kamu di sini ? kemana ibu mu ?" tanya Ais dengan heran.
"Udah aku suruh pulang." jawab Liya santai tanpa memperhatikan respon Aisyah yang terlihat melongo dengan ekspresi bodoh nya.
" Kamu usir mereka, ya." canda Aisyah.
Liya cuma menjewer telinga Aisyah pelan dan terlihat memerah.
" Kamu ngga pulang ?" tanya Aisyah lagi.
" Ngga.. ahh. Di rumah ngga seru. ngga ada yang bisa di goda. Ayah ku kalau ku goda dalam bentuk apa saja ngga bakalan di respon. Ibu bakal ngoceh ngga jelas kalau aku goda. kalau godain kamu kan enak. ngga di marahin." tutur Liya.
"Itu benar. aku memang ngga bisa marah pada orang lain." gumam Aisyah pelan. tapi masih bisa didengar oleh Liya.
Mereka berdua kemudian bercerita tentang cita cita dan kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan setelah lulus.
" Liya, " panggil Ais dengan suara pelan.
"Hmm.. " Liya mendongak memperhatikan Aisyah.Aisyah terdiam cukup lama karna ia bimbang. Apakah ia harus berbagi dengan Liya ?
"Kenapa, kamu ada masalah ?" tanya Liya dengan hati hati.
" Liya, sebenarnya, abah sama umi mau menjodohkan aku." Jawab Aisyah. Rasanya hati nya plong setelah mengatakan itu.
" Benarkah Sya ? Waaahhhh.... selamat yaa Sya. Akhirnya kamu bisa melaksanakan sunnah nabi Muhammad." serunya kegirangan.
"Bukan itu masalahnya." ujar Aisyah dengan gelisah.
"Seharusnya kamu itu seneng Aisyah yang cantik imut-imut kayak lumut. Bukannya murung kayang Anak Baru Gede yang baru putus cinta." ucap Liya yang masih dalam mode bahagianya.
Dalam hati Aisyah berkata "Aku memang sedang putus cinta, Liya."
" Apa kau tau siapa lelaki yang akan abah sama umi jodohin sama aku ?"
"Mana ku tau. Kamu kan ngga pernah cerita."
" Yusuf." ucap Aisyah sambil menunduk. Tanpa mereka sadari, ada orang lain yang menguping pembicaraan mereka. dan orang itu adalah sahabat mereka yang selama ini telah menyukai Yusuf begitu lama. Cha cha yang kaget pun menjatuh kan buku yang dia bawa.
Tanpa sengaja Aisyah melihat kearah dimana Cha cha berada. Aisyah sangat terkejut. Ia belum siap kalau Cha Cha mengetahui hal itu, karna ia tau Cha cha sangat mencintai Yusuf. Aisyah besusaha ingin menjelaskan, ia berniat berlari mendekat kearah Cha cha namun ia malah tersandung kakinya sendiri.dan akhirnya terjatuh.
Brukk..
" Astaghfirullahal'adhim." seru Liya sambil mendekat ke arah Aisyah
"Kau baik - baik saja, Sya ?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.
Pandangan Ais menatap kearah Cha cha yang berlari pergi meninggalkannya. Aisyah tahu kalau sahabtnya itu pergi karna kecewa. Namun ini bukanlah salah Aisyah. hanya takdir yang harus memaksa mereka untuk menerima semuanya. Banyak hal yang di fikirkannya. Entah mengapa semua terasa begitu lucu. Pada akhirnya ia tertawa keras menertawakan nasibnya yang tak pernah baik.
"Kok ketawa, sih." protes Liya terlihat kesal dengan kekonyolan Aisyah disaat denting begini.
" Sya." panggilnya dengan menepuk keras pundak Aisyah.
Tawa Aisyah berhenti mendadak karna pundaknya yang sakit.
"Puas ketawanya ?" sindir Liya yang sudah jengkel .
"Aku bicanda Liya. Sakit tau. Lihat kaki ku keseleo." rengek Aisyah padanya.
Tapi bukan belas kasihan yang Ais dapatkan dari Liya melainkan sebuah tamparan.
Dengan senang Liya menampar kaki Aisyah yang tidak berdaya. Aispun merintih kesakitan.
" Ahhhh..... Ahhhh... Ahhhhh... sakit Liya." ujarnya sambil menghentikan tangan Liya.
"Habis kamu duluan yang mulai." bentaknya pada Ais.
"Maafkan aku. Hanya saja aku tak tau harus berbuat apa. Kau tau kenapa aku tertawa? Aku sedang menertawakan nasib ku yang menyedihkan ini. Aku malu. Aku malu jika aku menolak keinginan Abah dan umi karna mereka lah yang telah merawat ku sampai saat ini. kenapa harus Yusuf ? aku sudah berusaha merahasiakan hal ini dari Cha cha. Aku berniat akan berbicara baik - baik dengan dia setelah aku sendiri pulih dari depresi ku. Tapi keadaan telah berubah. Bagaimana ini Liya ? bagaimana aku menghadapinya ?" ini pertama kalinya Aisyah memperlihatkan kelemahan nya pada orang lain.
Aisyah menangis keras meneriakkan nama ayah dan ibunya yang tega meninggalkan dirinya sendirian menghadapi kejamnya dunia. Dia tak bisa menahan semua ini sendiri. Ia juga butuh seseorang untuk bersandar. Liya pun memeluknya, mencoba untuk memberi sedikit kehangatan untuk Aisyah. Kehangatan dari seorang sahabat.
"Apa yang harus ku lakukan ?" seru ais mengadu pada sang sahabat.
"Terima saja apa yang abah dan umi ingin kan." sarannya.
"Tapi aku tidak mencintai Yusuf." tolakku.
"Kata orang jawa, witing tresno jalaran Soko kulino."
"Apa sih Liya, aku ngga faham."
"Cinta di awali dari terbiasa. InsyaAllah kalau menikah karna Lillahita'ala kamu akan mudah mencintai Yusuf. Lagian Yusuf juga cakep. Ilmunya dapet. Dan yang penting ahlaknya baik. Tapi semua tetep tergantung pada keputusan mu sih, Sya. Aku hanya memberi saran. Lagian kamu tidak akan berani menolak permintaan Abah. Tapi jika kamu tidak bisa mencintai Yusuf, kamu juga akan menyakiti diri mu sendiri." tutur nya meluluhkan hati Aisyah.
“Aku hanya berada di dalam posisi yang serba salah,” ucap Aisyah yang memang itu benar adanya.
“Coba kamu tanyakan pada diri mu sendiri. Apakah sekarang ada pria yang kamu cintai?” tanya Liya dengan serius.
Aisyah diam sejenak mendengar pertanyaan itu, sebenarnya ia selalu memperhatikan Abdul. Namun Aisyah sendiri tidak tau, apakah cintanya ini akan bertahan selamanya atau hanya kekaguman sementara? Haruskah ia mengaku pada Liya? Tidak! Akan sangat memalukan kalau Abdul mengetahui perasaanya dan menolaknya. Ia tidak siap jika hal seperti itu terjadi.
“Bagaimana? Apa kau mencintai seseorang?” tanya Liya lagi.
“Sepertinya tidak.” Ucap Aisyah berbohong. Dalam hati Aisyah beristighfar meminta ampun kepada Allah karrna telah membohongi temannya.
“Tuh kan, semua tergantung pada mu Aisyah. karna kau sedang tidak mencintai siapapun. Jadi kau harus belajar mencintai Yusuf. Itu yang harus kau lakukan jika kau ingin menerima perjodohan Abah. Tapi kalau kau menolaknya. Aku yakin hubungan mu dengan Abah akan semakin renggang.” Tutur Liya.
“Jika aku menolak, Abah dan Umi tidak akan sedekat ini lagi dengan ku.” Ucap Aisyah dengan sedih. Padahal mereka sudah ia anggap sebagai pengganti kedua orang tuannya.
"Jika aku menerima Yusuf, Lalu bagaimana dengan Cha cha ?" tanya Aisyah, ia masih kepikiran dengan teman sejatinya yang sedang patah hati.
"Tak apa ais. ini hanyalah salah faham. Sahabat adalah mereka yang selalu ada untuk kita. Cha cha juga sahabatku dan sahabatmu. Aku yakin nanti dia akan kembali kepelukan kita lagi dan nanti kita akan kembali bersama seperti dulu. Biarlah waktu yang menjawabnya. Lagian ini juga bukan salah mu. Kau tidak merebut Yusuf darinya karna dia tidak ada hubungan apapun sama Yusuf. Jadi kau tidak perlu merasa bersalah." jawabnya dengan bijak.
“Kenapa kau berkata seperti itu? Cha cha adalah sahabat kita?” tanya Aisyah tidak mengerti.
“Dia memang sahabat kita. Tapi ia juga sudah besar. Seharusnya ia bisa berfikir, bagaimana menyikapi semuanya. Jangan egois dalam mencintai karna cinta tak harus memiliki. Lagian bukan kamu yang ngejar Yusuf, tapiYusuf yang ngejar kamu. Jadi jangan merasa bersalah.”
.
" Liya, aku berharap kamu adalah saudara perempuanku." ucap Aisyah sambil menahan tangis, satu hal sederhana yang ia inginkan hanyalah sebuah keluarga yang saling melindungi.
“Ya. Kita adalah sesama saudara. Kita semua adalah keturunan Nabi Adam dan Siti Hawa. Jadi kita tetap saudara.” Ucap Liya masih mengelus pucuk kepala Aisyah.
“Terima kasih, Liya.”
“Hm...”
-To be continued-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments