"Kamu sudah mengurus suami kamu, Livia?" tanya Mami Luci sambil tersenyum.
"Ah, itu–" Livia tampak kikuk saat harus menjawab pertanyaan mertuanya itu. Jelas saja tadi malam dia meninggalkan suami dan adik iparnya di kamar dalam keadaan mabuk berat. Jadi, sekarang di mana tau keadaan dua laki-laki itu.
"Sekarang kamu itu sudah menjadi seorang istri, Livia. Tugas utama kamu adalah mengurus suami kamu," ujar Luciana, memotong perkataan Livia.
Buat apa aku mengurus orang yang tidak mau aku urus. Lagi pula, aku yakin kali ini Daniel pasti belum bangun, batin Livia.
"I–itu, Mami. Tuan Daniel masih belum bangun," ujar Livia dengan wajah menunduk malu, bagikan seorang pengantin baru yang baru saja melakukan apa yang biasanya terjadi di malam pertama.
Mami Luci tampak terkekeh mendengar perkataan Livia, ditambah dengan ekspresi malu menantunya itu, membuatnya sangat yakin kalau tadi malam antara Daniel dan Livia telah terjadi sesuatu.
"Eh? Tunggu dulu. Kenapa kamu masih memanggil Daniel, Tuan, hem? Harusnya sejak kemarin kamu sudah mengganti panggilannya," ujar Mami Luci, mengernyitkan keningnya.
"Oh iya, maksud aku Mas Daniel, Mami. Ini masih penyesuaian, makanya aku kadang lupa," jawab Livia sopan. Dia tampak tersenyum canggung.
Ish, menjijikan sekali harus memanggilnya seperti itu, rasanya seperti orang lemah yang bergantung pada suaminya, batin Livia merasa geli dengan panggilan yang dia buat sendiri untuk Daniel.
"Hem, ya sudah karena Daniel belum bangun jadi kamu boleh menolongku dulu. Tapi, jika nanti Daniel sudah bangun, biarkan aku melakukan semuanya dengan pelayan yang lain yang ada di sini, ya," ujar Mami Luci.
"Masalah itu biar nanti aku bicarakan lagi dengan Mas Daniel saja, Mami. Aku takut salah, jika memutuskan sendiri," jawab Livia. Sebenarnya dia hanya ingin mengisi waktu luang dengan melayani mertuanya itu. Jika nanti pekerjaannya juga diambil oleh pelayan lain, maka Livia bisa gila karena bosan.
"Hem, baiklah. Sepertinya begitu memang lebih baik, dari pada nanti kamu disalahkan oleh Daniel," angguk Mami Luci.
.
"Sudah selesai, ayo kita ke luar, untuk sarapan," ajak Livia berdiri di belakang Mami Luci sambil melihat pantulan wajah mertuanya di kaca rias.
Dirinya baru saja membantu Mami Luci untuk merapikan rambutnya sekaligus memakai pelembab di wajahnya.
Mami Luci tampak tersenyum sebelum menjawab, dia kemudian menatap wajah Livia lembut.
"Terima kasih, Livia. Tidak terasa sudah setahun lebih kamu menemani Mami dan mengurus Mami di sini," ujar Mami Luci dengan senyum lembutnya.
"Ini semua sudah kewajiban aku, Mami. Ayo sekarang kita ke luar dulu, tidak bagus kalau sampai Mami terlambat sarapan pagi," ujar Livia sambil mulai mendorong kursi roda milik Mami Luci.
"Sudah, sampai di sini saja, Mami bisa sarapan sendiri. Sekarang kamu lihat suami kamu saja, takutnya dia belum bangun juga. Oh iya, tolong bangunan Danis juga ya, dia harus ke kantor pagi ini," ujar Mami Luci dengan nada suara lembut, hingga tidak menyinggung perasaan Livia.
Livia tampak terdiam beberapa saat, dia merasa enggan untuk menemui suaminya yang pasti sedang mengalami hangover setelah mabuk semalam. Namun, sesaat kemudian Livia pun memanggil salah satu pelayan yang ada di sana.
"Tolong kamu bawakan makanan yang sudah aku siapkan untuk Nyonya dan temani sarapan. Pastikan Nyonya makan sampai habis," ujar Livia pada salah satu pelayan yang ada di sana.
Luciana tersenyum senang dengan perhatian yang selalu Livia berikan padanya.
"Kalau begitu aku ke atas dulu ya, Mami. Panggil aku jika membutuhkan bantuan," pamit Livia, beralih pada mertuanya dengan suara lembut.
"Iya. Sudah sana buruan pergi, nanti suami kamu keburu marah," jawab Mami Luci sambil sedikit mendorong tangan Livia.
"Heem." Livia langsung pergi ke lantai atas di mana kedua pangeran keluarga Hartoyo berada. Livia mengetuk pintu lebih dulu, memastikan tidak ada jawaban sebelum membukanya perlahan.
Begitu Livia masuk ke kamar, bau tidak sedap langsung merebak, menabrak indra penciumannya. Livia mendengkus pelan sambil mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan laki-laki yang kini menjadi suaminya itu.
"Di mana dia?" gumamnya saat melihat tidak ada Daniel di atas tempat tidur yang terlihat sangat berantakan itu.
Livia melanjutkan langkahnya hingga akhirnya dia menemukan laki-laki itu tengah tidur tengkurap di atas lantai, tepat di sisi tempat tidur.
"Dasar wanita licik, aku sudah tau rencanamu sejak awal, dan sekarang terbukti, kalau kamu itu memang wanita gila harta," gumam Daniel dengan mata yang masih tertutup rapat.
"Ck, dasar laki-laki payah, beraninya hanya mengumpatku saat sedang mabuk," ujar Livia sambil berjalan mendekati Daniel.
"Bangun, ini sudah siang," ujar Livia sambil menoel pundak Daniel.
"Hei, bangun!" ujar Livia lagi, sambil mengguncang tubuh Daniel lebih kencang lagi.
"Hem?" Daniel mengerjap dia mengangkat kepalanya kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari sesuatu.
"Bangun, ini sudah siang. Mami, sudah menunggumu untuk sarapan bersama," ujar Livia sambil kembali berdiri tegak di samping Daniel.
"Hah?!" Daniel langsung menoleh cepat ke arah Livia, disusul dengan membalik tubuhnya dengan posisi yang langsung duduk di atas lantai.
"Kamu?! Kamu ngapain ada di kamarku?" tanya Daniel yang masih terlihat linglung. Beberapa kali Livia bahkan melihat Daniel menggelengkan kepala untuk menghilangkan pengar.
"Aku disuruh Mami untuk membangunkan Tuan dan Tuan Danis. Karena sekarang Tuan sudah bangun, maka cepatlah mandi, aku akan membangunkan Tuan Danis lebih dulu," ujar Livia sambil berbalik kemudian pergi begitu saja dari kamar itu.
Daniel mengedipkan matanya pelan, dia masih merasa seperti di antara nyata dan mimpi, apa lagi saat merasa ada yang berubah dari cara bicara dan bersikap Livia.
"Apa itu benar-benar, si gila harta? Kenapa sepertinya ada yang berbeda?" gumamnya dengan kerutan di keningnya, salah satu tangannya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
"Akh, sudahlah ... mungkin itu karena aku masih merasa pusing, jadi dia terlihat berbeda," ujar Daniel lagi, sambil beranjak berdiri.
"Tunggu–" Daniel tampak terdiam dengan tatapan bingung ke arah tempatnya tertidur beberapa saat lalu.
"Jadi, tadi aku tidur di sana? Di lantai?" ujarnya dengan mata yang melebar sepenuhnya.
"Astaga, apa yang aku lakukan? Kenapa aku bisa tidur di sana?!" sambungnya lagi dengan nada suara yang semakin tinggi.
"Atau ini adalah ulah si gila harta itu? Dia sengaja mengerjai aku di saat aku mabuk semalam?" Daniel menuduh Livia.
"Benar! Ini pasti ulah si gila harta itu! Ck, awas saja nanti, aku akan balas semua ini," gumam Daniel dengan wajah kesalnya. Dia kemudian beranjak menuju ke kamar mandi dengan langkah kesalnya.
Sementara itu Livia masuk ke kamar Danis, setelah mengetuk pintu beberapa kali. Livia mengedarkan pandangannya menyusuri setiap sudut ruangan itu, hingga pandangannya berhenti di atas ranjang.
Terlihat seseorang yang mungkin berada di bawah selimut tebal, hingga Livia kembali berdecak, melihat ranjang yang juga berantakan.
"Ck, ternyata sama saja," gumam Livia sambil berjalan menuju sisi ranjang, dia kemudian menoel sesuatu yang dia kira sebagai pundak Danis.
Namun, Livia merasa janggal saat merasakan itu bukanlah sebuah pundak. Dengan ragu Livia membuka selimut yang menutupi tubuh laki-laki dewasa itu.
"Astaga!" Livia terpaku melihat posisi yang harusnya adalah kepala, kini berganti menjadi kaki. Lalu sekarang di mana letak kepala Danis berada.
Dengan gerakan cepat, Livia menarik selimut tebal itu hingga tubuh Danis terbuka semuanya. Akan tetapi, kini dia kembali merasa terkejut saat mendapati laki-laki itu hanya memakai celana pendek sebatas paha, tanpa memakai baju sama sekali.
"Dasar tidak tahu malu!" decaknya sambil melempar selimut pada atas tubuh Danis dengan gerakan kasar.
"Sial! Pagi-pagi mataku sudah ternodai!" decak Livia sambil mengusap wajahnya dengan gerakan kasar.
Sedangkan Danis yang dilempar selimut oleh Livia mulai mengerjapkan matanya, dia mengucek matanya mencoba untuk memperjelas penglihatannya.
"Astaga, apa aku masih ada di alam mimpi, kenapa ada bidadari di sini?" ujarnya masih setengah sadar.
"Ck, dasar laki-laki mesum!" decak Livia bergumam sendiri.
"Bangun, sudah siang, bukannya pagi ini Tuan harus ke kantor?" tanya Livia, berdiri di samping kepala Danis yang ternyata menggantung di salah satu sisi ranjang.
Danis tampak menatap lama wajah Livia, hingga akhirnya dia terkejut sendiri dan langsung bangun seketika itu juga.
"Astaga, ngapain kamu ada di kamarku, hah? Dasar tidak tahu diri! Jangan mentang-mentang kamu sudah menikah dengan kakakku, lantas kamu berhak masuk ke dalam kamarku begitu saja!" hardik Danis memaki Livia sambil beranjak duduk di atas ranjang, hingga selimut yang tadi menutup tubuhnya kini terbuka begitu saja.
Livia hanya terdiam, wajahnya terlihat datar tanpa terlihat raut takut atau khawatir seperti biasanya.
"Ini hanya karena perintah dari Mami, jadi jangan terlalu percaya diri. Cepat mandi dan bersiap, atau aku akan mengadukan perbuatan Tuan tadi malam," ujar Livia sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan ke luar dari kamar adik iparnya, dengan diiringi tatapan bingung Danis.
Livia menghentikan langkahnya ketika pintu kamar Danis sudah tertutup rapat, dia menghirup napas dalam kemudian menghembuskannya kasar.
Livia sengaja melakukan itu untuk pagi ini, mengingat kedua kakak beradik itu pasti belum sepenuhnya sadar. Hingga mereka akan menganggap itu hanya kesalahan dalam penilaian saja. Padahal Livia memang sedang memanfaatkan kebodohan mereka karena pengaruh alkohol yang belum sepenuhnya menghilang.
Dasar laki-laki bodoh! Kalian mau saja diperbudak oleh minuman keras yang jelas-jelas bukan hanya merusak tubuh, tapi juga mengikis kewarasan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Mesra Jenahara
good Livia..ini baru permulaan dari awal pernikahan Livia dan Daniel..
2023-04-04
2
💞🖤Icha
Livia baik"lah sama mama Luciana..mertua yang care...biar semakin d sayang...
Punya suami suka mabuk...huuu
2023-04-03
3