Tepat pukul 4 sore, Intan dan Rama sudah berada di bis. Mereka akan menuju bandara untuk kembali ke pulau seberang.
Sepanjang jalan, Intan tertidur di bahu bakal calon suaminya. Dan Rama sendiri meskipun matanya ngantuk, ia berusaha tak tidur.
Pukul 10 lewat 20 menit malam, bus mereka tumpangi tiba di bandara.
Rama dan Intan harus menunggu keberangkatan pesawat pada pukul 1 dini hari.
"Kakak tidak mengantuk?"
"Ya." Rama memijit pelipisnya.
"Kenapa tidak tidur?"
"Jika aku tidur, siapa yang akan menjagamu?"
Intan yang mendengarnya menjadi tersanjung.
Rama menarik hidung Intan, "Warna pipimu berubah."
"Oh, Tuan Dingin. Kenapa kamu begitu romantis?" pujinya.
Rama tertawa kecil.
"Aku tidak sabar segera menjadi istrimu," ucap Intan.
"Kita akan menikah setelah Biom dan Nona Rissa," ujar Rama.
"Kenapa begitu?"
"Karena Nona Rissa usianya lebih tua dari kamu."
"Kalau kita bersamaan dengan mereka, bagaimana?"
"Tuan Muda takkan mengizinkannya."
Tepat jam 5 pagi, Rama dan Intan tiba di hotel. Mereka sementara akan beristirahat di tempat itu sebelum kembali ke rumah utama Harsya.
***
Di kediaman Harsya....
Anaya turun bersama Harsya yang menggendong putri kecilnya.
"Apa Rama belum pulang?" tanya Harsya pada Biom ketika berada di meja makan.
"Mereka tiba tadi pagi, Tuan."
"Jika dia sudah berada di rumah, suruh menemuiku," ucap Harsya.
"Baik, Tuan."
Biom pun pergi.
Di meja kini hanya ada Harsya dan istrinya sedangkan Hana berada di stroller baby.
"Sebentar lagi mereka akan menikah, pasti rumah ini terasa sepi," ujar Anaya.
"Pelayan di rumah ini lebih dari sepuluh, kamu tidak akan kesepian."
"Biasanya ada Intan dan Kak Rissa yang menemaniku," ucap Anaya lagi.
"Kamu 'kan yang menginginkan mereka menikah, jadi biarkan mereka menikmati hidupnya dengan orang tercinta."
"Kalau mereka berada di sisimu selama seharian penuh, bagaimana mereka menikmati waktu berduaan dengan pasangannya," singgung Anaya.
"Aku akan tetap memberikan waktu untuk mereka bersama pasangan dan keluarga," ucap Harsya.
"Dan kamu juga jangan sering ke luar kota."
"Aku ke luar kota karena Biom sedang ada urusan dengan keluarganya, kalau tidak ku juga akan menyuruhnya," ungkap Harsya.
"Iya, tapi kamu tak memberikan ku ponsel. Bagaimana aku bisa menghubungimu yang lagi di luar kota, tidak mungkin selalu meminta bantuan para anak buahmu tuk meneleponmu."
"Aku bukan tidak mau memberikanmu ponsel, ku tak ingin ada seseorang yang mempengaruhimu. Karena aku sayang kamu dan Hana."
Anaya begitu terkesima dengan penuturan suaminya.
"Cepat selesaikan sarapannya, aku akan mengajakmu pemakaman ayahku," ucap Harsya.
Sesampainya di pemakaman, Harsya menggenggam tangan istrinya. Berjalan menuju tempat pembaringan terakhir ayahnya.
Di samping pusara itu Harsya dan Anaya berjongkok.
"Ayah, hari ini aku datang untuk memperkenalkan wanita yang telah memberimu cucu."
"Dia gadis yang ku kira adalah musuhku tetapi dialah bidadari. Aku tidak membawa cucumu yang cantik karena dia masih terlalu kecil, nanti akan ku katakan bahwa dia memiliki seorang kakek yang hebat," lanjutnya.
Anaya menatap wajah suaminya dengan senyuman, ia mengusap punggung lelaki itu memberikan kekuatan.
"Ayah, aku janji akan menjaga dia sepertiku melindungi ibu dan Elia," ucapnya.
Tak sampai 10 menit di tempat itu, Harsya dan Anaya meninggalkan tempat pemakaman.
Mereka kembali ke rumah, Hana kini berada di pangkuan Rissa.
"Tadi Hana menangis makanya ku menggendongnya, mungkin dia haus," ucap Rissa.
"Tunggu sebentar 'ya, Hana. Ibu mau mengganti pakaian, kamu dengan Tante Rissa saja dulu," Anaya mengajak bicara putrinya, ia lalu bergegas ke kamar.
"Kapan kamu dan Biom akan mengadakan lamaran?"
"Aku menunggu Kak Darrell," jawabnya.
"Kenapa kamu harus menunggunya? Dia itu tak memperdulikanmu selama ini," ucap Harsya.
"Iya, walaupun ia tak pernah peduli. Dia satu-satunya saudara kandung yang ku miliki," ujar Rissa.
"Apa Biom tahu tentang Darrell?"
"Aku sudah memberitahunya dan Biom akan melamar jika Kak Darrell tiba di negara ini," jawab Rissa.
"Semoga saja dia tak berbuat ulah dan mengatur hidupmu," harap Harsya.
"Semoga saja."
-
-
Sore harinya, Rama dan Intan kembali ke rumah Harsya.
Anaya memeluk Intan dan memberikan selamat.
"Kak, aku belum resmi dilamar. Jangan mengucapkan selamat," ucap Intan.
"Aku sangat bahagia kamu dan Kak Rissa akan segera menikah."
"Iya, terima kasih. Tapi, masih ada beberapa proses yang harus kami lewati. Kak Rissa belum tahu kapan akan dilamar," ucap Intan.
"Memangnya kamu kapan?"
"Jika tak ada halangan atau kendala, dua minggu lagi keluarga Kak Rama akan melamarku," jawab Intan.
"Wah, aku turut senang dengan kebahagiaanmu. Walaupun ketika ku menikah tak ada kata lamaran semua karena paksaan," ujar Anaya mengingat ketika pertama kali di bawa ke rumah ini bertemu dengan suaminya.
"Tapi, sekarang Kak Ana sudah bahagia. Tuan Muda sangat menyayangi Kakak apalagi ada Hana yang melengkapi kehidupan kalian."
"Iya, aku bersyukur suamiku begitu menyayangiku."
"Kita sama-sama berdoa agar selalu diberikan kebahagiaan selalu," ucap Intan.
"Ya."
"Di mana Hana?"
"Dia lagi di taman dengan ayahnya."
"Kalau begitu nanti saja ku menyapanya, aku tidak berani jika ada ayahnya," Intan berkata sembari tersenyum nyengir.
"Beristirahatlah, kamu 'kan sangat lelah di perjalanan tadi. Dan jangan lupa bantu Tuan Pelayan menyiapkan makan malam buat kami."
"Baik, Kak. Siap laksanakan perintahnya!" Intan lalu melangkah ke kamarnya.
Rama menghampiri Harsya di taman, setibanya di rumah.
Harsya melihat kedatangan lantas menyuruh pelayan untuk menyerahkan putrinya kepada Anaya.
Setelah Hana dan 2 orang pelayan wanita itu pergi. Harsya menyuruh Rama untuk duduk di sebelahnya.
"Bagaimana perjalananmu ke sana?"
"Lumayan melelahkan, Tuan."
Harsya tertawa kecil.
"Apa kamu sudah mendapatkan izin dari kedua orang tuanya?" tanya Harsya.
"Sudah, Tuan."
"Kapan kamu akan resmi melamarnya?"
"Dua minggu lagi, Tuan."
"Apa yang kamu butuhkan untuk acara itu?"
"Mobil dan sopir untuk menjemput keluarga Intan datang ke kota ini, Tuan."
"Hanya itu saja?"
"Iya, Tuan."
"Di mana kamu akan mengadakan acaranya?"
"Gedung kecil yang berada dekat dengan rumah orang tua saya, Tuan."
"Baiklah, kalau begitu aku akan memberikan izin seminggu untukmu khusus buat acara itu."
"Terima kasih, Tuan."
"Jika ingin sesuatu, katakan saja!"
"Iya, Tuan."
"Kembalilah bekerja!"
Rama lantas berdiri memiringkan tubuhnya menghadap Rama yang disampingnya, ia lalu sedikit menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat, "Permisi, Tuan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments