Mama Rena sejenak tercengang mendengar ucapan dari Angga.
Mama Rena baru ngeh jika kalimat yang diucapkan adalah, tempat menyimpan sarang burung milik Angga, tapi sejak kapan anaknya memikirkan akan hal itu? Biasanya juga dirinya yang membelikannya.
"Kamu yakin mau beli sendiri?" kata mama Rena.
"Iya, sepertinya memang harus ganti karena udah pada pudar semua." Jawab Angga dengan hati-hati.
"Sejak kapan kamu berani berkeliaran sendiri, Angga?" mama Rena benar-benar dibuat bingung oleh sang anak. Pasalnya selama ini Angga tidak pernah belanja barang-barang seperti itu, jika ingin membelinya ia biasanya menggunakan aplikasi sapi. Yang berwarna oren berada di gawai miliknya.
"Aduh mama. Memangnya kenapa kalau berkeliaran. Toh Angga juga bukan demit," jawaban dari Angga membuat mama Rena benar-benar merasa aneh.
"Ma, mana uangnya. Kenapa pula Mama syok, atau jangan-jangan Mama gak mau ngasih Angga uang, ya."
"Iya Mama ambilkan dulu." Setelah itu mama Rena pergi untuk mengambil uang. Sedang Angga yang berada di atas pohon, gegas turun. Betapa senangnya dirinya kini karena akan membeli apa yang ia mau dan itu pun sesuai kondisi yang dibutuhkan oleh tubuhnya.
"Dengan begini gue gak bakal makai CD, masa ia ada pisang tapi bungkusnya gak asik." Angga bergumam dan bergidik ngeri kala membayangkan karena dari sekian banyaknya kain segi tiga. Yang ada punya perempuan semua.
Dalam benaknya, tubuh yang ditempatinya sekarang sungguh membuatnya gedeg. Tidak ada barang satu pun milik lelaki. Terus Angga menyimpan tempat susu cap nona, buat apa coba?
"Ini Atm kamu, Mama kan udah kasih jatah sama kamu. Kamu nya saja yang gak mau pegang," ucap mama Rena yang kini telah kembali dan memberikan sebuah kartu penyimpan uang itu pada Angga.
"Isinya berapa, Ma?" tanya Angga antusias.
"Mungkin sekitar 100 juta, karena kamu gak pernah pakai itu uang." Jawab mama Rena.
Angga pun setelah mendengar, mulutnya menganga. Matanya yang hampir saja copot dari tempatnya, karena saking kagetnya.
"Awas itu jigong, netes." Mama Rena tersenyum kala melihat ekspresi Angga.
"Buset, itu beneran uang atau koran ya. Bisa-bisanya ini laki banci uangnya banyak betul," batin Angga yang tak menyangka jika si pemilik tubuhnya itu bener-bener banyak duit.
Tanpa bersusah payah bekerja ia sudah mendapatkan uang. Bagaimana dengan sosok seseorang yang sekarang berada di tubuh Nara.
Dulu dirinya bekerja di bengkel dengan gaji dua juta, sudah sangat bersyukur.
Setelah itu.
"Angga, udah buruan sana pergi. Payung kesayangan kamu juga udah selesai benerin nya. Jadi, bisa kamu bawa."
"Payung, buat apa Ma. Ini kan gak lagi hujan," ujar Angga dengan wajah bingungnya.
"Lha biasanya juga kamu pakai payung. Tiap kali keluar dengan alasan takut item," timpal mama Rena.
"Huh, segitunya ini laki. Sampai-sampai harus memakai payung," batin Angga yang ternyata jauh lebih para daripada bayangannya.
Waktu pun telah berlalu, dan sudah satu minggu Angga Nara menjalankan peran sebagai Angga. Dengan perasaan yang sudah tidak tertahankan, ia pun mencoba mencari pertolongan. Agar raganya bisa kembali ke tubuhnya.
Ia tidak mungkin seperti ini terus, tidak tahu keadaan tubuhnya juga seperti apa. Namun, tujuan utamanya yaitu ingin mencari tahu terlebih dulu. Tentang tubuhnya di rumah mak nya.
"Kesempatan nih, mumpung mereka gak ada di rumah. Gue mau keluar," kata Angga yang sudah bersiap untuk mencari sebuah informasi tentang tubuhnya.
"Semoga saja tubuh gue, tidak ada masalah dan baik-baik saja." Angga pun berbicara lagi seraya mengeluarkan motor maticnya. Yang siap untuk dikendarainya.
Satu jam telah berlalu dan sekarang, Angga sudah mengintai rumah mak Rohaya. Guna melihat siapa tahu ada yang aneh dari dalam sana.
Sedetik, dua detik. Hingga menit-menit pun berlalu dan Angga sudah setengah jam berada di luar rumah. Hingga akhirnya ia melihat sosok wanita yang amat cantik, siapa lagi kalau bukan Nara.
"Apa gue harus nyamperin itu laki, bisa-bisanya tubuh gue dibuat seperti itu." Angga bergumam dan pandangannya terus tertuju pada sosok tersebut.
"Samperin, kagak. Samperin kagak, samperin kagak." Angga bimbang antara ingin menghampiri atau tidak, tapi jika tidak menemuinya. Maka masalah akan terus panjang dan tidak akan menemukan solusi.
Angga masih mengamati Nara, yang kini sedang menyapu halaman. Betapa jijiknya saat itu ia melihat pemandangan yang ada di depan mata. Itu karena Nara menyapu tapi tidak lupa pinggul yang digerakkan, ke sana dan kemari.
Ada banyak perubahan yang dialami tubuhnya. Semenjak orang lain yang menempati. Entahlah ini dunia macam.
"Ku kira jiwa yang tertukar hanya ada dalam cerita-cerita yang pernah gue denger. Ternyata sekarang gue juga yang mengalaminya," ucap Angga lirih, dan untuk saat ini ia hanya bisa mengawasi gerak-gerik Nara, karena tidak mungkin jika dirinya langsung menghampiri Nara. Di samping itu ada emak nya yang ikut membersihkan halaman rumah.
"Emak, Nara kangen sama Emak. Sudah seminggu kita gak ketemu," batin Angga.
Angga yang sudah lebih dari setengah jam, akhirnya memutuskan untuk pergi saja. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat, maka dari itu Angga memilih pergi.
Setelah kepergian Angga. Nara sejenak menoleh karena merasa jika motor itu sengaja diparkir di depan rumahnya.
"Apa laki-laki itu sengaja?" batin Nara yang melihat pemotor itu benar-benar pergi.
Sejenak Nara melupakan akan sosok Angga, dan ia lebih memilih melanjutkan acara bersih-bersihnya.
"Rindu aku rindu kamu jadi satu … ah, itu mah yang punya pacar kali ya." Nara terus menyanyikan lagu doel sumbang. Menurutnya lagu itu sangat membuatnya semakin bersemangat untuk beraktivitas.
"Nara, ke sini kamu!" Nara yang sedang asik menyapu. Belum juga mak Rohaya pamit untuk membuat minuman, sudah main panggil lagi.
"Apa emak, sengaja dan tidak mau mendiamkan mulutnya untuk sejenak." Nara kesal dengan mak Rohayah karena sehari bisa 100 kali, kalau memanggil.
"Bentar Mak!" timpal Nara sedikit berteriak.
"Cepetan dan jangan pakai lama," kata mak Rohayah yang tak sabar untuk meminta Nara. Segera datang.
"Ih, sebel deh aku. Kenapa pula teriak-teriak dan itu membuat aku capek tau gak, capek." Nara memperlihatkan ekspresi seakan-akan dirinya sedang terzalimi. Pura-pura menangis dan mengusap pipinya.
"Iya Mak, aku lagi jalan." Jawab Nara dengan hati yang dongkol.
"Buruan, kalau jalan itu jangan seperti sinden kenapa?" ujar mak Rohayah.
"Idih, itu mulut sekate-kate. Inikan yang dinamakan wanita anggun," gerutu Nara.
Beberapa saat kemudian. Nara sudah sampai di dapur dan bertanya kenapa mak nya terus berteriak, seperti orang yang tengah mengantri minyak goreng.
"Ini kamu buat puding rasanya aneh, coba deh incipi." Mak Rohayah lantas menyodorkan loyang yang berisikan puding. Meminta agar Nara mencicipinya.
"Emangnya kenapa Mak, itu kan aku bikinnya pakai hati dan perasaan ditambah bumbu cinta."
"Nih cobain." Jawab mak rohayah.
"Makkkk!" teriak Nara.
"Makan tuh bumbu cinta!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Maya●●●
angga biasanya cucok mehongg😅
2023-05-07
1
Maya●●●
hahaha sapii sapii
2023-05-07
1
Mak Aul
aku inget sinetron jaman dlu tor. yang ceweknya di Sukma ayu itu yang jadi Ronaldo palanya botak. kan yang cowoknya kemayu 😆😆😆😆
2023-04-09
1