Mendengar Nara berteriak membuat mak Rohayah bergegas menghampiri anaknya. Takut terjadi apa-apa hingga beliau langsung mendobrak pintu kamar mandi tersebut.
"Nara, kamu kenapa?" mendengar itu Nara langsung menoleh dan menatap wajah mak Rohayah. Sepertinya tidak mungkin jika dirinya mengatakan apa yang membuatnya berteriak.
"Itu Ma, ada tawon. Iya tawon yang hampir menyengatku," kata Nara pada emaknya yang terpaksa harus berbohong. Tidak mungkin baginya jika harus mengatakan kalau dirinya, tengah kehilangan sesuatu di tubuhnya.
"Tumben takut sama tawon," ucap mak Rohaya karena menurutnya. Nara sama sekali tidak punya rasa takut sedikitpun walau itu hewan melata sekalipun.
"Kan beda Ma, itu kan tawon dan bisa menyengat." Nara pun membantah dengan ekspresi yang sulit diartikan, tidak lupa bibir yang monyongkan. Lantaran merasa sebal pada mak Rohayah.
"Sudahlah, kamu ini mengganggu saja." Setelah berucap mak Rohaya langsung pergi dan melanjutkan. Pekerjaannya yang belum terselesaikan.
Sedangkan Nara menatap wajahnya di pantulan kaca. Menatap wajahnya dengan seksama, seakan ingin menertawakan dirinya sendiri di depan cermin.
"Cantik, cantikan aku, ini mah wajah bringas. Ih geli banget deh kenapa banyak bulu di kaki perempuan ini. Lagian siapa sih ini cewek jorok banget deh," gerutu Nara karena merasa jika tubuhnya kini sama sekali tidak terawat, dan membiarkan bulu-bulu itu tumbuh, di kaki serta ketiaknya.
…..
Pukul delapan pagi. Mak Rohaya berteriak memanggil Nara. Seharusnya kan anaknya sekarang sudah bersiap untuk berangkat ke bengkel, namun siapa sangka jika Nara di saat keluar dari dalam kamar. Tengah menggunakan makeup dan berdandan, dan itu membuat orang tuanya tidak jadi untuk memarahinya.
"Nara, kamu cantik banget." Mak Rohayah pun memuji Nara karena begitu sangat cantik.
Tentu cantik dong Mama, secara aku kan perempuan." Jawab Nara dengan suara yang dibuat-buat.
"Bangga bener kalau ada yang muji. Udah dah sana berangkat ke bengkel," ujar mak Rohayah pada Nara, dan itu membuat Nara seketika terdiam. Lalu senyuman yang sebelumnya mengembang, kini berubah masam.
"Kenapa itu muka?" mak Rohayah lantas bertanya dengan tatapan aneh.
"Duh bengkel, aku kan bisanya masak, buat kue sama dandan. Kenapa pula harus ke bengkel," ucap Nara dalam hati karena tidak habis pikir. Kenapa juga dirinya berada di tubuh perempuan.
"Ini itu semuanya karena ayah! Coba saja kalau ayah gak bilang seperti itu. Mana mungkin sekarang jadi perempuan beneran," gerutu Nara di dalam hati lagi.
Sekarang ia bingung, urusan perbengkelan. Nara sama sekali tidak punya skill, dan sekarang harus dihadapkan dengan keadaan seperti ini. sungguh menyebalkan pikirnya saat ini.
Nara sedari tadi hanya mondar-mandir karena sedang terjebak di tubuh seseorang membuat pikirannya kacau. Sedangkan mak Rohayah terus memanggil-manggil Nara, untuk segera keluar dari dalam kamar mandi.
Akhirnya, dengan satu helaan nafas. Lalu tidak lupa meniup poni ke atas. Jauh lebih baik dan ia pun segera keluar.
Jika Nara sedang pusing dengan pekerjaannya. Lain halnya dengan Angga, yang pusing dengan isi lemarinya.
……….
"Ini baju apaan sih, kok gini amat. Emangnya gue anak bayi apa!" gerutu Angga karena melihat semua baju tak ada yang sesuai, dengan keinginannya.
"Wah, parah bener ini orang. Gue semakin yakin kalau pemilik tubuh ini itu banci kaleng," ucap Angga lirih. Sambil terus memilih baju dan celana yang ingin dikenakannya.
Ludes sudah satu lemari di acak-acak oleh Angga. Siapa sangka jika dirinya menemukan harta karun yang yang sangat menjijikkan.
Yah, sebuah CD, dengan beragam warna layaknya pelangi.
"Idihhh … sumpah ya, jijik gue." Angga mengambil kain dengan bentuk segitiga dengan rasa mual, ia tidak habis pikir dari kesekian barang tersebut. Tidak menemukan tempat meletakkan burung camar khusus punya pria. Dalam benaknya apakah lelaki itu memakai barang yang sering dipakainya. Ah sungguh tidak masuk akal.
"Baru, bisa juga gue pakai." Angga pun berkata sembari membolak-balikkan kain berbentuk segitiga tersebut.
Sedangkan Angga yang masih memunguti semua baju yang berada di kasur. Samar-samar ia mendengar seseorang tengah memanggilnya.
"Angga sayang! Keluar dong." Mama Angga pun menggedor pintu karena anak lelakinya sedari tadi. Belum juga menampakkan muka.
"Sebentar!" sahut Angga dari dalam.
"Bantuin Mama masak," teriak mama nya lagi.
"Huh masak." Seketika Angga tercengang karena tidak begitu fasih dengan alat per-dapuran meski dirinya di rumah mak nya dulu, kerap mendapat omelan karena tidak bisa memasak.
Sesaat.
Ceklek.
Suara pintu terbuka, dan terlihat wanita yang sangat cantik dan masih segar. Walau usianya sudah tak lagi mudah. Dengan menatap Angga dengan intens hingga sosok yang ditatap merasa tidak nyaman.
"Ke-napa Mama natap aku seperti itu?" Angga pun bertanya dengan suara yang sedikit gemetar. Pasalnya sekarang dirinya berada di rumah orang kaya, dan segala fasilitas sudah tersedia. Namun, lagi-lagi dirinya merasa asing karena rumah yang di tinggali sekarang. Bukanlah tempat sesungguhnya. Akan tetapi, ia juga harus lihai dalam berperan. Agar identitasnya tidak membuat orang curiga.
Mama Rena hanya bisa menggeleng kecil, melihat tingkah putranya sekarang.
"Kamu ngapain saja sih di dalam kamar. Buruan gih masak," titah sang mama. Namun, belum sempat Angga berjalan langkahnya dihentikan oleh ayahnya.
"Ngga, pohon mangga udah pada berbuah. Petik sana lumayan kan kalau ada yang sudah masak," ucap sang ayah yang mencegah Angga untuk ikut memasak mama Rena.
"Papi gak bisa gitu dong, Angga kan mau bantuin Mama masak." Mama Rena pun tidak terima karena sedari tadi ia menunggui sang anak. Namun, dengan mudahnya suaminya justru menyuruh Angga untuk memanen mangga, di halaman belakang.
"Angga itu anak laki. Jangan keseringan di ajari layaknya perempuan. Memangnya kamu mau anakmu jadi tulang lunak," ucap suami dari mama Rena.
"Memangnya ayam apa! Kok bisa-bisa Papi bilang seperti tulang lunak," ujar mama Rena yang semakin kesal karena ucapan suaminya itu.
"Lha emang iya kok, Angga itu gak ada jiwa lelakinya! Makanya Papi ajari bagaimana sikap seorang lelaki tulen."
"Alah, itu mah cuma akal-akalannya Papi kan, supaya Angga gak bisa kerjain ini itu." Mama Rena menatap kesal ke arah suaminya. Dengan tatapan sinis ia pun pergi meninggalkan pak Prabu.
"Gini nih, kalau anak laki tapi dibuat seperti perempuan. Lunak kan tulangnya," gumam pak Prabu sambil berjalan ke arah halaman belakang. Untuk melihat Angga memanen mangga. Sedangkan mama Rena dengan terpaksa hari ini masak sendiri tanpa ditemani oleh anaknya.
Sesampai di halaman belakang.
"Sepertinya manjat kali ya, biar cepet." Angga berkata lirih dan siap untuk naik. Baginya memanjat hal yang mudah untuknya.
Beberapa menit kemudian. Angga dengan sengaja ingin mengerjai ayahnya, dan tiba waktunya saat pak Prabu. Tepat di bawahnya.
Huaaaaaa.
Aaaaaaaa.
Setaaaaan.
Byurrrr.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Maya●●●
mmpir thor
2023-05-03
0
Maya●●●
mamanya mereka ini kebalik ya. angga di suruh masak sedangkan nara di suruh ke bengkel😄
2023-05-03
0
Maya●●●
jiwa2 yang tertukar tidak boleh saling mengejek Y😃
2023-05-03
0