Dinafkahi Sugar Mommy
Happy reading....
Pertengkaran di rumah berukuran satu petak tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari. Tidak peduli pagi, siang, malam sebelum tidur pun akan ada percakapan yang bisa memancing amarah masing-masing.
Bayi Elsa menangis kencang. Ia meletakkan bayinya di atas kasur lantai yang telah tipis dan usang. Elsa lari-larian ke dapur berniat membuatkan susu untuk bayinya. Ia mengangkat tangannya menggapai kaleng susu di atas lemari dapur.
"Tunggu sebentar ya, Nak. Ibu buatkan kamu susu dulu. Tahan sebentar, ya," ujar Elsa sesekali menengok mengawasi bayinya yang menangis tanpa berhenti.
Tepat ketika Elsa membuka tutup kaleng susu bayinya, Elsa tertegun mendapati benda itu telah kosong tanpa sisa. Elsa menelan ludah susah payah, ia sampai membalikkan kaleng susunya berharap tersisa satu sendok saja agar bayinya bisa minum susu.
"Ya, Allah ..." Elsa menurunkan kedua bahunya sembari berucap istighfar.
Seolah tahu ibunya tengah sedih memikirkan nasib bayinya ke depan, bayi Elsa dan Rian menangis tambah kencang saja. Elsa menggigit bawah bibirnya menahan tangis nelangsa.
"Susu kamu habis, Nak. Tapi Ibu tidak punya uang sepeser pun. Bagaimana ini?" Elsa meremas ujung dasternya.
Elsa mendambakan kehidupan layaknya orang normal di luar sana. Elsa harus hidup susah bersama suami dan anaknya yang masih bayi. Elsa harus menahan diri agar tidak boros karena uang yang yang ia miliki cuma pas-pasan. Untuk makan saja Elsa selalu kekurangan. Alhasil, Elsa menumpuk utang di warung. Tidak jarang Elsa disindir, Elsa bersikap cuek seolah tidak ingin ambil pusing. Namun jauh dari dalam hati perempuan itu menangis.
Jika saja Elsa yang kelaparan, Elsa bisa menahan diri untuk puasa sementara waktu. Tapi bagaimana dengan bayinya? Elsa tidak mungkin tega melihat bayinya menangis karena menahan lapar.
***
Rian melangkahkan kaki tanpa tujuan yang pasti. Ia dan Elsa baru saja bertengkar hebat karena lagi-lagi istrinya mendesak Rian agar segera mencari pekerjaan tetap.
Rian menggosok belakang kepalanya yang tidak gatal. Rian tidak tahu mau ke mana lagi. Dalam isi kepalanya cuma satu; ia ingin menenangkan dirinya dulu sebelum kembali pulang ke rumah.
Elsa tidak ada habisnya menekan Rian. Setiap hari, setiap saat, seolah Rian tidak diberi kesempatan untuk menghirup udara tenang.
Pasangan itu terus bertengkar di setiap kesempatan. Ada saja percakapan yang memancing amarah masing-masing. Seperti halnya tadi pagi, Elsa mengomel panjang lebar di dalam dapur. Perempuan itu mengeluh bahan-bahan di dapur telah habis. Jangankan beras, garam sejumput pun di dapur tidak ada.
Elsa membanting alat-alat memasak di dapur. Rian yang tadinya sedang tidur langsung bangun karena merasa bising. Ia lantas keluar hendak menegur istrinya supaya tidak membuat keributan. Namun bukannya terima ditegur, Elsa malah mengomel suaminya dengan kata-kata pedas.
"Hari ini aku tidak memasak karena beras dan bahan-bahan di dapur semuanya habis. Sebaiknya hari ini kita puasa saja," ucap Elsa sembari membersihkan kompornya.
"Kamu mengutang saja dulu di warung seberang. Nanti setelah aku mendapat panggilan menjadi tukang, aku akan membayar semua utang-utangmu ke pemiliknya," ujar Rian enteng.
Ucapan Rian baru saja tentu memancing amarah Elsa. Rian seolah tidak memiliki beban ketika menyuruh istrinya untuk pergi berutang. Padahal baru dua hari lalu Elsa dimaki-maki oleh pemiliknya akibat belum mencicilnya sama sekali, sedangkan utang mereka telah menumpuk banyak.
"Utang terus, utang mulu! Tidak ada jalan keluar yang normal di kepalamu, Mas? Sepertinya kamu lebih senang melihat istrimu dipermalukan di depan banyak orang! Aku tuh malu. Malu sekali. Setiap hari mengutang, tapi tidak pernah tahu kapan punya uang! Kamu cari kerja yang benar dong! Kamu pikir menjadi tukang bangunan saja sudah cukup? Pekerjaannya tidak menentu! Kalau ada panggilan ya kamu kerja. Kalau tidak ada, ya kamu begini ... menganggur! Kerjaan kamu makan tidur terus!" omel Elsa panjang lebar.
Diomeli oleh Elsa sudah menjadi makanan Rian. Elsa seolah tidak mau mengerti kondisi finansial suaminya. Siapa yang mau hidup susah memangnya? Jangan kira Rian tidak usaha. Karena berbagai macam cara telah Rian lakukan agar diterima bekerja.
Tapi lagi-lagi terhalang oleh ijazah. Di zaman sekarang mencari kerja itu susah. Jangankan Rian yang cuma tamatan SD. Karena realitanya yang lulusan kuliah pun masih banyak yang menganggur.
***
Tangan kanannya memegangi perutnya yang terasa perih. Hari sudah semakin siang, namun Rian tidak kunjung pulang setelah terjadinya pertengkaran di antara mereka berdua. Rian telalu jengah, ia tidak tahan diomeli setiap hari oleh istrinya.
"Kalau aku cuma diam saja, aku khawatir akan ditemukan pingsan karena belum makan ..." Bibir Elsa bergerak, mengeluarkan suara lirih.
Bergelas-gelas air telah ia teguk, berharap bisa mengganjal isi perutnya yang tengah kerocongan. Namun bukan kenyang yang ia rasakan, melainkan kembung hingga ia hampir mual.
"Aku tidak punya pilihan selain pergi mengutang ke warung Bu Marni," ujar Elsa.
Ia tidak memiliki pilihan lagi selain pergi ke warung Bu Marni. Tidak apa-apa kalau pun Elsa harus dimaki-maki, asal diperbolehkan berutang walau cuma satu liter beras sekali pun.
Biarpun sudah siang hari, warung Bu Marni selalu ramai oleh pembeli. Elsa hampir sampai di warung tersebut, tapi langkahnya ragu-ragu kala melihat banyak sekali orang di sana. Elsa takut kejadian dua hari lalu terulang kembali. Elsa yang dimarahi oleh Bu Marni menjadi tontonan banyak.
"Kamu hanya perlu mendengarnya sebentar, setelah itu pulang membawa beras untuk kamu masak," ucap Elsa mencoba mendorong dirinya agar berani menghadapinya. "Lebih baik aku diomeli, tapi aku masih bisa makan."
Sebelum Elsa sampai ke warungnya, Bu Marni lebih dulu menangkap sosok cantik di depan warungnya. Bu Marni memberi kode kepada ibu-ibu yang tengah berkumpul di tempatnya.
"Lihat, dia datang kemari lagi pasti mau berutang," kata Bu Marni sinis. "Dia kira saya jualan begini tidak butuh modal? Saya pusing kalau sudah berhadapan dengan orang-orang seperti Elsa dan Rian ini! Kerjanya berutang ... terus. Tapi tidak mau bayar!" sindir Bu Marni sengaja meninggikan suaranya.
"Bu Marni, saya—"
"Apa?!" Wanita setengah baya yang biasa dipanggil Bu Marni tersebut langsung membentak Elsa. "Mau mencoba mengutang lagi? Jangan harap, Elsa! Utang kamu dari kemarin-kemarin saja belum dibayar. Sekarang mau ngutang lagi? Mending kamu pulang sana, minum air saja sampai perut kamu kembung!" amuk Bu Marni masih kesal pada Elsa dan Rian. "Tiap belanja di sini tidak pernah bawa uang. Hasil jualan juga saya puterin, supaya warung saya tetap berdiri. Kamu tahu kalau tempat saya mencari rezeki ya cuma warung ini ..."
Sejujurnya Bu Marni tidak tega membiarkan Elsa pulang tanpa beras di tangan. Tapi Bu Marni tidak bisa memberi utangan kepada Elsa setiap harinya. Catatan utang Elsa akan semakin banyak, dan Bu Marni jelas akan rugi besar.
"Saya tidak mengutangkan dagangan saya lagi. Sana kamu pulang! Bikin suasana hati saya jadi buruk saja!" bentak Bu Marni kelewat kesal.
Elsa menahan supaya tidak menangis. Harapan Elsa telah pupus. Bu Marni tidak mau memberi utang beras lagi.
"Kalau Bu Marni tidak memberiku utang beras lagi, aku cari pinjaman ke siapa? Mas Rian juga tidak bisa diandalkan," gumam Elsa memelas.
"Elsa! Tunggu," cegah seseorang dari balik punggung Elsa.
BERSAMBUNG.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Dul...😇
berapa ribu orang yang bekerja jadi tukang bangunan,yang keluarga nya sampai kelaparan cuma di novel ini kayaknya deh 🤦
2023-12-29
0
tria ulandari
mampir
2023-05-04
0
🌈Rainbow🪂
👣
2023-04-08
1