Tidak Merasa Dihargai

Hapoy reading....

Rian memutuskan untuk pulang ke rumah setelah lelah berkeliling tanpa tujuan arah yang jelas. Sekitar pukul tiga sore lewat, Rian sampai di rumah satu petaknya. Dalam hati Rian telah menyiapkan diri jika sewaktu-waktu Elsa akan mengomeli dirinya. Terserah Elsa mau mengatai Rian apa. Rian akan tetap pulang untuk istirahat.

Sesampainya di rumah, Rian menemukan rumahnya yang kosong. Pintunya dibiarkan ditutup tapi tidak dikunci. Rian pergi ke kamar, namun hanya menemukan Faqih—putranya yang masih bayi tengah berbaring di lantai kamar.

"Faqih," panggil Rian terkejut.

Bagaimana Rian tidak kaget jika mendapati Faqih di bawah—seolah bayi itu baru saja jatuh dari ranjang. Rian terperangah, ia lari-lari lalu menggendong Faqih yang diam dan hanya menggerakkan sepasang bulu matanya yang naik dan turun.

Rian menemukan jejak air mata di sudut mata Faqih. Rian seketika khawatir, apa lagi Faqih tampak diam ketika pertama kali ia menemukan sangat bayi.

Muncul rasa marah di hati Rian. Faqih kemungkinan jatuh di ranjang di saat tidak ada satu pun orang di rumah. Rian memindahkan Faqih ke atas ranjang, untuk berjaga sewaktu-waktu takut Faqih jatuh lagi, Rian menemani putranya sampai jatuh tertidur.

"Keterlaluan Elsa." Rian mengepalkan tangannya menahan geram. "Sudah tahu Faqih masih bayi, tapi malah ditinggal sendirian di rumah!"

Tidak berselang lama Rian menemani Faqih, Elsa pulang dengan wajah yang teramat senang. Ia tidak jadi meminum air putih sampai perutnya kembung. Karena hari ini ia bisa makan makanan enak pemberian dari Mak Ratih.

Mendengar langkah kaki istrinya, Rian lantas keluar meninggalkan Faqih di kamar. Tidak lupa Rian memasang guling di kanan dan kiri Faqih agar bayi itu aman ketika ditinggal orang tuanya.

Di sisi lain Elsa pergi ke dapur untuk memindahkan sayur loder beserta lauknya ke atas piringnya sendiri. Rantang susun milik Mak Ratih dibawa ke tempat cucian piring. Setelah selesai makan nanti, Elsa akan mencucinya lalu menganyarnya ke rumah Mak Ratih langsung.

"Bagus, ya. Kamu di sini makan enak-enak, sedangkan aku pergi tidak tahu arah. Kamu mengeluh tidak ada bahan makanan untuk dimasak. Lalu, ini apa, Sa?" tunjuk Rian ke piring Elsa.

Nasi di atas piringnya hampir menggunung. Belum lagi oleh Elsa dituangkan sayur nangka beserta kuah santannya ke nasinya.

Elsa terkejut mendapati suaminya pulang ke rumah. Elsa melengos, menanggapi sindiran suaminya yang tidak berguna itu.

"Pada nyatanya memang tidak ada yang bisa dimasak, Mas," jawab Elsa santai. "Seharian aku kelaparan. Aku pergi ke warung Bu Marni hendak mengutang beras. Tapi di sana aku dimaki tanpa belas kasih."

"Halah! Kamu cuma alasan saja. Bilang saja kamu sengaja ingin menelan aku, kan? Padahal kamu masih punya uang simpanan untuk diri kamu sendiri. Aku tidak menyangka kamu akan melakukan hal kejam begini, Sa. Aku bahkan belum makan juga," keluh Rian memelas.

"Mas mau makan? Kerja makanya, Mas! Kerja!" omel Elsa meradang. "Jangan bisanya kamu mengeluh begini dan begitu kalau usaha saja kamu tidak pernah!"

"Tidak pernah usaha kamu bilang, Sa?" protes Rian tidak terima dibilang begitu.

"Kenyatanyaan benar, kan? Kamu kebanyakan di rumah! Setiap hari kamu tidur, makan, tidur lalu makan lagi. Bahkan untuk membantu aku menyelesaikan tugas rumah saja, kamu nyatanya enggan!" pekik Elsa tepat di depan wajah Rian.

Salah satu alasan Elsa sangat muak kepada Rian, suaminya, tidak pernah kelihatan berusaha mencari pekerjaan. Setiap kali didesak agar mencari pekerjaan di luar sana, pasti jawaban Rian karena ia tidak memiki ijazah. Ia cuma tamatan sekolah dasar. Tidak ada yang mau menerimanya bekerja.

"Kamu bisa kerja apa saja, Mas. Ada kok banyak contoh orang-orang yang mendapat pekerjaan tetap walau cuma di toko, jadi tukang parkir, menjadi tukang cuci piring di depot makanan. Ada banyak sekali profesi yang bisa Rian lakukan selama mau dan serius mencari pekerjaan.

Elsa sudah jengah menghadapi sikap Rian. Hidup mereka masih begini-begini saja. Masalah yang mereka hadapi hanya soal uang, uang, dan uang. Entah sampai kapan Elsa harus terjebak dalam kehidupan semuanya serba kekurangan.

Harga diri Rian seolah terinjak-injak tidak berarti. Ia adalah seodnag Kepala rumah tangga, tapi Elsa sepertinya tidak pernah menghargai keberadaannya. Tidak menghormatinya cuma karena Rian lebih banyak di rumah daripada bekerja.

"Kamu tidak lelah memangnya Mas hidup seperti ini terus? Aku saja sudah bosan. Aku ingin keluar dari zona mengerikan ini. Tapi rupanya kamu suka sekali dengan kehidupan kita yang tidak kunjung maju." Elsa urung makan. Selera makannya seketika terjun bebas karena Rian.

Siapa yang tidak ingin hidupnya berubah? Rian pun ingin. Tidak cuma Elsa saja. Tapi masalahnya usaha Rian belum membuahkan hasil. Rian sudah menghubungi teman-temannya. Jika ada lowongan pekerjaan tanpa melihat ijazah, Rian bersedia. Ia ingin membuktikan kalau Rian tidak tinggal diam saja tanpa melakukan apa-apa. Elsa saja yang mengelak, tidak menghargai usaha Rian.

Duk! Duk! Duk!

Elsa merapatkan bibirnya rapat. Di luar pintu seseorang mengetuk pintu rumahnya sangat kasar. Elsa dan Rian saling menatap dalam diam. Air muka Elsa dan Rian seketika berubah. Tebakan pasangan suami dan istri itu, bisa jadi orang di luar adalah rentenir.

"Mereka datang lagi," bisik Rian memberitahu. "Kamu sudah kunci pintunya dari dalam?" tanya Rian dengan suara paling pelan sekali.

"Sudah," jawab Elsa.

Sementara itu kondisi di luar rumah sudah tamai oleh para tetangga. Kejadian seperti ini ketika Rian ditagih dari satu rentenir ke rentenir lain memang bukan kejadian langkah lagi. Mereka sampai ikut kepikiran, dari mana Rian mendapatkan uang untuk membayar semua utang-utangnya, kalau bekerja saja serabutan.

"Rian! Rian! Buka pintunya sekarang juga, atau kami akan merobohkannya! Kami tahu kamu sedang ada di dalam! Jangan sembunyi kamu, Rian!" teriak salah seorang pesuruh rentenir.

Pria berbadan besar tersebut mencoba menarik handle pintu. Elsa dan Rian langsung gemetaran menahan takut. Kalau mereka sampai membuka paksa pintunya, bagaimana?

Pengawal sang rentenir menanyai salah satu tetangga Rian dan Elsa. Tetangga itu mengaku melihat Elsa dan Rian masuk ke dalam rumah secara bergantian. Bahkan ada dua pasang sandal di depan pintu rumahnya.

"Jadi mereka benar-benar ada di rumah?" gumamnya. "Rupanya Rian mau main-main dengan kita?"

Rian menyambar tangan Elsa menuju ke dalam kamar. Rian menutup pintu, tidak lupa menguncinya rapat. Ia tidak memiliki keberanian bertemu langsung dengan para pesuruh rentenir itu.

"Kita sembunyi dulu. Jangan pernah keluar rumah sekali pun ada keperluan! Kamu mengerti, kan?" minta Rian kepada Elsa.

"Mau sampai kapan kita akan sembunyi, Mas? Kapan?" gerutu Elsa hampir menangis.

Rian diam mematung. Pertanyaan Elsa baru saja membuat Rian bingung harus memberi jawaban seperti apa. Karena Rian pun tidak tahu sampai kapan ia dan Elsa harus kucing-kucingan.

BERSAMBUNG....

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!