Bantuan Yang Datang

Happy reading....

Suara familiar di belakang punggungnya sukses menarik perhatian Elsa. Wajah melas Elsa terangkat naik ketika menemukan sepasang kaki mengenakan sandal jepit warna putih-oranye.

Orang yang memanggil Elsa adalah salah seorang tetangga yang biasa dipanggil Mak Ratih. Wanita setengah baya tersebut setengah lari-lari menghampiri Elsa yang mematung di tengah jalan. Mak Ratih menatap prihatin sosok cantik kuyuh di depannya. Dalam hatinya sayang sekali perempuan secantik Elsa tampak tidak terawat karena tekanan ekonomi. Semua orang di kampung itu tahu kalau Elsa dan Rian sering kesulitan ekonomi. Bisa makan setiap hari saja sudah bersyukur sekali.

"Oh, Mak Ratih! Ada apa, Mak?" Elsa ikut mendekat.

"Kamu dari tadi Mak panggil-panggil tapi tidak didengar." Mak Ratih setengah cemberut. "Kamu habis dari mana, Sa? Kok, sendirian saja? Bayi kamu mana?" tanya Mak Ratih celingukkan.

"Di rumah lagi tidur, Mak," jawab Elsa canggung.

Ia tengah menahan perutnya yang terasa perih akibat belum makan apa-apa sejak tadi pagi. Lagi pula apa yang mau dimakan kalau beras saja tidak punya? Berutang pun tidak diberi oleh yang punya warung. Terpaksa Elsa akan mengganjal perutnya dengan minum air putih yang banyak. Kembung pun tak masalah, karena Elsa tidak punya pilihan lagi.

"Kenapa ditinggal, Sa? Kalau jatuh, gimana? Oh, mungkin dijaga sama Rian, ya?" tebak Mak Ratih.

Elsa tidak dapat menjawab pertanyaan wanita setengah baya itu. Jangankan menjaga bayinya, Elsa bahkan tidak tahu ke mana perginya Rian sekarang. Pria itu seolah tidak memiliki tanggung jawab atas istri dan bayinya yang butuh makan.

Salah kalau Elsa meminta kepada Rian agar memberi kehidupan lebih layak? Elsa malu kalau harus menjadi tontonan ibu-ibu seperti tadi. Tidak ada satu pun yang mengulurkan tangannya untuk Elsa. Mereka malah menikmati Elsa tengah dimaki-maki oleh Bu Marni, si pemilik warung seberang rumah.

"Sa, diajak ngomong malah melamun! Lagi mikirin apa sih? Oh, ya. Kamu di rumah lagi masak apa? Mak semalam bikin sayur lodeh satu panci besar karena ada kunjungan saudara ke rumah. Sekarang sayurnya masih banyak. Mak bagi-bagi ke tetangga. Terus Mak lihat kamu lagi jalan sendirian. Kamu mau tidak sayur lodehnya, Sa? Kalau mau Mak kirim ke rumah kamu ya."

Kedua bola mata Elsa bergerak penuh binar. Benar ucapan orang, bantuan bisa datang dari mana saja kalah sedang sulit. Elsa tadinya mau mengutang ke warungnya Bu Mirna, tapi berakhir dimaki-maki depan banyak orang. Mau membela diri, nyatanya Elsa berada di pihak yang salah.

"Tidak usah Mak yang antar. Aku ikut ke rumah Mak saja, bagaimana? Biar Mak Ratih tidak wara-wiri. Aku kasihan kalau Mak capek," ucap Elsa. Ia antusias karena ada yang memberinya makanan.

Memang selama ini Mak Ratih sering memberi makanan kepada Elsa. Entah itu sayur sisa kemarin, Mak Ratih masak terlalu banyak, Elsa tidak pernah absen dari daftar nama orang-orang yang akan akan Mak Ratih beri makanan.

"Terus bayi kamu bagaimana, Sa? Ditinggal lebih lama, dong!" seru Mak Ratih khawatir.

"Aman di rumah, Mak. Faqih anteng kalau tidur, kok. Lagi pula rumahnya Mak kan dekat. Tidak akan lama."

"Oh, ya sudah kalau kamu mau ambil sendiri. Ikut Mak pulang, yuk! Nanti Mak kasih nasinya sekalian. Kamu masak nasi, tidak?"

Elsa menggeleng. "Tidak, Mak," cicitnya.

Mak Ratih tidak perlu banyak bertanya karena ia sudah tahu alasannya kenapa Elsa tidak memiliki nasi di rumah. Mak Ratih lantas mengajak Elsa pulang bersamanya. Mak Ratih bahkan menjanjikan lauk-pauk sisa semalam.

Ketika tutup pancinya dibuka, aroma wangi dari dalam sana tercium sampai ke luar rumah. Elsa mengusap perutnya, menahan air liurnya yang hampir menetes.

Sayur lodeh buatan Mak Ratih diberi banyak toping seperti udang, potongan kikil, serta tahu dan tempe. Elsa mendekatkan tubuhnya ke samping Mak Ratih, tatapannya fokus pada sayur lodeh di atas kompor.

"Wangi sekali, Mak," puji Elsa memejamkan matanya. "Belum makan saja, aku sudah ngiler. Mak Ratih memang paling jago memasak!" tambahku.

"Manis banget mulut kamu kalau memuji, Sa." Mak Ratih terkekeh-kekeh.

Mak Ratih meminjami Elsa satu susun rantang warna putih bercorak. Dari rantang paling bawah, Mak Ratih mengisinya dengan nasi. Di tengah ada tahu dan tempe yang dihangatkan oleh Mak Ratih. Dan rantang paling atas berisi sayur lodeh yang diisi penuh oleh Mak Ratih.

Elsa menelan ludahnya kasar. Ia jadi ingin buru-buru pulang ke rumah untuk makan makanan pemberian Mak Ratih.

"Nih, kamu bawa pulang dan makan bersama Rian. Mak sengaja membawakan banyak makanan untuk kalian." Mak Ratih berbicara sambil memasang tutup rantangnya. "Jangan lupa kembalikan rantangnya, ya." Mak Ratih sengaja menggoda Elsa supaya tidak murung terus.

Mak Ratih mengangsurkan rantang tiga susun tersebut kepada Elsa. Diterimanya dengan senang hati oleh perempuan itu. Dalam hati Elsa mengucap syukur. Ternyata di dunia ini masih ada orang yang begitu baik padanya.

"Terima kasih atas makanan yang Mak Ratih beri. Aku pasti akan memakannya habis tanpa sisa." Elsa sudah bisa tertawa. "Aku pulang dulu kalau begitu ya, Mak. Besok aku antar rantang punya Mak."

"Ya sudah sana, Sa. Cepatlah pulang. Kasihan Faqih di rumah tidak ada yang menemani."

"Iya, Mak." Elsa mengangguk kecil.

Baru beberapa langkah Elsa berjalan hendak meninggalkan dapur Mak Ratih, wanita setengah baya itu lantas berlari memanggil Elsa sembari menggenggam sesuatu di tangannya.

"Sa, tunggu, Sa!" seru Mak Ratih hampir tersandung sandalnya sendiri.

Elsa menengok. Perlahan ia memutar badannya menghadap pada Mak Ratih. "Ada apa, Mak?" tanya Elsa polos.

Mak Ratih menyambar tangan Elsa. Ia lantas menjejalkan selembar uang ke tangan Elsa. Lalu Mak Ratih berbisik, "Mak tidak bisa memberi banyak. Tapi semoga yang itu berguna untuk keluarga kalian. Yang sabar ya, Sa. Terkadang kita perlu menjadi kuat agar bisa bertahan. Asal kamu tidak putus asa, dan jangan lupa berdoa."

Hati Elsa seketika tersenyuh. Ia sampai kehilangan kata-katanya. Elsa cuma bisa mengangguk, menatap Mak Ratih dengan tatapan yang sulit diartikan.

Elsa lantas pamit pulang ke rumah setelah ia mendapatkan bantuan dari Mak Ratih berupa makanan dan uang untuk membeli beras dan susu untuk Faqih.

Seoeninggal Elsa dari rumahnya, Mak Ratih mengusap dadanya naik turun. Mak Ratih sangat prihatin melihat kondisi Elsa dan Rian.

Sebenarnya Mak Ratih ada di warung Bu Marni saat Elsa dimarahi di sana. Mak Ratih sengaja pergi tidak jadi belanja sayur karena tidak tega melihat perempuan beranak satu itu dimarahi habis-habisan. Kenapa tidak bicara terus terang saja kalau memang tidak bersedia memberi utangan? Kenapa harus dimarahi dulu—itu pun Elsa tidak diberi satu liter beras pun.

BERSAMBUNG....

Terpopuler

Comments

tria ulandari

tria ulandari

begitulah sebagian org hnya bisa mencibir dan menonton tnpa mengulurkan tngan

2023-05-04

2

Tri Soen

Tri Soen

Sabar ya Elsa ....

2023-05-01

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!