"Memangnya kamu pikir aku hantu apa!" sungut Nara dengan nada kesal saat berucap pada Jali.
"Kalau gak kesurupan kenapa pula elo lupa sama gue!" sergah Jali yang merasa dirinya benar-benar dipermainkan oleh Nara.
"Hehehe … bercanda jangan marah, nanti gantengnya ilang lho." Nara ingat jika sekarang ia harus bisa menjadi sosok yang ditempati. Agar orang-orang tidak curiga dengan dirinya.
"Aish, sejak kapan lo jadi penggoda. Nara!" Jali yang terperanjat langsung memundurkan diri kala Nara memegang dagu, dan menoel pipinya. Selama ini Nara tidak pernah berlaku seperti itu. Lalu sekarang tiba-tiba bertemu dan melihat tingkah temannya berubah jadi centil.
"Katanya teman, kenapa kamu gak mau aku pegang? Pasti grogi ya." Nara pun tak henti-hentinya menggoda Jali. Hingga membuatnya risih. Ditambah lagi perubahan pada Nara, membuat Jali merasa ada yang tidak beres.
Dari yang tidak pernah memakai rok, sekarang memakainya.
Dari yang tidak pernah makeup. Sekarang malah memakai riasan dan itu membuat Jali bertanya-tanya dalam hati.
"Na, lo tumben pakai gincu?" Jali bertanya dan Nara pun bingung untuk menjawabnya. Dalam benaknya. Bukankah perempuan itu memang berdandan dan memakai riasan? Mengapa pula lelaki itu harus bertanya soal dirinya yang tampil cantik. Itu sangat menyebalkan menurutnya.
"Ini cewek emang kelakuannya seperti apa sih, kok temannya ini merasa aneh?" dalam hati Nara bertanya-tanya soal dari pemilik tubuhnya itu.
"Gak boleh ya kalau aku mau berubah," ujar Nara.
"Boleh-boleh saja sih, dan lagian gak ada masalah. Asal lo segera berangkat ke bengkel," seru Jali yang langsung tancap gas dan meninggalkannya.
"Duh, makin rumit dong." Nara mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Padahal tadi pagi ia bela-belain buat mengganti model rambutnya menjadi bagus. Lalu sekarang ia harus bersama dengan oli di bengkel.
Tidak berapa lama kemudian. Nara sudah sampai di bengkel milik Dani. Sekarang ia bingung dan tidak tahu harus ngapain.
Seseorang yang melihat Nara celingukan dan nampak kebingungan. Akhirnya menegur dan bertanya, bukannya cepat ganti baju justru terlihat layaknya anak yang sedang hilang.
"Apa elo akan menjadi itik yang kehilangan induknya seperti ini terus?" kata Dani dengan ekspresi heran.
"Eh, anu aku harus ngapain?" sebuah pertanyaan konyol membuat Dani mengangkat kedua alisnya. Merasa jika Nara sedang demam, hingga akibatnya ia mengigau.
"Apa elo demam, Nara! Terus elo juga sedang lupa ingatan. Bisa-bisanya bertanya seperti itu," gerutu Dani memandangi wajah Nara dengan teliti.
"Salah lagi," batin Nara yang memang tidak tahu sekarang dirinya harus mengerjakan apa.
"Kalau elo memang demam dan merasa tidak enak badan. Mending pulang deh daripada di sini elo seperti orang tak punya rumah," ujar Dani lagi pada Nara.
"Memangnya tidak apa?" tanya Nara dengan hati-hati.
"Sekarang pulanglah. Kalau sudah sehat boleh elo kerja kembali!" kata Dani. Sedangkan di samping itu, Jali yang sudah memperbaiki motor. Memandangi Nara penuh dengan tanda tanya. Seolah itu bukanlah sahabatnya.
Akhirnya dengan perintah Dani. Nara pulang karena ia merasa bahwa harus membiasakan terlebih dulu seperti Nara. Lalu ia harus berusaha memerankan itu semua.
……..
Beberapa hari kemudian.
Sedangkan di lain tempat. Angga bingung harus mengerjakan apa, karena sedari tadi ia hanya berdiam diri.
"Apa yang harus gue lakukan sekarang. Gue bingung dengan apa yang gue alami, saat bangun tidur tiba-tiba jiwa gue udah main pindah saja. Enak sih dapat orang kaya tapi kalau begini caranya. Yang ada keduluan mati," umpat Angga yang sekarang tengah memikirkan akan nasibnya yang tidak jelas.
Di atas pohon mangga. Angga berada di atasnya. Tidak lupa sambil menggigit mangga yang sekarang berada di tangannya.
Sudah beberapa hari ini ia terjebak di tubuh Angga, dan menempati rumah megah nya. Namun, itu sungguh membuatnya tidak bahagia sama sekali.
"Apa gue harus nemuin Jali?" gumam Nara dengan keadaan bimbang.
Sedangkan di dalam rumah. Mama Rena mencari keberadaan Angga. Namun, beliau tidak menemukannya di dalam kamar.
"Ke mana anak itu. Aku dari tadi sibuk mencarinya tidak juga kelihatan," ucap mama Rena lirih. Sembari terus berjalan menyusuri setiap ruangan. Lagi-lagi tidak ditemukan keberadaan Angga. Lalu wanita tua itu memutuskan untuk pergi ke halaman belakang. Siapa tahu anaknya sedang bermain dengan ikan-ikannya seperti biasanya.
Mana Rena celingukan mencari Angga, tapi tidak juga terlihat.
Pluk.
Takh.
"Duh, apaan sih ini! Kok ada kulit mangga jatuh dari atas." Mama Rena bergumam seraya mencari siapa yang membuang kulit mangga tersebut.
Plukh.
"Huh, lagi." Akhirnya mama Rena mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat. Siapa yang sudah mengerjainya.
"Angga! Ngapain kamu jadi monyet di atas pohon," ucap mama Rena.
"Idih, masa ia anak orang disamain sama monyet. Tega bener nih mama," timpal Angga dengan mimik muka dibuat se-kesal mungkin.
"Suruh siapa bergelantungan, kalau di ejek marah." Jawab mama Rena.
"Lagian kamu itu aneh banget sih. Sejak kemarin tingkahmu itu bar-bar banget, dan Mama hampir gak ngenalin sifat kamu yang asli lho." Mama Rena pun menambahkan lagi, karena jika putranya memanglah berubah.
"Tunggu-tunggu." Mama Rena melebarkan pandangannya dan ia sedikit teringat akan ucapan yang pernah terlontar dari mulut suaminya.
Yah, waktu itu pak Prabu marah-marah karena melihat Angga sedang mengenakan baju berwarna kuning, dan berhiaskan pisang. Pak Prabu yang malu, karena hampir semua rekan kerjanya. Mengetahui sifat anaknya yang kemayu itu.
Jadilah lelaki tua itu memberi sumpah serapah jika jiwanya akan tergantikan, oleh jiwa yang lain. Angga yang tidak menggubris. Setelah membuat kue, ia pun langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Lalu disitulah pada saat dirinya bangun seperti yang pak Prabu katakan, dan ucapannya menjadi sebuah kenyataan.
"Ada apa, Ma?" tanya Angga sedikit penasaran dengan mama Rena.
"Bukan apa-apa. Lebih baik kamu turun dan segera makan," kata mama Rena.
"Dasar manusia aneh," gumam Angga.
"Sepertinya ini kesempatan, buat gue bilang ke mama nya Angga. Biar gue gak kesiksa mulu," ucapnya dalam hati karena ia sudah tidak tahan dengan semua barang yang tak beres, saat dikenakannya itu sungguh membuatnya stres.
"Ma, tunggu!" panggil Angga saat mama Rena sudah bersiap untuk masuk ke dalam rumah.
"Apa?" Mama Rena langsung membalikkan badan dan segera menimpali panggilan dari Angga.
"Ada yang ingin Angga katakan," ucap Angga dengan sedikit keberanian yang sudah ia kumpulkan sedari kemarin.
"Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Mama Rena sedikit kepo.
"Itu, Angga mau be—."
"Be, apa! Coba katakan dengan jelas dan jangan bertele-tele." Mama Rena yang tidak sabar. Langsung saja memotong ucapan Angga yang belum selesai.
"Makanya jangan durhakim. Orang Angga belum juga kelar udah main comot saja," dengus Angga dengan wajah kesal.
Hahahaha.
Mama Rena tertawa karena ia saking bersemangatnya. Sampai mencomot ucapan Angga.
"Khilaf dikit, tenang saja gak banyak kok." Jawab mama Rens dengan mengacungkan kedua darinya ke atas.
"Ya sudah katakan, apa yang mau kamu sampaikan?" ujar mama Rena.
"Itu, aku mau beli … beli … itu lho Ma, tempat sarang burung."
"Huh sarang burung."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Maya●●●
lha kamu cowo kenapa pakai gincu sih ga😆
2023-05-07
1
վմղíα | HV💕
iklan meluncur.
2023-05-01
0
Lee
Oh..Angga mau ikut ngadu burung ya. 🤣🤣
2023-04-12
1