"Maaf, Alea," lirih Rian. Wajahnya terlihat mendung. Dalam setengah hatinya, ada rasa bersalah. Setengah hatinya yang lain, ada rasa yang entah.
"Aku maafkan kamu, tapi ada syaratnya," ucap Alea dengan pandangan yang serius. "Jaga rahasia ini baik-baik," pinta wanita itu.
Rian hanya bisa menghela napas. "Iya, Alea."
"Terus kamu sama Rafi ngapain aja semalam?" tanya Rian penasaran dengan kedua temannya itu, yang diam-diam menjalin hubungan terlarang.
"Kamu kan tau aku sama Rafi di hotel, kan?" Alea mengucapkan kalimat itu dengan begitu enteng.
Rian membalasnya dengan anggukan yang ragu. "Lalu?" tanya pria berwajah hitam manis itu seraya mengerutkan dahi.
"Hellow, kalau cewek sama cowok di hotel biasanya ngapain?" Setelah menanyakan kalimat itu, Alea lantas meninggalkan Rian sejenak untuk mencuci tangan di wastafel yang tak jauh dari mejanya.
Wanita itu membiarkan bergelut dengan pikirannya sendirian. Saat Alea kembali, Rian sudah mendapatkan jawaban.
"Gilaa kamu, kalian parahh!" ucap Rian saat menyadari Alea dan Rafi yang sama-sama temannya, melakukan hal sejauh itu.
Tubuh Rian sontak melemas. Hatinya terasa sakit, begitu sakit. Tapi, ia hanya bisa pasrah. Rian sudah terbiasa memendam, ia terlalu sering mengalah.
Setelah mengobrol panjang, Alea dan Rian pun kembali ke dalam kantor untuk melanjutkan pekerjaan.
"Nanti aku antar kamu pulang, ya," tawar Rian sesaat sebelum dirinya dan Alea berpisah di depan ruangan kantor.
Alea menunjukkan jari jempolnya. "Siapp," singkatnya mengiayakan, lantas berlari kecil menuju dalam ruangan.
***
Cukup lama Rian menunggu Alea di parkiran. Sudah sejak setengah jam yang lalu, ia menanti-nanti teman wanitanya itu. Ia pun mencoba menghubungi Alea.
"Halo, belum keluar, Alea?" tanya Rian langsung pada poinnya.
Di tempat yang berbeda, Alea nampak menutup mulutnya dengan satu tangan. "Ohh my God, Rian! Sorry dorry morry, aku udah pulang sama Rafi dari tadi," ucap Alea yang ternyata sudah diantar pulang oleh Rafi.
Rian berdecak kesal mendengar ucapan Alea yang seolah tanpa merasa bersalah. "Kamu nih, kebiasaan. Kenapa nggak ngabarin, sih?" omel Rian, namun dengan nada yang rendah. Tidak berteriak-teriak. Pria itu sangatlah lemah lembut, pun penyabar.
"Sorry, Rian. Aku kan gak inget kalau ada janji sama kamu buat pulang bareng. Besok deh, ya," ucap Alea seolah menyepelekan sosok Rian.
Wajah Rian sontak berubah menjadi sayu. Ia merasa dirinya bukanlah teman yang penting bagi Alea. Dirinya bahkan seolah dilupakan oleh teman wanitanya itu.
"Ya udah deh, lain kali jangan kaya gini, ya," pesan Rian dengan volume suara yang rendah. Dadanya terasa sesak karena kecewa. Ia sudah menunggu cukup lama, tapi mengapa Alea bersikap seolah biasa saja.
"Okay, My big bro. Udah, ya. Aku mau mandi dulu. Bye." Alea pun mengakhiri sambungan telepon yang tersambung.
Rian yang masih di depan kantor pun menancap gas. Ia bergegas pulang. Pria itu bukanlah tipe pria yang suka nongkrong, terlebih nongkrong bersama sembarang orang. Ia cukup pilih-pilih dalam memilih teman.
Di kos-kosan, Alea nampak mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk. Ia sudah mengenakan celana sepanjang paha dan atasan tank top. Diraihnya ponsel yang tadinya tergeletak di atas nakas.
Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk bermotif bunga sakura. "Uhh, Rafi. So sweet banget kita kemarin," ucapnya pada diri sendiri saat kembali menatap potret dirinya dengan Rafi di dalam hotel, pun di restoran.
Alea menjadi senyum-senyum sendiri saat mengingat hari lalu yang begitu indah dan nikmat. Ia ingin mengulang hal yang serupa bersama Rafi lagi dan lagi, terus dan terus. Rasanya ia begitu ingin dinikahi oleh pria yang sudah beristri itu.
Dipeluknya ponsel itu erat-erat. "Rafi, love you. Aku gak bisa menghentikan rasa ini," lirihnya.
Ia terbilang wanita berani, karena berani menjalin hubungan terlarang dengan suami orang.
Di kediaman lain, Rafi nampak masuk ke dalam rumahnya. Pria itu disambut hangat oleh Raisa seperti biasanya.
"Sayang, udah pulang," sapa Raisa seraya membantu Rafi melepas dasi yang mengikat di lehernya.
"Iya. Aku mau mandi sekarang, gerah banget," ucap Rafi seraya terus berjalan menuju ruang kamar.
Raisa mengekori, berusaha menyelaraskan langkah. "Oke, aku siapkan baju dulu, ya. Handuknya di tempat biasa." Wanita berbadan dua itu sangat telaten mengurus suaminya.
Tanpa membalas, Rafi lantas masuk ke dalam kamar mandi setelah meraih handuk.
***
Beberapa bulan yang lalu, nampak seorang wanita membawa kotak makanan ke sebuah ruangan kantor. Wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Raisa. Saban siang, ia selalu mengantar makanan untuk disantap Rafi.
Ia begitu menyukai teman kakaknya itu selama satu tahun terakhir. Raisa terpesona dengan ketampanan Rafi, pun dengan gagah tubuhnya.
Sudah beberapa bukan terakhir, Raisa begitu menujukkan bentuk perhatiannya pada Rafi. Mengirim makan siang adalah salah satunya. Bentuk lain adalah saat Rafi dirawat di rumah sakit karena terkena penyakit tipes, Raisa begitu perhatian kepada pria itu.
Ia menunggu Rafi 24 jam penuh. Maklum, Raisa terlalu cinta dengan pria itu walau Rafi tidak pernah membalasnya. Selain itu, Raisa juga bukan wanita karis seperti Alea, sehingga ia dapat menujukkan perhatiannya penuh. Tanpa harus memikirkan pekerjaan wajibnya.
Hari demi hari berganti, Raisa semakin intens menunjukkan rasa sayangnya pada Rafi.
"Aku sebenarnya udah lama sayang sama Kak Rafi," ucap Raisa dengan jujur saat mereka menikmati makan malam bertiga dengan Rian. Sebenarnya, wanita itu cukup ragu mengagakan yang sebenarnya. Hanya saja, ia sudah terlalu lama memendam.
Mendengar ucapan itu, Rafi dan Rian sama-sama kaget bukan kepalang. Mereka saling lirik melirik satu sama lain.
Rafi menelan salivanya. Ia menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal. "Oh, iyakah?" tanya Rafi memastikan dengan perasaan ragu. Ia tidak tahu harus bagaimana membalas ungkapan Raisa.
Sejujurnya, ia menganggap Raisa tidak lebih dari sekedar adik. Karena Rafi tidak mempunyai adik, ia jadi suka diperhatikan oleh Raisa karena merasa seperti punya adik.
Rian memberikan kode pada Rafi, seolah menyuruh temannya itu mengungkapkan perasaan pada Raisa. Padahal, Rafi tidak ada rasa apa-apa sama sekali pada perempuan itu. Tapi, karena tidak enak hati dengan Rian dan Raisa, ia pun pura-pura merasakan hal yang sama.
"Ehehe, sama banget, Raisa. Aku juga sebenarnya sayang sama kamu," ucap Rafi tanpa memikirkan akibat dari ucapannya itu.
Selang beberapa lama setelahnya, Rafi melamar Raisa atas dasar keterpaksaan. Ia dipaksa oleh orang tua Rian dan Raisa untuk segera melamar dan melakukan pernikahan. Raisa sering menyusul Rafi agar mereka bisa berdua bersama.
Melihat kemesraan mereka berdua, membuat orang tua Raisa takut jika keduanya terlanjur terperangkap dalam lembah dosa. Jika menikah, apapun yang akan mereka lakukan, semua tidak jadi masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments