Tuan Zidane

"Kamu masih baru ya di sini?" tanya seseorang berdiri di belakang Gea. Langsung saja meletakkan piring yang hendak dicuci, untung tidak pecah karena dia kaget sedang asyik berkelana melamun malah ada orang bertanya tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Astaga, iya saya memang baru datang tadi siang," ucap Gea tanpa menoleh siapakah orang itu dia hanya melihat bayangannya saja.

"Aku minta tolong, buatkan kopi susu dibawa ke kamar." Mendengar suaranya itu dia sepertinya yakin jika yang sedang berbicara dengannya adalah tuan muda Zidane.

"Baik, akan saya buatkan," tutur Gea lembut sambil menunduk. Tuan muda itu pun memasukkan tangannya ke dalam kantong celana.

Tuan Zidane langsung kembali berjalan ke kamarnya untuk meneruskan pekerjaan yang masih terbengkalai akibat makan malam dengan kedua orang tuanya tadi.

Gea membalikkan cangkir dan mengisi kopi serta menambahkan krimer kemudian baru memanaskan air agar cepat mendidih.

Suasana di dapur hanya tinggal Gea seorang saja sedang yang lainnya sudah beristirahat. Sesungguhnya Gea belum tahu di mana kamar Tuan Zidane. Namun ia berusaha mengetuk pintu kamar tersebut, semoga saja itu benar kamar Tuan Zidane.

"Permisi, Tuan," kata Gea dari luar kamar sambil membawa nampan berisikan kopi dengan krimer yang manis.

"Masuk." Untung saja dia tidak salah kamar, walaupun baru bertemu sore ini tetapi suara Tuan Zidane sangat mudah untuk dihafalkan. Gea mendorong pintunya sedikit kemudian badannya seluruhnya masuk ke kamar dan meletakkan kopi itu di dekat meja kerja Tuan Zidane.

Rupanya Tuan Zidane sudah tidak sabar ingin menikmati kopi yang dibuat oleh Gea. Dia langsung menyeruput kopi yang masih mengebul tersebut. Melihat hal itu, Gea pun menjadi ketakutan bila Tuan Zidane akan murka karena memang kopinya masih panas.

"Maaf Tuan, apakah kopinya sudah dingin?" Tentu saja pertanyaan konyol keluar dari mulut Gea membuat Tuan Zidane merasa heran dia pun mengerutkan keningnya.

"Bukannya kopi itu lebih nikmat jika diminum saat panas seperti ini?" Tuan Zidan malah bertanya balik. Dia bingung mau menjawab bagaimana tetapi dia memang belum pernah melayani membuatkan kopi baik itu ayahnya maupun orang lain, jadi wajar jika Gea belum tahu minum kopi yang benar itu seperti apa.

"Saya tidak tahu, Tuan." Dia menunduk malu.

"Kamu jangan berbohong bila tidak tahu sesuatu tentang kopi bagaimana bisa meracik minuman seenak ini?" Tentu saja kia tercengang bagaimana bisa enak wong dia cuma ngawur memasukkan kopi dan creamer asal saja.

"Maksudnya gimana ya, Tuan?" Ini bukan berlagak bodoh tetapi memang dia belum tahu bagaimana selera Tuan Zidane dan dia tadi hanya mengiyakan permintaan majikannya.

"Apakah kamu pikir aku percaya jika kamu belum pernah membuat kopi tetapi meracikkan kopimu sangat mantap seperti ini siapa yang mengajari?"

"Saya hanya menggunakan ilmu ngawur saja," jawab Gea sedikit tersenyum.

Tuan Zidane pun menggelengkan kepala kemudian meminta gaya untuk keluar dari kamarnya dengan isyarat menggunakan kedua jari tangannya. Gea mengangguk dan segera keluar dari kamar tuanya tidak lupa dia menutup pintu kembali.

Setelah itu dia langsung meletakkan nampan di tempatnya kemudian beranjak ke tempat tidurnya di belakang dapur. Sesampainya di sana dicegat beberapa temannya yang sudah mengantri seperti wartawan yang ingin mewawancarai seseorang.

"Kalian kenapa, Mbak?" tanya Gea kepada seniornya. Apalagi melihat mereka berjumlah tiga orang yang merupakan asisten rumah tangga di rumah ini berdiri berjajar memenuhi pintu.

"Gea, kamu selamat, ya."

"Ya, selamat, emangnya kenapa kalau tidak selamat?" Dia malah bingung dengan pertanyaan dari salah satu rekannya itu.

"Tuan Zidan tidak marah denganmu?" tanya si perempuan yang paling mudah diantara ketiganya mungkin seumuran dengan Gea.

"Tidak, bahkan dia memberikan pujian kalau kopiku enak." Dia memberikan keterangan yang sesungguhnya.

"Selamat kamu, Gea, selamat," ucap orang yang tadi menyalami Gea seolah seperti memenangkan sebuah perlombaan. Mereka bertiga pun langsung memeluk gaya dengan erat.

"Ini maksudnya apa?" tanya Gea tidak bisa melepas pelukan ketika rekannya itu karena terlalu keras.

"Itu artinya kamu diperbolehkan kerja di sini."

"Heh??"

"Malah hah, heh, iya tandanya kamu mulai besok sudah bekerja di sini." Pernyataan semakin tidak masuk akal.

"Bukannya saya tadi juga sudah bekerja?" Gea masih mengheran dengan pernyataan ketiga rekannya.

"Aku beneran bingung, kalian ini ada apa?"

"Artinya kamu diterima bekerja beneran. Gadis yang itu kamu memang dipanggil dari agen ke sini tetapi terkadang memang Tuan Zidane tidak begitu tertarik dengan pelayannya maksudnya dia suka dengan kinerja pelayannya gitu." Senior Gea paling tua pun menjelaskan demikian.

"Oh, gitu." Gea menganggukkan kepala paham.

*

Seperti hari kemarin, sekarang Gea bangun jam 05.30 langsung membersihkan diri dan bersiap untuk masuk dapur. Di rumah ini memiliki empat pelayan yang 2 tugasnya bagian membersihkan rumah yang kedua lainnya bagian konsumsi atau di dapur termasuk Gea.

"Ingat ya Gea kalau masak di sini tidak boleh pakai micin." Gea mengangguk dengan ucapan seniornya meski dia tahu bahwa memasak tanpa micin rasanya hambar seperti hidup tanpa cinta.

Gea pun membantu memotong sayuran dan memasak sop untuk sarapan pagi ini.

"Kamu baca saja kopi plus creamer untuk Tuan Zidane." Sebagai junior yang baik dia hanya menuruti apa perkataan dari seniornya.

"Ingat resepnya seperti yang kamu buat tadi malam karena Tuan Zidane suka." Gea terdiam sungguh tadi malam dia lupa ukurannya berapa.

Sarapan pagi di rumah keluarga Zidane pun segera dimulai. Gea keluar membawakan minuman yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Jumlah anggota keluarga di rumah ini sekitar 4 orang.

"Selamat pagi semuanya," sapa Nyonya rumah sembari duduk di meja dekat dengan kepala keluarga. Di sana sudah ada tuan, tuan muda Zidan dan adiknya. Gea bisa melihat keakraban di antara mereka.

Penampilan Tuan Zidane pagi ini memang sangat mempesona. Mengenakan kemeja berwarna hitam dan dilinting hingga siku dan rambutnya yang ditata rapi dengan produk pomade mewah tentunya, tidak lupa sepertinya Tuan Zidane mengaplikasikan skin care untuk wajahnya. Terlihat dia sangat fresh dan bersih. Beberapa kali Gea mencuri pandang kepada majikannya itu.

"Andaikan saja dia bisa digapai." Begitu batin Gea sambil meletakkan makanan di meja.

Setelah tugasnya selesai Gea langsung kembali ke dapur untuk melaksanakan pekerjaan yang lain. Tuan Zidane hendak berangkat ke kantornya.

"Gea, tolong siapkan bekalku ya." Gea mengangguk senang. Dia mengambil wadah untuk bekal sambil tersenyum.

"Gea, kamu kenapa senyum-senyum begitu?" tegur seniornya.

"Nggak, Mbak, siapa yang senyum, orang gatel ini bibir." Gea menolak, namun begitulah alasan Gea agar tidak malu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!