Daniel ke luar dari kamar bersamaan dengan Danis, mereka tampak saling menatap saat bertemu di depan pintu kamar.
"Apa tadi kamu juga dibangunkan oleh si gila harta itu?" tanya Daniel mengingat perkataan Livia yang hendak membangunkan Danis, sebelum dia pergi.
"Iya. Kakak, juga?" tanya Danis dengan ekspresi bodohnya.
Daniel mengangguk.
"Kamu melihat ada yang berbeda tidak dari si gila harta itu?" tanya Daniel lagi.
"Aish, gak usah ngomongin itu deh, Kak. Aku merasa malu gara-gara dia!" kesal Danis mengacak rambut bagian belakangnya.
"Memang apa yang dia lakukan padamu, hah? Cepat ceritakan padaku!" ujar Daniel dengan raut wajah yang berubah tidak bersahabat.
Danis tampak melihat Daniel dengan wajah penuh tanya, dia tidak menyangka akan mendapatkan reaksi seperti itu dari Kakakanya.
"Nanti saja lah, sekarang lebih baik kita cepat ke bawah, kasihan sudah lama Mami menunggu." Danis berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Ck! Jika saja tidak ada rumor sialan itu, aku tidak akan pernah mau melakukan permintaan Mami dan menikahi wanita gila harta sepertinya. " Daniel berdecak kesal, walau kemudian dia memilih untuk mengikuti keinginan adiknya.
"Sabar, sedikit lah Kak. Setelah kabar ini mereda, kamu bisa menceraikannya," ujar Danis santai.
"Benar juga. Melihatnya saja aku sudah jijik, mana bisa aku hidup bersama dengannya lebih lama," angguk Daniel.
"Semua wanita di dunia ini sama saja, mereka hanya ingin harta yang kita miliki. Munafik!" geram Daniel, sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Mami juga?" tanya Danis, lebih ke mencairkan suasana hati Daniel yang hendak memanas kembali.
"Mami adalah satu pengecualian," jawab Daniel.
Danis hanya mengedikkan bahunya dengan alis terangkat kilas. Selalu saja begini jika mereka sedang membicarakan tentang perempuan. Pengalaman pahit satu tahun lalu yang diterima Daniel, nyatanya membuat Daniel membenci semua wanita di dunia ini.
Keduanya sampai di ruang makan, di sana Mami Luci dan Livia sudah duduk derdua, menunggu Daniel dan Danis yang bangun kesiangan karena mabuk dan pulang larut malam.
"Selamat pagi, Mami." Daniel melirik Livia tajam, kemudian merangkul tubuh ibunya sambil mencium keningnya kilas.
"Pagi, Daniel," jawab Mami Luci.
"Selamat pagi, Mamiku tersayang," ujar Danis sambil mengcup pipi Mami Luci manja.
"Ini ada istri kamu, kenapa kamu tidak menyapanya juga, Daniel?" ujar Mami Luci menatap wajah Daniel kesal.
"Pagi, Danis," jawab Mami Luci.
Wanita paruh baya itu kemudian beralih menatap Daniel yang langsung duduk di kursi tanpa menyapa Livia lebih dulu.
"Apa yang kamu lakukan, Daniel?" tanya Mami Luci dengan kening yang berkerut dalam.
"Aku mau sarapan, Mam," jawab Daniel sambil menatap bingung Mami Luci.
"Kamu gak menyapa istrimu dulu? Kamu juga Danis, kenapa enggak menyapa kakak iparmu, hah?" tanya Mami Luci menatap kedua anaknya yang tampak mengacuhkan saja ocehan Mami Luci.
"Dia sudah bangun dari pagi terus mengurus Mami dan kalian berdua yang selalu bangun kesiangan. Tapi, apa ini? Kalian bahkan tidak pernah menyapanya? Mami benar-benar, ke–"
"Selamat pagi, Livia!" ujar Daniel dan Danis serempak, memotong perkataan Mami Luci.
Mama Luci menatap kedua anak laki-lakinya dengan pandangan terkejutnya, walau kemudian tersenyum.
"Apa itu? Panggil Livia, sayang dong, Daniel. Kalian kan baru menikah kemarin." Mami Luci masih saja protes.
"Dan kamu, Danis, panggil Livia Kakak. Dia kan kakak ipar kamu," sambung Mami Luci beralih pada Danis.
"Aku gak nyaman kalau panggil kayak gitu, biasa saja lah, Mam," protes Daniel.
"Lagian, Livia juga gak nyaman kalau dipanggil seperti itu. Iya kan?" sambung Daniel lagi.
"Iya, Mam. Aku juga panggil dia Livia saja, dia kan lebih muda dari aku." Danis juga ikut protes.
"Iya, Mam. Biarkan seperti biasa saja, aku juga sudah nyaman dipanggil nama, sama Mas Daniel dan Danis," ujar Livia menyetujui protes Daniel dan Danis.
Mas? Apa-apaan dia? batin Daniel merasa tidak nyaman dipanggil seperti itu oleh Livia.
Sedangkan Danis yang mendengar panggilan baru Livia, tidak bisa menahan tawanya, hingga hampir saja tersedak salivanya sendiri.
"Siapa yang menyuruhmu memanggil aku begitu, hah?" tanya Daniel pada Livia.
"Mami yang menyuruhnya, kenapa? Tidak suka?" Mami Luci langsung menyela perkataan Daniel.
"Bukan begitu, Mami. Tapi, aku hanya tidak terbiasa mendengarnya," jawab Daniel menatap wajah Livia dengan sorot mata kesal.
Sedangkan Livia hanya mengalihkan perhatiannya, tanpa mau membalas tatapan dari Daniel. Dia malah fokus menyiapkan sarapan untuk ibu mertuanya yang ternyata dari menolak sarapan lebih dulu, dan memilih untuk menunggu kedua anak dan menantunya.
"Sudah-sudah, kita mulai sarapannya. Livia tolong kamu siapkan Daniel sarapan." Mama Luci berusaha mengendalikan situasi yang begitu kacau di pagi hari itu.
"Iya, Mami," angguk Livia, kemudian berdiri dan menyiapkan sarapan untuk Daniel.
Daniel memberikan piring miliknya pada Livia untuk diisi menu sarapan.
"Danis, kamu mau aku siapkan juga?" tanya Livia pada adik iparnya yang terlihat hanya diam tanpa mengambil sarapannya. Tentu saja dengan nada suara yang masih lembut seperti biasanya.
Danis kembali memperhatikan Livi, dia dibuat bingung dengan perubahan sikap Livia. Bukankah tadi pagi kakak iparnya itu berbicara dengan lantang dan angkuh, tetapi sekarang kenapa dia berubah menjadi lembut seperti biasanya?
"Enggak usah! Aku bisa sendiri," jawab Danis melihat wajah Livia kesal kemudian langsung mengambil menu sarapan untuk dirinya sendiri.
"Baiklah," angguk Livia, kemudian duduk kembali di samping Mami Luci.
Bagus dia menolak, jadi aku tidak perlu berpura-pura menyiapkan makan untuknya juga, batin Livia.
Sarapan pagi itu berakhir saat Daniel dan Danis pergi ke kantor, kini Livia pun hanya bertugas untuk menemani sang ibu mertua yang ingin menikmati pagi di halaman belakang.
"Mami senang kamu sekarang sudah menjadi menantu Mami. Maafkan Mami kalau anak-anak Mami nanti akan menyusahkan kamu, ya," ujar Mami Luci tersenyum pada Livia yang sedang duduk di sampingnya.
"Aku juga senang bisa menjadi menantu, Mami," jawab Livia, tanpa mau menanggapi tentang Daniel dan Danis.
Livia dan Mami Luci menghabiskan waktu bersama dengan berbagai kegiatan, mulai dari berbincang dan membicarakan segala hal, sampai menonton film atau sinetron bersama.
Setelah makan siang, Mami Luci pun izin untuk beristirahat di kamar, itu dimanfaatkan Livia untuk mulai mencari tahu tentang perusahaan keluarganya yang dulu direbut oleh keluarga Hartoyo.
Livia duduk di atas ranjang kamarnya, di telinganya terlihat sebuah aerphone yang tersambung pada seseorang di seberang sana.
"Bagaimana, sudah selesai belum?" tanya Livia, pada orang yang berada di ujung sambungan teleponnya.
"Sebentar lagi." Terdengar jawaban dari seberang sana.
Livia tampak menunggu dengan gelisah, ujung jari telunjuknya tampak terus mengetuk bagian atas pahanya, dengan gerakan yang teratur dan cepat.
"Lama sekali," gerutu Livia pelan walau masih terdengar oleh orang di seberang sana.
"Sabar sedikit, Nona Livia yang terhormat. Cerewet sekali, seperti orang yang baru pertama kali bekerja dengaku saja," jawab orang di seberang sana dengan nada suara kesal.
"Iya-iya, aku kan hanya bicara sendiri, ngapain juga kamu masukin ke hati," jawab Livia ketus.
"Ini, aku sudah mendapatkan informasi perusahaan yang kamu cari. Ternyata mereka mengganti namanya dan menjadikannya anak perusahannya," ujar laki-laki di seberang sana.
"Mana, kirimkan padaku sekarang," ujar Livia penuh semangat.
"Sabar dong, Nona. Aku akan mengirimkan sekarang," jawab dari seberang sana.
"Oke, selesai!" sambung orang itu lagi.
Livia tersenyum ketika mendapatkan berkas mengenai perusahaan milik kedua orang tuanya yang diambil alih oleh keluarga Hartoyo.
"Terima kasih, Edo. Aku tidak akan pernah melupakan bantuan darimu," ujar Livia tulus.
"Tidak ada kata terima kasih dan hutang budi dalam sebuah persaudaraan, Livia. Cukup jaga dirimu baik-baik dan kembalilah pada kami dengan selamat setelah kamu membalaskan dendammu," ujar laki-laki yang bernama Edo di seberang sana.
"Tentu saja. Aku akan menyelesaikannya secepat mungkin dan kembali pada kalian semua," angguk Livia dengan mata berkaca-kaca.
Livia tidak menyangka akan mendapatkan kasih sayang yang begitu melimpah dari keluarga angkatnya, setelah dibuang dan menjadi bahan lelang gelap setelah seluruh keluarganya mati di tangan ayahnya Daniel dan Daniel sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Mesra Jenahara
moga aksi Livia TDK pernah d curigai..
penasaran keluarga Daniel sblomnya seperti apa mpe bisa membunuh keluarga Livia dan hanya menyisakan Livia seorang..
2023-04-05
2
Sriutami Utam8
oalh hmmmm
2023-04-04
2
💞🖤Icha
Ternyata keluarga Daniel yang serakah...mereka tidak mengetahui semuanya...hati" Livia jangan sampai terjebak dendammu.
2023-04-04
3