Flash back ....
"Bagaimana dengan rencana balas dendam kamu pada keluarga itu, Livia?" tanya seorang laki-laki paruh baya yang masih terlihat gagah dan berkarisma.
Andrew Grissham, laki-laki paruh baya yang merupakan ayah angkat Livia. Dia adalah pengusaha terkenal dan mantan ketua mafia yang berkuasa di beberapa negara asia dan eropa. Namun, kini dia mewariskan mafia itu pada anak angkatnya yang lain, yang merupakan kakak angkat Livia.
Agra Leonardo Grissham, seorang pengusaha dan ketua mafia yang bernama Black Eagle. Sosok yang terlihat dingin dan kejam di luar, tetapi penuh kasih sayang pada keluarganya dan sangat bucin terhadap istrinya.
"Aku rasa sudah cukup. Semakin aku mencaritahu tentang perusahaan dan keluarga itu aku semakin yakin jika meraka memang keluarga yang membantai seluruh keluargaku dan menjualku di pelelangan," jawab Livia sambil menahan geram.
"Kamu sudah benar-benar yakin, Livia?" tanya Andrew memastikan. Dia tidak ingin nanti Livia salah sasaran dan akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
"Aku yakin, Dad," angguk Livia sangat yakin.
"Aku hanya khawatir padamu. Kamu tahu, kan?" Andrew tampak menatap Livia ragu.
Andrew sudah menganggap Livia sebagai anak perempuannya, dia membeli Livia dari lelang ilegal yang khusus diselengarakan bagi anggota elit bisnis dunia bawah. Waktu itu usia Livia baru menginjak remaja. Ketika itu, kesehatan pisik dan mental Livia terganggu karena insiden yang dia lalui di umur yang masih terlalu kecil.
Andrew yang merasa geram dengan adanya seorang anak di acara lelang pun akhirnya membelinya. Bukan untuk dipekerjakan seenaknya atau apa pun itu yang bersifat negatif, tetapi dia melakukan itu dengan niat menolong Livia.
Itu semua dibuktikan ketika Andrew harus merawat Livia yang mengalami trauma fisik dan psikis, dia memberikan pengobatan berkala untuk Livia agar dia bisa sembuh total dari trauma yang dia derita, walau ternyata kenangan pahit masa lalunya tidak bisa dia hilangkan.
Sifat Livia berbeda jauh dari Arga, yang terbuka dan lebih menganggapnya sebagai teman setelah berajak dewasa. Livia masih saja tertutup, dia bahkan tidak mau ada orang yang tahu jika selama ini Andrew telah mengangatnya sebagai anak.
Livia lebih memilih berkecimpung di dunia mafia dan mengasah diri dari sana, dibandingkan dengan menerima fasilitas langsung dari Andrew. Kini, Livia sudah bertekad untuk membalas dendam tanpa mengizinkan dirinya atau Agra ikut campur di dalamnya.
Sungguh, Andrew dan Agra sebenarnya sangat mengkhawatirkan Livia dalam misi balas dendamnya ini. Sebenarnya, selama ini mereka berdua mencaritahu tentang keluarga Hartoyo, tetapi entah mengapa mereka masih merasa ada yang janggal dengan semua temuan itu. Baik Andrew atau Agra, merasa mereka melewatkan sesuatu, tetapi keduanya tidak bisa menemukan apa itu.
"Aku baik-baik saja, Dad," jawab Livia cepat. Dia tahu bagaimana keluarga angkatnya itu menyayanginya, mereka begitu saling mempedulikan tanpa ada hubungan darah. Entah itu Andrew, Agra, atau bahkan para anggota mafia Black Eagle yang selalu solid satu sama lain.
Andrew tampak mengangguk. "Kamu harus baik-baik saja, kalau tidak mau kakakmu mengamuk dan menghancurkan keluarga Hartoyo dalam sekejap mata."
Livia terkekeh mendengar ucapan Andrew yang memang benar adanya. Agra bukan seseorang yang akan bersabar jika itu mengenai orang yang dia sayangi, termasuk dirinya. Laki-laki yang telah memiliki anak itu mampu menggunakan seluruh kekusaannya demi menghancurkan lawan yang mengganggu orang-orang yang dia sayangi.
"Aku tidak mau menghancurkan mereka, Dad, jadi aku harus baik-baik saja. Aku mau menjaga apa yang aku inginkan dan mengambilnya tanpa menodainya," ujar Livia kemudian.
"Baiklah, aku akan percaya padamu. Tapi, sekali kamu terluka, jangan salahkan jika kami semua bertindak," ujar Andrew santai, walau masih saja terdengar mengerikan di telinga Livia.
Bukan dia tidak terbiasa dengan sikap ayah dan kakak angkatnya yang sering sekali melakukan pertumpahan darah. Mungkin dia juga sudah terbiasa dengan semua itu. Namun, untuk balas dendamnya, dia mempunyai keinginan sendiri yang menurutnya akan lebih sakit daripada hanya dijatuhkan dan dihancurkan oleh orang yang tidak dikenal.
"Baik, Dad, aku pastikan aku akan baik-baik saja sampai rencanaku berhasil," janji Livia.
Andrew tersenyum tipis, dia kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya untuk meraih kepala Livia dan mengacak rambutnya pelan. "Aku percaya padamu, putriku," angguk Andrew.
Livia tersenyum walau pipinya tampak menggembung ketika dia mendapati rambutnya berantakan karena ulah ayah angkatnya itu. "Terima kasih, Dad," ujarnya tulus.
Flash back off ....
Livia menghembuskan napasanya perlahan, ketika ingatannya tentang percakapan terakhir dengan ayah angkatnya sebelum dia memutuskan untuk datang ke rumah ini melintas di kepalanya.
"I really miss you, Dad," gumam Livia pelan. Matanya menatap jauh taman belakang yang tampak asri dengan berbagai jenis bunga yang dia rawat bersama dengan Luciana selama satu tahun ini.
Dirinya yang dibesarkan ditengah-tengah keramaian para anggota mafia, merasa sangat kesepian berada di rumah ini. Di sini, orang-orang tidak terlalu suka padanya yang dianggap teralu dekat dengan majikan mereka, hingga membuat para teman kerjanya merasa iri. Kini, setelah dia menikah dengan Daniel, dia semakin dibenci oleh hampir semua orang pekerja di sana.
Walau Livia ingin mengacuhkan semua itu, tetapi hati kecilnya tetap saja mnejerit meratap sepi yang mulai membelenggu hatinya.
"Livia." Luciana yang sudah berada di sana sekitar satu menit yang lalu pun akhirnya membuka suara.
Livia menoleh ke arah belakang, senyumnya mengembang ketika melihat wanita paruh baya yang tengah duduk di kursi rodanya.
"Mami, maaf Livia gak tau kalau Mami sudah bangun," ujar Livia sambil beranjak kemudian berjalan menghampiri Luciana.
"Gak apa, Livia. Kamu, kan juga harus memiliki waktu untuk dirimu sendiri," jawab Luciana sambil tersenyum lembut.
"Ayo masuk, hari ini Mami punya sesuatu untuk kamu," sambung Luciana lagi sambil memegang tangan Livia.
"Sesuatu? Apa itu, Mami?" tanya Livia dengan kening berkerut dalam.
"Pokoknya sesuatu. Mami yakin kamu dan Daniel akan suka dengan hadiah dari mami," ujar Luciana.
Livia tidak lagi berbicara, dia mulai mendorong kursi roda Luciana memasuki rumah besar bergaya Eropa itu.
Sampai di ruang tengah, Livia dikejutkan dengan keberadaan dua orang petugas salon yang sudah bersiap dengan beberapa alat perawatan yang mereka bawa.
"Mami, mau melakukan perawatan?" tanya Livia bingung, mengingat selama dia bekerja di sana, Mami Luci tidak pernah melakukan perawatan.
"Enggak. Semua ini Mami pesan untuk kamu, Livia. Mami ingin kamu lebih memperhatikan penampilan kamu, agar Daniel bisa melihat kecantikan kamu," jawab Mami Luci.
"Tapi, Mami‐‐" Ucapan protes Livia langsung dipatahkan oleh Mami Luci.
"Sudah, gak usah protes, atau Mami akan sangat sedih kalau kamu menolak hadiah pernikahan dari Mami ini," ujar Mami Luci sambil memperlihatkan raut wajah sedih.
"Hadiah pernikahan?" tanya Livia. Dia cukup terkejut dengan hadiah pernikahan yang disiapkan oleh ibu mertuanya itu. Ini bukan sebuah perhiasan atau bahkan tiket bulan madu, melainkan sebuah perawatan? Wah, Liora takjub dengan ide anti mainstream.
"Kalau ini memang hadiah dari Mami untuk aku, mana mungkin aku bisa menolak," ujar Livia yang membuat Mami Luci kembali tersenyum.
"Kalian berdua, tolong layani menantuku dengan baik, jadikan dia wanita paling cantik di dunia ini, bahkan anakku tidak mengenalnya lagi," ujar Mami Luci dengan penuh semangat pada dua petugas salon yang dirinya panggil.
"Baik, Nyonya," jawab mereka serempak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Mesra Jenahara
jrenk jrenk jrenk..bakal ada yg terpesona bukan hanya Daniel tapi Danis juga jadi terpesona 🥰♥️😍
2023-04-06
2