Sore harinya, sekitar jam 5. Intan mengajak kekasihnya itu berkeliling dengan mengendarai sepeda motor.
Hampir 4 tahun, Intan tak mengunjungi tanah kelahirannya ibunya itu karena bekerja.
Banyak perubahan yang terjadi di tempat tinggal neneknya itu, beberapa bangunan juga telah berdiri yang dulunya adalah sawah.
"Dulu aku sering di ajak ayah dan ibu menikmati nasi pecel yang enak. Apa Kak Rama mencoba makannya?"
"Boleh juga."
"Ayo kita ke sana, aku akan menunjukkan jalannya!"
Motor pun melaju ke tempat penjual nasi pecel yang terkenal. Jarak tempuhnya sekitar 2 kilometer dari rumah neneknya Intan.
Begitu sampai, antrian sangat panjang. Sehingga Rama dan Intan harus sabar menunggu.
Setelah 20 menit menunggu, akhirnya Rama dan Intan mendapatkan 2 porsi nasi pecel.
Rama mulai mencoba mencicipi makanan tersebut.
"Bagaimana menurut Kak Rama?"
"Cukup enak dan mengenyangkan dengan porsi segini banyak," jawabnya.
Intan tertawa kecil, ia lalu berkata, "Ya, ini memang sangat banyak karena memang dibuat untuk pekerja berat."
"Oh, begitu."
"Nanti malam, aku akan mengajak Kak Rama jalan-jalan ke pasar malam. Di rumah Tuan Muda kita jarang ke luar, jadi waktunya menikmati liburan," ucap Intan.
Rama pun menyetujuinya.
-
Malam harinya, Intan dan Rama pergi ke pasar malam bersama Tissa.
Ketiganya menikmati wahana permainan yang ada.
Tissa yang telah lama tak bertemu kakaknya begitu bahagia. Apalagi dirinya diajak jalan-jalan.
Capek bermain, mereka menikmati jajanan pasar yang dijual para pedagang di arena.
Rama mengusap saos yang menempel di bawah bibir kekasihnya.
Intan tersenyum ketika mendapatkan perhatian dari pria yang disukainya itu.
"Kakak, aku mau membeli boneka!" rengek Tissa.
"Baiklah, kita akan beli!" ajak Rama.
"Tidak, Kak Rama. Boneka Tissa sangat banyak di kamar ibu," larang Intan.
"Kak, sebagian sudah dijual ibu waktu kami pindah di kampung nenek," jelas Tissa.
"Belikan saja, lagian cuma satu 'kan," ucap Rama.
"Hari ini satu, besok satu lagi, besok lagi satu dan lama-lama banyak juga!" omel Intan.
"Kakakmu kalau lagi marah sangat cantik, ya!" sindir Rama dengan suara pelan.
"Iya, Kak!" timpal Tissa.
"Kalian mengejekku, ya!"
"Tidak!" Rama menggelengkan kepalanya seraya tersenyum.
Sementara Tissa menutup mulutnya menahan tawa.
"Ya sudah, beli bonekanya. Nanti kita dimarahi ayah kalau pulang larut malam," ujar Intan.
Sesampainya di rumah mereka pukul 10 malam, Tissa berlari ke kamar mandi untuk mencuci kaki dan tangan lalu pergi ke kamar.
"Kenapa kalian membelikan boneka lagi?" tanya Rasni.
"Kak Rama yang beli, Bu." Jawab Intan.
"Sesekali saja, Bi." Sahut Rama.
"Lain kali jangan belikan dia lagi, mau diletakkan di mana bonekanya itu," ucap Rasni.
Intan dan Rama mengiyakan.
"Ini sudah malam, kalian tidurlah. Besok sore kalian harus berangkat pulang," ucap Isan.
"Iya, Yah. Selamat malam!" Intan beranjak dari tempat duduknya dan melangkah ke kamarnya.
***
Keesokan paginya, Rama biasanya sebelum jam 5 sudah bangun namun karena dia berada di tempat calon mertuanya ia memutuskan akan keluar kamar setelah Intan bangun.
Setengah jam juga menunggu Intan membalas pesannya, setelah mendapatkan balasan. Rama pun segera turun dari ranjangnya.
Rama dan Intan berjalan ke dapur, menu sarapan pagi ini akan mereka buatkan.
Sejam berkutat di dapur akhirnya 3 menu makanan tersaji di meja makan.
Rama memasak bahan yang ada di lemari es saja karena tak sempat untuk berbelanja.
"Paman, Bibi, kedatangan saya kemari ingin melamar putri kalian," ucap Rama di sela-sela sarapan.
"Iya, kami sudah mendengarnya dari Intan. Kapan orang tuamu bertemu melamar resmi?" tanya Isan.
"Jika tak ada halangan, dua minggu lagi," jawab Rama. "Tetapi saya dan Intan ingin lamaran di lakukan di pulau sana. Apa Paman dan Bibi bersedia?" lanjutnya bertanya.
Isan dan istrinya saling pandang.
"Ibu dan ayah tenang saja, nenek boleh di bawa," ucap Intan.
"Nenek kamu tidak bisa perjalanan jauh, apalagi harus naik turun bus dan berdempetan dengan penumpang lainnya," ujar Rasni.
"Tuan Muda akan mengirimkan mobil sekaligus dua sopir pribadinya untuk menjemput kalian," ucap Intan lagi.
"Baiklah, kami setuju. Jika lamaran di lakukan di sana," ujar Isan.
"Terima kasih, Yah, Bu." Intan tersenyum senang, ia lalu mengarahkan pandangannya kepada Rama.
Mereka kembali melanjutkan sarapan, seraya mengobrol ringan.
"Tissa, cepat makannya. Nanti kamu terlambat ke sekolah," ucap Rasni.
"Iya, Bu." Tissa mempercepat makannya.
Selesai makan, Isan pun mengantarkan putrinya ke sekolah lalu lanjut pergi bekerja di sebuah toko sembako.
Intan dibantu sang ibu membereskan piring kotor yang ada di meja.
Rama memainkan ponselnya di ruang tamu.
Tak lama kemudian setelah membersihkan dapur dan peralatan makan, Intan menghampiri calon suaminya. "Apa Kak Rama mau menemaniku ke pasar?"
"Boleh," jawabnya.
"Kalau begitu, kita pergi sekarang!"
"Daftar belanjanya sudah kamu buat?"
"Tidak ada, kata ibu kita bebas mau belanja apa saja!" Intan menyerahkan uang kepada Rama.
"Untuk apa?" tanya Rama.
"Buat kita belanja, Kak."
"Baiklah, ayo kita pergi!"
Mengendarai motor keduanya pergi ke pasar. Sesampainya mereka memarkirkan kendaraannya.
Tujuan pertama mereka adalah ikan.
Rama memilih ikan yang segar, lanjut belanja berbagai bumbu dapur dan aneka sayuran.
Rama tampak bingung, ia dapat berbelanja dengan menggunakan uang gajinya sejam
di rumah Harsya.
"Aku pikir uangnya tak cukup," ucapnya seraya berjalan menuju parkiran pasar.
Intan tersenyum mendengarnya, "Biasanya uang segini hanya mampu membeli separuh belanjaan kita hari ini, kan?"
"Iya."
"Perbedaan jelas beda, Kak. Di sana kota dan ini desa. Sayuran di sini melimpah ruah," jelas Intan.
"Pasti Nona Anaya sangat senang ke sini, kalau melihat kebun. Bisa-bisa Tuan Muda membeli tanah di sini," ucap Rama.
"Wah, seru juga kalau Tuan Muda dan Kak Ana ke sini. Pasti sangat heboh," ujar Intan.
"Lebih baik mereka tidak datang," Rama berkata sembari menggunakan helm.
"Kenapa begitu?"
"Seharusnya kita akan menikah malah harus repot mengurus Tuan Muda dan keluarganya. Di sini tak ada hotel yang sesuai dengan Tuan Harsya. Perjalanan yang cukup jauh pasti Nona kecil akan rewel," jelas Rama.
"Lalu di mana kita akan melangsungkan resepsi pernikahan?"
"Jika kamu ingin Nona Muda dan putrinya datang, maka menikahlah di sana."
"Apa ayah dan ibu mau?" tanya Intan.
"Nanti kamu bicarakan dengan mereka," jawab Rama dengan posisi telah berada di atas motor.
"Bagaimana kalau mereka tidak mau?"
"Kamu harus membujuk mereka."
"Baiklah kalau begitu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hai-hai Semuanya Ini Karyaku Yang ke 18...
Ini Lanjutan Dari Cerita 'Pria Kejam Dan Gadis Jujur'.
Jangan Lupa Like dan Komentar..
Sebelumnya Jangan Lupa Subscribe..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments